Sunday, October 6, 2013

CSR di Tengah Rencana SJSN



Almujizat
Pemerhati CSR

Ramai dengan pendapat yang kontra tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) tidak membuat pemerintah bergeming. Tetap dengan rencananya, pemerintah akan mulai melaksanakan SJSN pada awal Januari 2014. Bagi pemerintah, SJSN dianggap sebagai solusi terhadap persoalan yang dirasakan rakyat terhadap layanan kesehatan dan jaminan ketenaga kerjaan.



Menurut UU No. 40 Tahun 2004, SJSN adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial. Ada dua program jaminan sosial dalam SJSN, pertama jaminan kesehatan, dan kedua jaminan ketenagakerjaan. Jaminan ketenagakerjaan meliputi jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pension dan jaminan kematian. Lebih lanjut dalam UU disebutkan SJSN dianggap penting dilakukan menimbang setiap orang berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak dan meningkatkan martabat. Dengan SJSN orang miskin atau kalangan tidak mampu akan dibiayai oleh Negara melalui APBN dengan istilah Penerima Bantuan Iuran (PBI). Diluar orang miskin dan kalangan tidak mampu, setiap warga negara harus membayar iuran setiap bulan. Kenyataan ini menjadi berbeda dengan Jamkesmas selama ini yang tidak perlu menjadi peserta dan membayar.

Banyak kalangan yang terkejut dengan sistem pelaksanaan SJSN. SJSN dianggap menjadi bentuk pembodohan logika dalam sistem penyelenggaraan bernegara. Sistem jaminan sosial khususnya dalam bidang kesehatan akan mengalihkan sebagian tanggungjawab pelayanan kesehatan oleh pemerintah kepada rakyat. Selain membebani rakyat, sistem pelayanan kesehatan tersebut bersifat diskriminatif sebab yang ditanggung oleh pemerintah hanyalah orang miskin saja. Sementara yang dianggap mampu harus membayar sendiri. Tragisnya lagi, pelayanan kesehatan terhadap rakyat dibedakan berdasarkan status ekonomi dan jabatannya.

Pendapat yang kritis juga dilayangkan oleh serikat pekerja. Banyak juga yang menolak. Menurut mereka adanya SJSN membuat beban kepada pekerja menjadi bertambah karena iuran Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) yang tadinya dibayarkan sepenuhnya oleh perusahaan beralih ke pekerja. Berdasarkan UU Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek, iuran JPK sepenuhnya ditanggung pengusaha dengan besaran 3% dari upah sebulan, dan 6% dari upah sebulan bagi pekerja berkeluarga. Tetapi dengan berlakunya UU SJSN dan UU BPJS, para pekerja mesti mengalami pemotongan upah sebesar 2% dari upah sebulan.

Bagaimana respon dunia usaha terhadap SJSN? Sejauh ini sudah 268.417 perusahaan yang telah mendaftar kepada Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS). BPJS adalah badan yang ditunjuk berdasarkan UU BPJS N0. 24/2011 untuk melaksanakan SJSN. Menurut Elvyn G Masassya, Direktur Utama PT Jamsostek angka tersebut belum semuanya, masih banyak yang belum mendaftar (okezone, 9/04).

Guru Besar Pusat Kajian dan Kebijakan Kesehatan Fakulas Kesehatan Masyarakat UI Hasbullah Thabrany dalam sebuah seminar mengatakan, dalam praktiknya nanti SJSN belum 100% optimal, karena masih banyak perusahaan yang belum mau bergabung menjadi peserta BPJS. Faktor utamanya adalah perusahaan sudah bekerjasama dengan asuransi kesehatan komersial yang lain. Dengan kata lain manfaat yang diperoleh nantinya dikhawatirkan akan berkurang jika perusahaan mendaftar di BPJS. Katanya lagi banyak karyawan di beberapa perusahaan swasta di Indonesia mempunyai dokter pribadi masing-masing di beberapa Rumah Sakit karena fasililitas yang diberikan asuransi komersial. Kedekatan karyawan dan dokter pribadi tersebut menjadi salah satu penyebab lain sehingga perusahaan masih menunda menjadi peserta BPJS kesehatan.

Jika ditilik dari pendapat Hasbullah Thabrany, dari segi jaminan kesehatan banyak perusahaan yang sudah melaksanakan jaminan kesehatan dengan standar yang lebih baik dari BPJS. Dalam hal ini pekerja justru menjadi pihak yang dirugikan apabila SJSN jadi diberlakukan karena beban biaya yang akan bertambah dibandingkan saat tidak perlu membayar apa-apa karena perusahaan yang membayarkan.

Jika memang demikian, maka layaklah sikap kritis dilayangkan kepada SJSN. Karena dalam beberapa hal justru SJSN membuat sejumlah standar layanan menjadi berkurang dari sebelumnya. Mestinya sebagai sebuah sistem baru, SJSN memiliki nilai lebih dibanding dengan kondisi sebelumnya. Peran Negara yang harusnya menjadi penanggung jawab dalam pelayanan kepada rakyat justru hilang berganti dengan keharusan rakyat yang membayar sendiri atas layanan kesehatan yang semestinya diberikan secara gratis.

Bagi dunia usaha, memang sudah semestinya memberikan fasilitas yang lebih baik daripada apa yang diberikan jika masuk dalam BPJS. Komitmen tersebut terbangun dengan kesadaran bahwa karyawan adalah asset yang berharga bagi keberlangsungan usaha. Pekerja yang mendapatkan fasilitas yang baik akan memberikan prestasi kerja yang maksimal sehingga pada akhirnya berpengaruh posistif bagi pendapatan perusahaan.

Ditinjau dari sudut ISO 26000, lebih jauh urusan yang terkait dengan karyawan (labour practices) merupakan praktek CSR bersama dengan aspek-aspek lainnya yang harus menjadi perhatian perusahaan.

Disebutkan dalam ISO 26000, ada tujuh hal utama (7 core subjects) yang masuk dalam tanggung jawab sosial perusahaan yaitu, tata kelola organisasi (organizational governance), isu HAM (human rights), urusan perburuhan (labour practices), isu lingkungan (environment), praktek operasi perusahaan yang memenuhi kaidah dan etika (fair operating practices), tanggung jawab terhadap konsumen (consumer issues), dan pelibatan dan pengembangan komunitas (community involvement and development).

ISO 2600 merupakan guidance bagi dunia usaha dalam menjalankan perannya dan bagaimana memiliki tanggung jawab sosial (corporate social responsibility).

Pemenuhan hak-hak terhadap karyawan secara baik dan melebihi dari apa yang digariskan dalam aturan dan perundang-undangan adalah wujud CSR. Pelaksanaan CSR tersebut pada akhirnya diyakini akan memberikan kontribusi dalam kinerja dan keberlanjutan perusahaan. (http://www.rumahcsr.co.id)

No comments:

Post a Comment