Membangun Kesadaran Berasuransi
Ketika orang awam diajak bicara dan kemudian ditawari produk asuransi, tidak jarang impresi sesaat yang didapat adalah senyum sinis seseorang dengan sosok raut muka yang penuh keterpaksaan. Bukan hal aneh kalau impresi semacam itu sebenarnya terbentuk karena pengaruh stereotype agen asuransi jiwa di masa lalu yang identik dengan sosok individu yang terkesan kurang akomodatif terhadap nasabahnya. Selain itu, pandangan klasik yang cenderung skeptis terkait dengan lamanya waktu dan berbelitnya proses klaim asuransi ternyata juga tidak mudah dihapus begitu saja dengan penampilan baru seorang agen asuransi yang kini bersikap ramah serta lengkap dengan peranti PDA yang nampak canggih ada digenggamannya. Walau begitu, sebenarnya tidak semua problem bersumber pada agen asuransi itu sendiri. Banyak pula kasus di mana upaya mewujudkan pelayanan prima yang coba diberikan oleh agen asuransi justru harus terhambat salah satunya karena faktor keengganan nasabah untuk mencermati terms of conditions yang tercantum dalam polis asuransi sebelum akad penanggungan itu disepakati bersama.
Secara historis, produk asuransi jiwa memang lebih duluan dikenal masyarakat dibanding produk asuransi lainnya sehingga hal yang wajar kalau kemudian keberadaannya mengundang perhatian dari berbagai lapisan masyarakat. Ragam skema asuransi jiwa yang dikemas dalam format tabungan atau investasi tidak hanya mengundang minat individu untuk membeli, namun sekaligus juga kebingungan dalam menentukan jenis dan skema asuransi yang akan dibeli. Sikap kehati-hatian dalam memaknai dan memilih produk asuransi yang sesuai dengan termin yang wajar memang sangat dibutuhkan oleh para pihak untuk meminimumkan potensi dispute yang mungkin muncul. Dalam perkembangannya, inovasi dan kreatifitas penyedia jasa asuransi yang berkembang akhir-akhir ini bukan hal yang tidak mungkin telah menjadikan masyarakat awam mulai “was-was” terhadap ragam “janji” atau skema kemanfaatan yang ditawarkan secara meluas.
Premis awal yang dimunculkan dalam bisnis asuransi adalah bahwa kemanfaatan ekonomi dapat diukur dan dikelola sebagai suatu komoditi yang dapat diperjual-belikan diantara para pihak yang berkepentingan. Hanya saja, premis semacam itu sebenarnya perlu dicermati secara hati-hati agar masyarakat luas tidak menelan rasa pahit sebagai akibat dari praktik bisnis asuransi yang bekerja dalam sistem pasar yang tidak sempurna. Itu pula sebabnya tulisan ini mencoba mengajak kembali anggota masyarakat untuk berpikir kembali dalam membangun kesadaran bersama terhadap kewajaran asas manfaat dan besaran risiko yang ditanggung dari praktik bisnis asuransi. Apalagi, konvergensi yang terjadi dalam industri jasa keuangan sekarang ini memungkinkan terjadinya akselerasi proses bisnis asuransi dengan ragam imbas yang memerlukan pencermatan bersama.
Konvergensi Industri Jasa Keuangan
Pada dasarnya, kegiatan bisnis asuransi dapat diklasifikasi menjadi dua, yaitu asuransi jiwa (life insurance) dan asuransi umum (non-life insurance atau general insurance). Lingkup aktifitas asuransi jiwa mencakup pertanggungan risiko ekonomi terkait dengan aspek hidupnya seorang manusia, sedangkan upaya penanggungan risiko lainnya akan menjadi bidang garap asuransi umum. Walaupun begitu, ada juga area yang masih memunculkan tarik-menarik diantara keduanya, misalnya asuransi kecelakaan diri dan asuransi kesehatan. Sejumlah negara memasukkan asuransi kecelakaan diri dan asuransi kesehatan sebagai bagian dari asuransi jiwa, sementara ada juga praktik di suatu negara yang memasukannya hal itu sebagai bagian dari asuransi umum seperti halnya yang berlaku di India. Terlepas dari problematika kategorisasi yang ada seperti itu, konvergensi bisnis asuransi dengan keuangan perbankan ternyata telah mendorong terbentuknya pola baru khususnya dalam memaknai pergeseran perilaku pada tingkatan industri yang kini sedang tumbuh dan mulai berkembang.
Berbeda dengan bisnis jasa keuangan lainnya, pengelolaan bisnis asuransi secara sepintas membutuhkan upaya ekstra terutama agar visualisasi keunikan dan kemanfaatan produk yang ditawarkan sehingga dapat terdistribusi dengan baik ke para nasabah. Bancassurance adalah satu bentuk pengembangan saluran distribusi produk asuransi melalui lembaga perbankan masa kini. Bagi bank itu sendiri, bancassurance adalah konsep baru untuk membangun hubungan bisnis yang lebih baik dan terproteksi dengan para nasabah. Walau begitu, sebenarnya kesediaan lembaga perbankan berperan menjadi “tameng” terhadap pandangan skeptis bisnis asuransi dalam menangani pemrosesan klaim atau jenis pelayanan asuransi lainnya masih perlu dipertanyakan. Kesadaran nasabah bank yang relatif masih rendah terhadap keberadaan bancassurance juga sebenarnya menjadi pertanyaan tersendiri yang memerlukan pelacakan lebih lauh. Tetapi apapun, fenomena bancassurance justru mengindikasi adanya peluang besar kolaborasi antara lembaga perbankan dan asuransi dalam memenuhi kebutuhan pasar yang lebih luas seperti halnya praktik yang terjadi di negara-negara lain (lihat misalnya, Lymberopoulos, K et al, “Opportunities for banks to cross-sell insurance product in Greece”, Journal of Financial Services Marketing, Vol 9, No.1, 2004). Barangkali, satu hal yang kini dibutuhkan oleh para pelaku bisnis asuransi adalah memahami profil dan perilaku demografis dan psikografis penduduk negeri ini dan menjadikannya sebagai modal dasar untuk pengembangan produk asuransi, terutama asuransi jiwa.
Seperti halnya produk keuangan lainnya, popularitas asuransi jiwa pernah juga mengalami masa pasang-surut sejalan dengan perubahan kondisi sosial dan perekonomian makro yang ada. Sebagian masyarakat mengenali produk asuransi sebagai bentuk pengalihan risiko ekonomi sekaligus sebagai perwujudan dari motif berjaga-jaga dalam hidupnya. Keragaman faktor sosio-kultural tidak dipungkiri menjadi tantangan tersendiri agar produk asuransi, terutama asuransi jiwa, dapat diterima di masyarakat secara meluas di kelompok masyarakat yang sangat paternalistik dan religius. Dengan demografis seperti itu, maka satu pertanyaan yang kemudian muncul adalah, siapa yang harus berperan dalam melakukan edukasi pada masyarakat mengenai asas-asas kewajaran dalam memanfaatkan produk asuransi dan bagaimana upaya yang harus ditempuh untuk menghindari kemungkinan penyimpangan praktik dalam pengelolaan bisnisnya?
Tanggungjawab Bersama
Upaya pengenalan produk dan edukasi massa selama ini dilakukan oleh para penyedia jasa asuransi secara mandiri dengan mengedepankan pendekatan personal. Sosialisasi tentang produk ditempuh dengan cara konvensional melalui penyebaran leaflet dan barang cetak yang cakupannya tentu relatif sangat terbatas. Penggunaan media elektronik, walaupun memiliki jangkauan yang luas, namun kadar keefektifan untuk pengenalan produk asuransi nampaknya masih perlu kajian lebih lanjut.
Oleh karena itu, kalau bisnis asuransi dipandang sebagai satu alternatif penopang terwujudnya iklim investasi yang kondusif yang didukung industri keuangan yang mapan, maka sudah saatnya negeri ini membangun pola kelembagaan baru dalam mengembangkan praktik bisnis asuransi yang memenuhi kaidah-kaidah kewajaran dan kepatutan. Sudah barang tentu, upaya ini bukanlah suatu proses yang mudah dan tentunya tidak dapat dilakukan dengan cara-cara instan.
Alternatif pendekatan kelembagaan ini ditempuh untuk menggerakkan kesadaran berasuransi yang dilakukan secara bersama dari berbagai pihak yang berkepentingan dalam pengembangan industri asuransi. Satu pilihan yang dapat ditempuh adalah membuka jalinan antara industri asuransi dan aktifitas di lembaga pendidikan, yaitu dengan cara memasukkan muatan asuransi ke dalam model pembelajaran. Kalau selama ini masyarakat pendidikan sudah mengenal muatan industri perbankan di sekolah, bukan hal yang tidak mungkin pola industry and academia linkages dapat juga dilakukan untuk industri asuransi. Dengan cara semacam ini diharapkan simbiose yang sifatnya mutualistis diharapkan dapat terwujud dari pihak-pihak yang mengembangkan industri asuransi di Indonesia. Semoga.
No comments:
Post a Comment