Belakangan
ini, kasus kecelakaan semakin mencuat. Meningkatnya jumlah pengguna jalan
otomatis meningkatkan risiko kecelakaan di jalan raya. Baik jalan biasa maupun
tol sama-sama menyumbang jumlah angka kecelakaan sangat tinggi.
Korps Lalu
Lintas Mabes Polri melansir, pada 2010, korban tewas di jalan raya mencapai 31
ribu lebih jiwa. Dari angka itu, sekitar 60 persen korban berada pada usia
produktif. Khusus di DKI Jakarta, terjadi 7.817 kecelakaan yang merenggut 901
nyawa selama 2012.
Kondisi itu
terjadi lantaran lantaran luas jalan tidak sebanding dengan pertambahan
kendaraan yang mengalami lonjakan dari waktu ke waktu. Sering dijumpai
kecelakaan maut yang mengakibatkan korban tewas dengan jumlah tidak sedikit.
Bagi sebagian
orang, peristiwa tragis itu bisa dikatakan sebagai takdir yang tidak bisa
dilawan. Namun, tidak sedikit yang menganggap hal itu disebabkan minimnya
pemahaman berkendara yang baik di jalan raya. Yang pasti, risiko pengguna jalan
semakin hari bertambah besar.
Namun yang
sering luput dari sorotan, ketika terjadi kecelakaan maka keluarga di rumah
yang turut menanggung risiko. Jika korban kecelakaan adalah kepala keluarga,
atau setidaknya sang anak yang memasuki usia produktif lantaran harus bekerja setiap
harinya tentu dampaknya bisa serius.
Kalau itu
sampai benar terjadi dapa dipastikan menjadi sebuah kerugian besar, baik fisik
dan materiil yang menimpa sebuah keluarga. Pasalnya, mereka harus menanggung
biaya pengobatan yang tidak sedikit. Memang ada kalanya Jasa Marga bakal
memberikan santunan, namun jumlahnya kadang sangat terbatas.
Mengingat,
kadang akibat kecelakaan eksesnya mengakibatkan luka parah atau bahkan cacat
permanen, yang tentu biaya pengobatan bakal sangat besar karena dilakukan secara
terus-menerus dan berkelanjutan.
Ancaman
lainnya adalah penyakit kronis yang belakangan ini banyak muncul di masyarakat.
Ternyata, hal itu tidak menimpa kalangan orang tua, remaja dan usia produktif
juga bisa terkena penyakit akibat gaya hidup tidak sehat atau lantaran berada
di lingkungan yang tidak bersih.
Sebagai
manusia yang hanya bisa pasrah kepada Sang Pencipta, kita memang tidak bisa
melawan kehendak garis tangan ketika tubuh mengalami masalah. Namun, karena
kita diberikan akal untuk berpikir maka berbagai langkah bisa ditempuh untuk
meminimalisasi risiko yang bisa menimpa kita dan keluarga dekat.
Melindungi
keluarga
Memberikan
perlindungan kepada anggota keluarga sebagai pencegahan hal-hal buruk merupakan
sebuah pilihan logis yang harus kita lakukan. Cara itu ditempuh sebagai sarana
proteksi ketika kasus kecelakaan meningkat. Kita tentu tidak ingin kejadian
buruk menimpa orang yang disayangi. Tetapi, langkah antisipasi sejak dini wajib
dilakukan demi terciptanya rasa aman.
Asuransi
kesehatan merupakan salah satu pilihan yang mesti disadari sebagai langkah
bijak yang harus diambil. Mengacu Global Medical Trends Report dari Towers
Watson, rata-rata kenaikan biaya pengobatan di Indonesia mencapai 13,55 persen
per tahun.
Adapun,
rata-rata pendapatan masyarakatnya hanya naik 1,2 persen per tahun. Belum lagi,
biaya kenaikan tarif rumah sakit bisa berkali lipat jumlah kenaikan gaji
karyawan sebuah perusahaan.
Kondisi itu
bisa dijadikan pegangan betapa perlindungan kesehatan terhadap keluarga mutlak
harus diberikan. Bertambahnya ancaman terhadap keluarga dan melonjaknya biaya
kesehatan, namun tidak dibarengi dengan laju pendapatan bisa membuat
perencanaan dalam mengelola keuangan bisa berbahaya jika skenario buruk menimpa
kita.
Mari
berpikir cerdas. Maksudnya, cerdas dalam artian kita harus memikirkan diri
sendiri tanpa perlu harus menyusahkan orang lain. Dengan mendaftarkan premi
kesehatan, ketika peristiwa buruk menyergap secara tiba-tiba, kita tidak perlu
harus membebani orang lain untuk menanggung biaya pengobatan kita. Hal itu juga
berlaku terhadap keluarga yang perlu dilindungi demi masa depan mereka.
Pasalnya,
ketika terdaftar di asuransi kesehatan, kita maupun keluarga saat dirawat di
rumah sakit, tidak perlu khawatir terhadap biaya yang harus dibayarkan.
Sebaliknya, tanpa ikut premi, seseorang bisa mengeluarkan dana sampai ratusan
juta rupiah hanya untuk membayar biaya rawat inap dan pengobatan selama di
rumah sakit.
Kondisi itu
jelas tidak bagus bagi pengelolaan keuangan keluarga yang mempengaruhi tingkat
kesejahteraan. Tabiat masyarakat kita, ketika harus mengeluarkan dana kesehatan
yang tidak direncanakan, biasanya yang dilakukan adalah mengambil porsi yang
sebenarnya diperuntukkan untuk pendidikan atau kebutuhan lain. Malah, tidak
jarang seseorang sampai harus berutang gara-gara ingin melunasi tunggakan biaya
rumah sakit.
Agar tidak
sampai mengalami pengalaman seburuk itu, apa salahnya kita mengikuti premi
kesehatan. Dengan menyisihkan sebagian pendapatan, asalkan alokasi dana
proporsional, menjadi sebuah keniscayaan untuk memberikan perlindungan kepada
diri sendiri maupun orang terdekat.
Sun Life
misalnya, memiliki program asuransi kesehatan senilai Rp 500 ribu per bulan.
Keunggulan program ini adalah peserta asuransi dapat memafaatkan jaringan rumah
sakit dengan pelayanan nomor satu ketika menghadapi sebuah masalah kesehatan.
Dengan menyetorkan dana rutin itu, nasabah bisa mendapat perlindungan yang
dapat dirasakan mulai 15 hari hingga 88 tahun.
Daripada uangnya
digunakan untuk sekadar belanja, lebih baik diikutkan program asuransi.
Kelebihan asuransi adalah mirip dengan orang menabung di bank, namun kita
mendapat keuntungan berupaya perlindungan jaminan kesehatan sebagaimana program
yang diikuti.
Jika pun
nanti kita maupun keluarga tetap sehat walafiat, toh tidak ada yang dirugikan.
Baik kita maupun perusahaan sama-sama mendapat manfaat masing-masing. Kita
sudah melakukan upaya antisipasi demi kebaikan keluarga, dan kita turut
membantu membesarkan perusahaan asuransi untuk menggaji karyawan mereka.
(www.republika.co.id)
No comments:
Post a Comment