Sekjen PB
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng M Faqih menyatakan biaya rawat inap dan
rawat jalan yang ditimbulkan oleh penyakit rokok pada 2011 diperkirakan
mencapai Rp 39,5 triliun.
"Itu
jauh melampaui dana Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang hanya Rp 20 triliun per
tahunnya," katanya seperti dilansir Antara, Jakarta, Jumat (20/9).
Dia
memerinci hitungan PBI Rp 20 triliun itu, adalah 86,4 juta orang PBI dikalikan
Rp 19.250 per orang, kemudian dikalikan satu tahun atau 12 bulan hingga
totalnya sekitar Rp 20 triliun.
Fakta ini
menunjukkan bahwa terjadi defisit anggaran. Dia mempertanyakan siapakah yang
akan menanggung pembiayaan penyakit terkait rokok itu, apakah APBN atau BPJS
Kesehatan atau melalui sumber pembiayaan lainnya.
Hasil
kajian yang telah ada memiliki solusi yakni sumber pembiayaan lain bagi
penyakit terkait rokok yakni melalui Asuransi Kesehatan Komersial di mana
pelaksanaannya diatur oleh peraturan perundang-undangan.
Jika itu
terlaksana, maka masalah dilematis bagi APBN akan terselesaikan secara elegan,
demikian pula bahaya katastropik terhadap pembiayaan BPJS Kesehatan, tidak
perlu terjadi.
Seperti
diketahui, pembiayaan penyakit terkait rokok jika mengacu Pasal 25 huruf i
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 tahun 2003 tentang Jaminan Kesehatan,
sudah jelas berada di luar pembiayaan kesehatan melalui APBN.
Kendati
demikian, bukankah para penderita penyakit terkait rokok adalah warga negara
yang berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dan jaminan sosial dari
pemerintah. (www.merdeka.com)
No comments:
Post a Comment