"Pemerintah hanya membiayai
bagi mereka yang tidak mampu."
Mahkamah
Konstitusi (MK) memutuskan menolak permohonan pengujian Pasal 27 ayat (1) UU
No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diajukan
Federasi Ikatan Serikat Buruh Indonesia (FISBI) Dkk.
“Menolak
permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua Majelis MK, M. Akil Mochtar
saat membacakan putusannya, di Gedung MK, Kamis (5/9).
Mahkamah
berpendapat kewajiban pembayaran iuran dalam putusan No. 50/PUU-VIII/2010,
tanggal 21 November 2011 menyatakan mengenai iuran asuransi seperti ditentukan
Pasal 17 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) UU SJSN merupakan konsekuensi yang
harus dibayar oleh semua peserta asuransi yang besarnya telah ditentukan
berdasarkan ketentuan yang berlaku. Dan tidak semuanya dibebankan kepada
negara.
“Pasal
34 ayat (1) UUD 1945 konsep SJSN adalah pemerintah membiayai yang tidak mampu
membayar iuran bersesuaian dengan Pasal 17 ayat (4) UU SJSN. Menurut Mahkamah
UU SJSN telah menerapkan prinsip asuransi sosial dan kegotong-royongan dengan
cara mewajibkan yang mampu membayar premi atau iuran asuransi, selain untuk
dirinya sendiri juga sekaligus untuk membantu warga yang tidak mampu,” tutur
Hakim Konstitusi Harjono mengutip pertimbangan putusan MK sebelumnya.
Menurut
Mahkamah yang dipermasalahkan para pemohon mengenai konstitusionalitas Pasal 27
ayat (1) sepanjang frasa “batas tertentu” dan frasa “bersama oleh pekerja” UU
SJSN, pada dasarnya sama dengan
substansi yang telah diputus MK dalam
putusan No. 50/PUU-VIII/2010. Karena itu, pertimbangan dalam putusan itu
berlaku secara mutatis mutandis untuk perkara yang diajukan para pemohon.
Permohonan
ini diajukan FISBI dan enam buruh yang meminta MK menafsirkan Pasal 27 ayat (1)
UU SJSN karena dinilai telah menimbulkan ketidakadilan. Pasal yang mengatur
iuran jaminan kesehatan itu diminta dibatalkan sepanjang frasa ‘batas tertentu’
dan ‘bersama oleh pekerja’ karena bertentangan dengan UUD 1945. Frasa ‘batas
tertentu’ harus dimaknai besaran iuran jaminan kesehatan untuk peserta penerima
upah ditentukan berdasarkan persentase dari upah sampai batas besaran dua kali
pendapatan tidak kena pajak.
Karena
itu, pemohon meminta Pasal 27 ayat (1) UU SJSN dibaca, “besaran iuran jaminan
kesehatan untuk peserta penerima upah ditentukan berdasarkan persentase dengan
ketentuan penerima upah sampai batas besaran dua kali pendapatan tidak kena
pajak ditanggung pemberi kerja dan penerima upah diatas dua kali pendapatan
tidak kena pajak ditanggung pekerja dan pemberi kerja.”
Pasal 27
ayat (1) UU SJSN menyebutkan, “Besarnya iuran jaminan kesehatan untuk peserta
penerima upah ditentukan berdasarkan persentase dari upah sampai batas tertentu
yang secara bertahap ditanggung bersama oleh pekerja dan pemberi kerja.”
Dengan
tafsir itu, buruh yang gajinya Rp1,5 juta hingga Rp2 juta per bulan tidak perlu
lagi menanggung kewajiban membayar iuran kesehatan sebesar 2 persen dari
gajinya. Cukup perusahaan saja yang menanggung membayar, kecuali kalau gaji
pekerja sudah di atas Rp5 juta.
Para
pemohon beralasan sangat wajar jika buruh yang gajinya di bawah Rp2 juta dibebaskan
dari pembayaran iuran jaminan kesehatan. Hal ini dikarenakan gaji sebesar itu
yang diberikan perusahaan hanya cukup menutupi kebutuhan dirinya dan
keluarganya. (hukumonline.com)
No comments:
Post a Comment