Friday, September 6, 2013

Iuran Jaminan Sosial Wajib Dibayar Peserta



"Pemerintah hanya membiayai bagi mereka yang tidak mampu."

Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak permohonan pengujian Pasal 27 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diajukan Federasi Ikatan Serikat Buruh Indonesia (FISBI) Dkk.

“Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua Majelis MK, M. Akil Mochtar saat membacakan putusannya, di Gedung MK, Kamis (5/9).  

Mahkamah berpendapat kewajiban pembayaran iuran dalam putusan No. 50/PUU-VIII/2010, tanggal 21 November 2011 menyatakan mengenai iuran asuransi seperti ditentukan Pasal 17 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) UU SJSN merupakan konsekuensi yang harus dibayar oleh semua peserta asuransi yang besarnya telah ditentukan berdasarkan ketentuan yang berlaku. Dan tidak semuanya dibebankan kepada negara.

“Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 konsep SJSN adalah pemerintah membiayai yang tidak mampu membayar iuran bersesuaian dengan Pasal 17 ayat (4) UU SJSN. Menurut Mahkamah UU SJSN telah menerapkan prinsip asuransi sosial dan kegotong-royongan dengan cara mewajibkan yang mampu membayar premi atau iuran asuransi, selain untuk dirinya sendiri juga sekaligus untuk membantu warga yang tidak mampu,” tutur Hakim Konstitusi Harjono mengutip pertimbangan putusan MK sebelumnya.

Menurut Mahkamah yang dipermasalahkan para pemohon mengenai konstitusionalitas Pasal 27 ayat (1) sepanjang frasa “batas tertentu” dan frasa “bersama oleh pekerja” UU SJSN,  pada dasarnya sama dengan substansi yang telah diputus  MK dalam putusan No. 50/PUU-VIII/2010. Karena itu, pertimbangan dalam putusan itu berlaku secara mutatis mutandis untuk perkara yang diajukan para pemohon.

Permohonan ini diajukan FISBI dan enam buruh yang meminta MK menafsirkan Pasal 27 ayat (1) UU SJSN karena dinilai telah menimbulkan ketidakadilan. Pasal yang mengatur iuran jaminan kesehatan itu diminta dibatalkan sepanjang frasa ‘batas tertentu’ dan ‘bersama oleh pekerja’ karena bertentangan dengan UUD 1945. Frasa ‘batas tertentu’ harus dimaknai besaran iuran jaminan kesehatan untuk peserta penerima upah ditentukan berdasarkan persentase dari upah sampai batas besaran dua kali pendapatan tidak kena pajak.

Karena itu, pemohon meminta Pasal 27 ayat (1) UU SJSN dibaca, “besaran iuran jaminan kesehatan untuk peserta penerima upah ditentukan berdasarkan persentase dengan ketentuan penerima upah sampai batas besaran dua kali pendapatan tidak kena pajak ditanggung pemberi kerja dan penerima upah diatas dua kali pendapatan tidak kena pajak ditanggung pekerja dan pemberi kerja.”   

Pasal 27 ayat (1) UU SJSN menyebutkan, “Besarnya iuran jaminan kesehatan untuk peserta penerima upah ditentukan berdasarkan persentase dari upah sampai batas tertentu yang secara bertahap ditanggung bersama oleh pekerja dan pemberi kerja.” 

Dengan tafsir itu, buruh yang gajinya Rp1,5 juta hingga Rp2 juta per bulan tidak perlu lagi menanggung kewajiban membayar iuran kesehatan sebesar 2 persen dari gajinya. Cukup perusahaan saja yang menanggung membayar, kecuali kalau gaji pekerja sudah di atas Rp5 juta.  

Para pemohon beralasan sangat wajar jika buruh yang gajinya di bawah Rp2 juta dibebaskan dari pembayaran iuran jaminan kesehatan. Hal ini dikarenakan gaji sebesar itu yang diberikan perusahaan hanya cukup menutupi kebutuhan dirinya dan keluarganya. (hukumonline.com)

No comments:

Post a Comment