Monday, April 1, 2013

Kemenakertrans Berupaya Mudahkan Klaim Asuransi TKI


Perusahaan asuransi TKI diimbau untuk meningkatkan kinerja agar pencairan klaim asuransi dapat dipercepat.
     
Dirjen Binapenta Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans), Reyna Usman, menyebut Kemenakertrans mendesak konsorsium asuransi TKI agar menjalankan kewajibannya dengan cepat. Yaitu menyelesaikan klaim berbagai kasus TKI yang belum selesai dan menjadi tanggungan perusahaan asuransi. Seperti kasus pemutusan hubungan kerja (PHK), kecelakaan kerja dan berbagai masalah lainnya yang dialami TKI agar segera diinvetarisasi serta diselesaikan.
Sampai saat ini Kemenakertrans mencatat beragam penyelesaian kasus pembayaran klaim asuransi TKI yang telah diinventarisasi. Misalnya,  klaim 24 TKI atas resiko meninggal dunia dan 11 klaim resiko sakit. Ada juga 1 klaim resiko TKI yang mendapat kekerasan fisik (pemerkosaan), 42 klaim resiko PHK sepihak dan 29 klaim resiko pemulangan TKI yang bermasalah. Mengingat jumlah klaim yang tak sedikit, Reyna meminta konsorsium TKI dan pelayanan khusus kantor cabang di daerah meningkatkan kinerja.
Menurut Reyna layanan tersebut akan digunakan sebagai bahan evaluasi terhadap keberlangsungan program asuransi TKI. “Kita juga mengharapkan kemudahan dalam pelayanan konsorsium TKI ini lebih meningkat,” kata dia dalam rilis yang diterima hukumonline, (01/03/2013).
Setelah melakukan evaluasi klaim tersebut, Reyna melanjutkan, para TKI yang sudah selesai mengajukan proses klaim itu karena sesuai dengan prosedur. Sementara, bagi yang bermasalah dalam proses itu, menurut Reyna terjadi karena terdapat beberapa administrasi yang belum dipenuhi. Misalnya, surat keterangan dari RS di negara tempat TKI bekerja. Oleh karenanya, Reyna meminta agar konsorsium asuransi TKI segera menyelesaikan masalah itu dengan mempermudah proses klaim tersebut.
Sebagai upaya mewujudkannya, Reyna mengatakan Kemenakertrans selalu berkoordinasi dengan pihak asuransi karena hal itu merupakan kewajiban perusahaan asuransi. Selain itu, Kemenakertrans juga melakukan tekanan kepada perusahaan asuransi. Walau begitu Reyna mengakui program tersebut tetap jalan dan terus disempurnakan, terutama menyangkut adnimistrasi. “Keputusan menteri juga akan dievaluasi untuk mempermudah bagaimana pelaksanaan klaim asuransi itu,” tuturnya.
Terpisah, menurut anggota Presidium Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS), Timboel Siregar, perlindungan untuk TKI mestinya dicakup dalam BPJS agar perlindungan terlaksana dengan komprehensif. Dia mengingatkan, Peraturan Presiden tentang Jaminan Kesehatan (Perpres Jamkes) mengamanatkan agar penyelenggaraan BPJS Kesehatan untuk TKI dituangkan dalam peraturan yang mengelola TKI.
Mengingat saat ini DPR sedang merevisi UU Penempatan dan Perlindungan  Tenaga Kerja di LuarNegeri (PPTKLN), Timboel berpendapat kondisi itu tepat untuk memasukan ketentuan program Jamkes untuk TKI. Timboel melihat hal  itu  sebagai salah satu syarat utama agar TKI dapat dicakup dalam BPJS. “Artinya, BPJS bisa berlaku untuk TKI kalau amandemen UU PPTKLN mengatur tentang hak TKI atas Jaminan Sosial,” katanya kepada hukumonline lewat pesan singkat, Jumat (01/3).
Senada, salah satu anggota koalisi Jaringan Revisi UU PPTKLN (Jari PPTKLN) dari Aspek Indonesia, Nurus S Mufidah, menyebut mekanisme perlindungan TKI dalam UU PPTKLN sangat minim. Pasalnya, perlindungan itu cenderung diserahkan kepada pihak swasta. Pemerintah juga dinilai kurang melakukan upaya perlindungan. Ujungnya, kekerasan dan eksploitasi terhadap TKI kerap terjadi.
Wanita yang disapa Fida menjelaskan, data yang diterbitkan KBRI Kuala Lumpur menunjukan pada tahun 2008 terdapat 513 TKI meninggal. Dari jumlah itu, lebih dari 80 persen terdiri dari TKI yang berdokumen atau sering disebut TKI legal. Mengacu hal itu, Fida menyimpulkan TKI yang berangkat lewat jalur resmi sebagaimana diatur UU PPTKLN tak menjamin keselamatan TKI.
Fida juga menemukan hal serupa dalam data yang dihimpun oleh International Organisation of Migrant (IOM). Dari data itu sepanjang tahun 2005–2009 menunjukkan 67,24 persen korban perdagangan manusia di Indonesia bermodus penempatan TKI. Ironisnya, hal itu dilakukan oleh Perusahaan Jasa TKI (PJTKI) resmi. Begitu pula data UNICEF yang mencatat jumlah perdagangan perempuan dan anak Indonesia setiap tahun mencapai 100 ribu orang. “Ini menunjukkan, sistem penempatan TKI membuka peluang bagi praktik perdagangan orang,” kata dia kepada hukumonline lewat surat elektronik, Jumat (01/3).
Atas dasar itu Fida berpendapat sistem asuransi TKI mestinya diselaraskan dengan pelaksanaan sistem Jamsos, seperti BPJS. Dia menekankan agar penyelenggaraan asuransi dilaksanakan oleh pemerintah dengan sistem wali amanah dan adanya mekanisme klaim yang transaparan, mudah dan cepat. Sedangkan, iuran asuransi itu harus ditanggung bersama oleh majikan dan pemerintah. Serta program asuransi itu harus mencakup secara luas resiko yang berpotensi menimpa TKI. Hal itu diselenggarakan dalam rangka memberi perlindungan maksimal bagi TKI.

No comments:

Post a Comment