Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM), FITRA mengungkapkan setiap tahun pemerintah
mengalokasikan dana cukup besar untuk pegawai negeri sipil yang sudah tidak
produktif, seperti Tunjangan Hari Tua (THT). Padahal pos belanja pegawai
meningkat rata-rata 16% per tahun.
"Dalam
kurun waktu tujuh tahun terakhir (2006-2013), belanja pegawai mengalami
rata-rata pertumbuhan 16% atau Rp 22,18 triliun per tahun," ujar Seknas
FITRA, Lukman Hakim dalam acara Diskusi Tematik Forum APBN Konstitusi di
kantornya, Jakarta, Rabu (11/9/2013).
Peningkatan
pertumbuhan tersebut, menurutnya, melampaui belanja pegawai yang melebihi
rata-rata pertumbuhan belanja pusat 12%. Ironisnya, pertumbuhan belanja ini
dialokasikan untuk PNS yang tidak produktif.
"Sepertiga
belanja pegawai dialokasikan untuk Tunjangan Hari Tua. Seharusnya reformasi
birokrasi sebagai salah satu prioritas pemerintah dan menghasilkan birokrasi
efisien dari sisi struktur dan biaya, justru belanja pegawai malah
membengkak," jelasnya.
FITRA
meminta struktur belanja pemerintah pusat harus diubah khususnya pada pos
belanja pegawai dan barang. Porsi belanja pemerintah pusat selalu terfokus pada
belanja pegawai dan subsidi.
"Selama
bertahun-tahun sebanyak 19%-21% belanja pemerintah dialokasikan untuk belanja
pegawai dan 15%-24% untuk belanja subsidi," ujar Lukman.
Sementara
belanja barang sebesar 12%-17% dari total belanja pemerintah. Alokasi
pembayaran bunga utang 9%-14%, sedangkan untuk belanja modal pemerintah 11%-17%
atau hanya sekitar 2% terhadap PDB.
"Belanja
modal digunakan untuk kepentingan birokrasi seperti pembangunan gedung kantor
dan kendaraan dinas. Sementara subsidi yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat
seperti pangan, pupuk, benih, minyak goreng, kedelai dan kredit program cenderung
menurun," terang dia.
Subsidi non
energi merosot dari 4,67% atau Rp 57,4 triliun pada 2011 menjadi hanya Rp 40,3
triliun pada 2012. (bisnis.liputan6.com)
No comments:
Post a Comment