Banyak sekali pertanyaan, apa yang harus dilakukan
seseorang di masa pensiun? Selain kesehatan yang terjaga dengan baik, mayoritas
pensiunan ternyata ingin tetap aktif supaya dapat berkontribusi positif
terhadap lingkungan sekitarnya.
Tak heran apabila banyak pensiunan yang
bercita-cita memiliki usaha sendiri di masa purnabakti. Namun, merintis dan
mengembangkan sebuah usaha tidak semudah membalik telapak tangan. Butuh modal,
kegigihan, ilmu pengetahuan, dan manajemen, agar usaha mereka mampu terus
berkembang serta bertahan lama.
Anief Hamzah (62) adalah satu dari sekian banyak
pensiunan yang berhasil menggapai mimpinya. Resmi pensiun dari jabatannya
sebagai widyaiswara atau pengajar Diklat Departemen Pertanian, dua tahun lalu,
Anief ingin memanfaatkan ilmu pengetahuannya untuk berbisnis ternak ikan lele
sangkuriang, gurame dan nila.
Lahan telah ia persiapkan sejak jauh hari sebelum
memasuki masa pensiun. Apa daya, keinginan memulai usaha masih terkendala
modal. Uang pensiun yang dia terima tidak cukup untuk memulai usaha.
“Sebelum pensiun, saya sudah ingin punya kolam tapi
ternyata modalnya tidak cukup. Saya coba mengajukan pinjaman ke bank, tapi
prosesnya lama dan syaratnya sulit,” ujar Anief.
Anief tidak putus harapan. Melalui seorang
rekannya, Anief mendapat informasi tentang adanya pinjaman bagi purnabakti
seperti dirinya dari Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN). Proses pengajuan
pinjaman pun relatif tak berbelit, mengingat dana pensiun dirinya disalurkan
melalui BTPN Purna Bakti.
“Saya pun mendatangi BTPN Purna Bakti kantor cabang
Bogor. Hari itu juga petugas BTPN langsung ke rumah untuk melakukan survei.
Dalam kurun waktu tidak lama, pinjaman saya sudah cair dan bisa diambil,”
cerita Anief.
Anief mengaku pertama kali mendapat pinjaman dari
BTPN sebesar Rp40 juta pada 2011. Pinjaman itu dia gunakan untuk membangun
kolam ikan pada tempat usahanya yang terletak di Kampung Sindang Barang, Bogor.
Ingin terus mengembangkan usaha, Anief pun kembali
mengajukan tambahan pinjaman pada 2012. Anief mengungkapkan bahwa siklus usaha
lele sangkuriang paling mudah dan cepat, kecuali saat musim hujan. “Satu tahun
bisa tiga kali panen. Ada yang saya jual bibitnya, ada juga yang untuk
konsumsi,” ujar Anief.
Anief kini banyak menghabiskan hari-hari pensiun di
kolam perikanan miliknya. Kepada wartawan, Anief bertutur, banyak manfaat yang
dia dapatkan dari BTPN. Tidak sebatas pinjaman modal, tetapi dia juga
mendapatkan fasilitas program pelatihan yang dikemas dalam Program Daya.
Mulai dari manajemen, pengembangan bisnis hingga
mengatasi persoalan yang timbul dalam bisnis ia dapatkan dari Program Daya.
“Program Daya tak hanya mengajarkan materi, tapi langsung aplikatif dengan
bisnis yang dijalani. Misalnya, bagaimana cara mengatasi penyakit, pelatihnya
memberikan masukan dengan terjun ke lapangan,” ujar dia.
Daya memang merupakan sebuah program pemberdayaan
terukur dan berkelanjutan yang diperuntukkan bagi seluruh nasabah BTPN. Daya
memiliki tiga pilar program, yaitu Daya Sehat Sejahtera, Daya Tumbuh Usaha, dan
Daya Tumbuh Komunitas.
Memfokuskan diri untuk melayani dan memberdayakan
segmen mass market yang terdiri dari pensiunan, usaha mikro & kecil, serta
komunitas pra-sejahtera produktif, BTPN meyakini bahwa keterlibatan langsung
dalam memberdayakan nasabah adalah kunci menuju pertumbuhan kinerja bisnis yang
prima dan berkelanjutan.
Khusus bagi para pensiunan, menyelami bisnis
tersebut selama 55 tahun, membuat BTPN mengerti kebutuhan mereka. Bukan hanya
dari sudut jasa dan produk keuangan, tapi juga dari kebutuhan mereka untuk
tetap dapat hidup sehat dan sejahtera.
Corporate Communication Head BTPN Eny Yuliati
mengatakan, segmen mass market bukan hanya membutuhkan akses keuangan, tetapi
juga membutuhkan pelatihan, pendampingan, untuk meningkatkan kapasitas mereka.
“Mengingat itu, BTPN tidak hanya memberikan solusi keuangan bagi para nasabah,
tapi juga meningkatkan kapasitas nasabah melalui program Daya,” ujar Eny.
Upaya ini diharapkan berkontribusi langsung dalam
meningkatkan kapasitas masyarakat agar tumbuh lebih baik. Di sisi lain, upaya
ini juga berdampak positif pada kelangsungan dan pertumbuhan bisnis BTPN.
Terbukti melalui Program Daya selama tahun 2012
BTPN berhasil menjangkau 1.200.468 penerima manfaat. Jumlah tersebut naik 50%
dibandingkan selama 2011 yang tercatat 802.069 penerima manfaat. Jumlah
aktivitas dan kelas pelatihan yang digelar selama 2012 juga tumbuh signifikan
menjadi 53.079 aktivitas, atau meningkat 104% dibandingkan tahun 2011 yang
tercatat 25.994 aktivitas.
Dengan ditopang Program Daya, penyaluran kredit
selama 2012 mencatat pertumbuhan sebesar 28% dari Rp 30,3 triliun pada 2011
menjadi Rp 38,8 triliun. Khusus di Purna Bakti, total kredit yang disalurkan
selama 2012 meningkat sebesar 23% menjadi Rp 28,1 triliun dari Rp 22,8 triliun
pada akhir 2011.
Kenaikan signifikan pada sisi intermediasi ini
tetap diimbangi dengan penerapan asas kehati-hatian. Pada akhir 2012, kualitas
aset produktif tetap terjaga dengan baik yang tercermin dari rasio kredit
bermasalah (non performing loan/NPL) neto di posisi 0,31%. Pada 2011, NPL neto
BTPN sebesar 0,35%.
Didorong kinerja yang baik itu, pada akhir 2012
total aset BTPN mencapai Rp 59,1 triliun atau tumbuh 27% dibandingkan posisi 31
Desember 2011 yang tercatat sebesar Rp 46,7 triliun.
No comments:
Post a Comment