Agar mampu memberi pelayanan kesehatan yang baik tanpa merugikan rumah sakit.
Pelaksanaan BPJS Kesehatan saat ini masih dalam tahap persiapan, mulai dari merancang regulasi sampai menambah serta memperbaiki fasilitas kesehatan. Oleh karenanya, para pemangku kepentingan dirasa perlu untuk memperhatikan praktik pelayanan kesehatan serupa BPJS yang sudah dijalankan di beberapa daerah lewat kebijakan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Seperti di Jakarta dengan Kartu Jakarta Sehat (KJS) dan Aceh menggunakan Jaminan Kesehatan Rakyat Aceh (JKA).
Direktur kepesertaan dan hubungan antar lembaga PT Askes,
EndangTidarwati, menyebut tiap daerah memberi nama sendiri program
itu.Misalnya, KJS, Endang mengatakan kebetulan PT Askes diajak Pemda DKI
untuk membantu menyelenggarakannya. Hal serupa juga terjadi dalam
pelaksanaan Jamkesda di daerah lain seperti Aceh. Namun, dari program
pelayanan kesehatan untuk warga di daerah tersebut berbeda-beda jenis
manfaat yang diperoleh, mengikuti kebijakan yang diterbitkan tiap
daerah. Seperti JKA, Pemda menginstruksikan agar program itu dapat
digunakan warga Aceh yang berada di luar wilayah Aceh.
Sehingga, ketika ada warga Aceh didaerah lainyangjatuh sakit maka bisa
mendapat pelayanan kesehatan di daerah tersebut dengan gratis. Namun,
kendala yang dihadapi di tiap daerah berbeda-beda. Untuk itu Endang
merasa program Jamkesda sangat membantu PT Askes yang tahun depan
menjadi BPJS Kesehatan untuk melihat apa saja yang perlu dibenahi dalam
memberikan pelayanan kesehatan.
Endang menyebut PT Askes gembira ketika Pemda Jakarta menjadikan KJS sebagai pilot project
pelaksanaan BPJS Kesehatan. “Negara dibutuhkan untuk memberikan
perlindungan kepada penduduk. Itu tak hanya berlaku di DKI Jakarta saja,
bagi PT Askes, sebuah anugerah ketika Pemda mengajak Askes untuk
membuat pilot project pelaksanaan BPJS,” katanya dalam diskusi yang digelar di Universitas Atma Jaya Jakarta, Rabu (15/5).
Dalam program KJS yang mulai disahkan bulan lalu itu menurut Endang
Pemda Jakarta menargetkan agar penduduk yang tercakup mencapai 4,7 juta
orang. Tapi selama berjalan sekitar sebulan jumlah peserta baru 2,3 juta
orang. Menurutnya, data tersebut dihimpun dari catatan Jamkesda,
Jamkesmas dan pencatatan sipil yang dapat secara online.
Menurutnya, perlu kecermatan dalam mencari data peserta agar program
tersebut tepat sasaran yaitu penduduk DKI Jakarta. Oleh karenannya,
E-KTP sangat membantu proses pendataan tersebut.
Endang berpendapat salah satu kunci utama agar pelayanan kesehatan
berjalan baik adalah data yang akurat. Selaras dengan itu dalam
pelaksanaan BPJS Kesehatan nanti E-KTP akan digunakan sebagai kartu
peserta sebagaimana yang diberlakukan pada KJS. “Uji coba E-KTP sudah
dilakukan di KJS dan nanti dipraktikan dalam BPJS. Jadi cukup tunjukan
E-KTP,” tuturnya.
Begitu pula dengan mekanisme pembayaran ke RS, Endang mengatakan dalam
KJS digunakan sistem Indonesia Case Base Group's (INA CBG's).
Singkatnya, dengan sistem itu maka pembayaran biaya seorang peserta yang
dirawat inap tidak berdasarkan pada berapa lama dia menginap. Melainkan
mengacu pada diagnosa. Dengan begitu, diharapkan dapat menggerus
kebiasaan buruk dalam pelayanan kesehatan yaitu RS mencari celah agar
pasien berlama-lama untuk dirawat demi mencari keuntungan. Tapi, dengan
INA CBG's pihak RS didorong untuk melayani peserta secara efektif dan
efisien.
Mengingat dalam sistem INA CBG's seluruh harga dimasukan oleh operator
di bawah kendali Kemenkes, Endang melanjutkan, maka perlu dievaluasi
secara berkala. Agar harga yang termaktub sesuai dengan perkembangan
yang ada. Selaras dengan itu, dalam pelaksanaan BPJS Kesehatan,
pemerintah akan menetapkan obat apa saja yang akan digunakan berikut
harganya dan dimasukan dalam INA CBG's. Sehingga, dihasilkan harga yang
setara untuk pelayanan dan kelas yang sama antar RS. Menurutnya hal itu
layak dilakukan apalagi sekarang tarif yang ditetapakan tiap RS
berbeda-beda.
Pada kesempatan yang sama, koordinator KJS RS Atma Jaya, Nancy Irene,
mengatakan praktiknya,sistem KJS belum sepenuhnya berjalan karena masih
ada hal yang disiapkan. Misalnya, E-KTP sebagai kartu KJS, di RS Atma
Jaya perangkat yang ada belum siap. Tapi, untuk INA CBG's sudah mulai
digunakan dan Nancy mencatat terkait harga yang diterapkan sekarang
berbeda dengan program kesehatan serupa yang pernah digelar Pemda DKI
Jakarta sebelumnya. Misalnya, untuk melakukan tindakan medis terhadap
seorang peserta KJS memakan biaya Rp91 juta, namun setelah menggunakan
INA CBG's harga yang ditentukan hanya Rp18 juta.
Akibatnya, RS Atma Jaya harus menanggung kekurangan biaya tersebut.
Untungnya RS Atma Jaya mendapat bantuan, salah satunya dari Jamkesda DKI
Jakarta. Mengingat peserta KJS ditempatkan di kelas III, dengan INA
CBG's Nancy mengatakan RS Atma Jaya cukup terbebani dengan adanya
selisih biaya itu. Pasalnya, kapasitas tempat tidur kelas III di RS Atma
Jaya sangat banyak, mencapai ratusan. Untuk itu ke depan, agar tidak
memberatkan RS menanggung kekurangan biaya si peserta KJS, Nancy
berharap harga yang termaktub dalam INA CBG's direvisi. “Mungkin waktu
Ina CBG's dibuat belum disesuaikan dengan kondisi sekarang dimana harga
obat mahal dan lainnya,” ujarnya.
Sementara, KepalaUnit Pelaksana Teknis (UPT) Jamkesda Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI
Jakarta, Yudhita Endah Primaningtyas, mengatakan peserta KJS itu
mencakup seluruh warga Jakarta. Sedangkan program serupa yang pernah
digelar sebelumnya hanya khusus untuk warga Jakarta yang miskin dan tak
masuk Jamkesmas. Walau KJS cakupan pesertanya lebih luas namun Yudhita
menyoroti salah satu kelemahan. Yaitu warga kurang mampu kesulitan
mendapat ruang kelas III sebagaimana yang dijamin KJS karena dipakai
oleh warga golongan lain.
Menurut Yudhita, kondisi tersebut disebabkan oleh sejumlah hal seperti
ada peserta KJS ketika masuk RS mengaku sebagai pasien biasa dan
mendapat pelayanan umum. Tapi, di tengah perjalanan pasien tersebut
menyebut dirinya peserta KJS. Mengingat tarif pelayanan umum yang
dikenakan RS berbeda dengan KJS, maka biaya yang ditanggung Pemda
menjadi mahal.
Untuk mencegah berulangnya hal tersebut Yudhita mengatakan Wagub DKI
Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau dikenal Ahok, menerbitkan kebijakan
agar warga Jakarta yang ingin mendapat pelayanan KJS pada saat masuk ke
RS harus mengaku peserta KJS. Jika itu tak dilakukan maka KJS tak
berlaku untuk warga tersebut. Terkait INA CBG's, Yudhita mengatakan
pihak RS ada yang mengeluh karena harga yang ditentukan tergolong
rendah. Oleh karenanya dalam waktu dekat Ahok akan mengevaluasi
pelaksanaan KJS secara menyeluruh termasuk INA CBG's. Setelah itu,
diperkirakan bakal diterbitkan kebijakan baru terkait pelaksanaan KJS.
Namun, Yudhita mengingatkan pada dasarnya INA CBG's digunakan untuk
perbaikan sistem pelayanan kesehatan menuju BPJS. Pasalnya, mekanisme
pembayaran tanpa sistem tersebut terdapat celah yang berdampak pada
tingginya biaya yang harus dikeluarkan pemerintah atas program pelayanan
kesehatan. Misalnya, dokter menulis resep tak sesuai dengan kebutuhan
pasien atau hanya menggunakan merek tertentu. “Kami juga imbau kepada RS
untuk merekrut dokter yang mengerti medis dan tidak melakukan coba-coba
atau ngakal-ngakalin obat,” tegasnya.
Menanggapi persoalan itu koordinator BPJS Watch, Timboel Siregar,
mengatakan KJS merupakan kebijakan yang bersifat bantuan dari Pemda.
Sehingga tak ada jaminan program tersebut berkelanjutan. Atas dasar itu
Timboel mengatakan harus ada sistem pelayanan kesehatan yang dibangun
secara baik dan mencakup seluruh rakyat Indonesia. Hal tersebut dapat
diwujudkan salah satunya lewat program pelayanan kesehatan seperti BPJS.
Sayangnya, Timboel melihat peraturan yang ada dan pernyataan dari
petinggi pemerintahan tak menunjukan kalau peserta Jamkesda bakal
beralih ke BPJS Kesehatan.
Untuk menjaga hak kesehatan masyarakat, khususnya peserta Jamkesda,
Timboel mengusulkan agar program Pemda itu dialihkan ke BPJS Kesehatan.
Setelah beralih dan BPJS Kesehatan berjalan maka anggaran yang
sebelumnya digunakan Pemda bagi peserta Jamkesda dialihkan untuk
menunjang fasilitas kesehatan BPJS. Seperti membangun RS, Puskesmas,
meningkatkan alat dan insfrastruktur kesehatan. “Kesalahan pemerintah
adalah Jamkesda tidak diikutsertakan dalam BPJS Kesehatan pada 2014
nanti,” tukasnya.
www.hukumonline.com
No comments:
Post a Comment