Sunday, October 6, 2013

Calon Nasabah Harus Teliti Klausul Aturan Hukum Asuransi




Inilah kebiasaan masyarakat Indonesia yang sulit dihapus. Lemah “membaca” atau ingin instan dalam memahami sesuatu. Kasus penolakan klaim asuransi anak musisi Ahmad Dhani, Abdul Qadir Jaelani (AQJ), adalah contoh nyata. Seharusnya, ketika calon nasabah ingin berasuransi, maka harus paham lebih dahulu klausul-klausul dalam polis asuransi.

Pengamat asuransi, Herris Simandjuntak mengatakan, sebenarnya ini bukan masalah calon nasabah asuransi membaca atau tidak ketentuan yang ada di polis. "Jadi jangan salahkan nasabah, misalnya dalam kasusnya AQJ, ini termasuk yang melawan norma dan melanggar hukum. Sederhana saja. Itu jelas tidak bisa diklaim asuransinya," tegas dia kepada Neraca, Senin (30/9).

Herris juga menjelaskan, calon nasabah seharusnya mengerti konsep risiko, definisi risiko serta jenis-jenis risiko. Kemudian, lanjut dia, setelah paham barulah masuk ke tahap berikutnya. Karena dalam ketentuan atau polis tidak semua hal bisa diasuransikan. “Saya kasih contoh tanaman ganja. Itu tidak bisa diasuransikan karena sangat jelas melanggar hukum," terang dia.

Namun pendapat berbeda diungkapkan Anggota Divisi Pengaduan YLKI, Sularsih. Dia mengatakan, penolakan klaim nasabah oleh perusahaan asuransi yang kerap terjadi ditengarai kurang terbukanya perusahaan asuransi terkait pertanggungan yang akan diterima nasabah.

“Sebenarnya asuransi ada polisnya, yaitu mengenai dokumen mengenai hak dan kewajiban kedua pihak. Dan biasanya dalam polis ada pengecualian-pengeculian. Pihak asuransi seharusnya menyampaikan apa yang di-cover dan apa yang tidak di-cover. Meskipun tidak diminta oleh konsumen.” jelasnya.

Tidak hanya itu, jika pihak asuransi terkesan menyembunyikan atau tidak menjelaskan secara rinci dalam polis asuransi yang ditawarkan, itu artinya mereka juga telah mempertaruhkan kredibilitas perusahaannya. “Ditolaknya klaim nasabah ada beberapa sebab, bisa jadi karena belum memenuhi dokumennya atau memang tidak sesuai dengan apa yang ada dalam polis. Dan termasuk dalam hal yang dikecualikan,” papar Sularsih.

Meski demikian, kata dia, nasabah juga harus jeli dan mengetahui benar isi dalam polis tersebut karena pastinya ada hal-hal penting yang dipertanyakan. Dalam kasus AQJ misalnya, di dalam kecelakaannya terdapat pelanggaran hukum yang dikecualikan di dalam polis asuransi yang dipegangnya. “Kedua pihak harus terbuka dan fair karena asuransi berkaitan dengan kepercayaan, dan juga berkaitan dengan risiko.” ujarnya.

Ketua Dewan Asuransi Indonesia, Kornelius Simanjuntak, mengungkapkan perjanjian polis asuransi memiliki beragam kesepakatan antara perusahaan penyedia jasa asuransi dan pesertanya. "Perjanjian mengalihkan risiko dalam kehidupan ini sangat beragam, meski nyaman di ruangan ini risiko pasti terjadi, risiko pasti terjadi karena perbuatan dari manusia, ada tindakan positif ada yang tidak, yang sesuai dengan hukun bahkan melanggar," kata dia.

Kornelius menegaskan, tidak semua risiko yang dialami peserta asuransi ditanggung oleh perusahaan penyedia jasa asuransi. Dalam setiap polis asuransi, terdapat kalim yang tidak dijamin oleh perusahaan.

OJK Lepas Tangan

Sementara Staf Ahli Deputi Komisioner Industri Keuangan Non Bank OJK, R Monang, mengaku bahwa regulator tidak mau ikut campur urusan yang terjadi dalam kasus AQJ. “Secara umum kita menghindari kasus-kasus seperti ini. Karena sebenarnya masalah ini merupakan persoalan antara nasabah dan perusahaan jasa asuransi. Sedangkan OJK secara legal tidak berurusan dengan hal itu,” aku Monang.

Lebih lanjut dia mengatakan, secara legalitas peran OJK tidak diwajibkan untuk mengurusi hal-hal yang berbau kontrak antara nasabah dan perusahaan. Karena dalam kontrak itu sendiri terdapat klausul khusus yang diterapkan perusahaan jasa asuransi kepada calon nasabah. Sehingga ia menilai seharusnya setiap nasabah mengetahui klausul-klausul itu sendiri saat akan ikut asuransi.

“Sebetulnya itu hal umum loh tertera dalam klausul waktu akan ikut asuransi. Bahwa pihak perusahaan tidak akan menanggung klaim yang melibatkan pelanggaran hukum. Semestinya setiap nasabah sudah tahu itu,” terang dia.

Kemudian Monang menegaskan secara umum setiap perusahaan asuransi memang tidak akan membayar polish nasabah yang dalam klaimnya terkait kasus hukum. Dia mencontohkan jika ada pabrik narkoba yang asetnya diasurasnsikan maka ketika terjadi kebakaran pihak asuransi tentu tidak akan membayarnya. Sebab secara etika hal itu dapat merusak citra perusahaan.

“Kasus AQJ kan kontennya ada pelanggaran hukum. Kebut-kebutan, tidak punya SIM, juga pengemudinya masih di bawah umur,” tambahnya. Meski begitu Monang mengaku pihak OJK tetap mungkin terlibat dalam untuk mengurusi hal seperti itu.

Pasalnya OJK sendiri tetap bisa melakukan intervensi kepada industri keuangan di Indonesia. Tapi hal tersebut baru akan dilakukan jika memang dianggap perlu. “Bisa saja sih OJK ikut terlibat dalam kasus-kasus seperti itu. Tapi sifatnya common sense (kesadaran) bukan wajib. Jadi jika memang dianggap perlu saja baru kita ikut berperan,” terang Monang. (www.neraca.co.id)

No comments:

Post a Comment