Sunday, October 6, 2013

Dua Wisata Kuburan Terkenal di Tana Toraja



Wisata di Tana Toraja hanya sebatas Rumah Adat Tongkonan dan Kuburan, kalau beruntung kita bisa menyaksikan upacara adat pemakaman di sana yang biasanya digelar secara besar-besaran dan menyedot perhatian banyak wisatawan. Kalau ditanya kenapa harus tertarik dengan Tongkonan dan Kuburan yang ada di Toraja. Ya karena unik bentuk rumahnya yang atapnya menyerupai tanduk kerbau, bagi orang Toraja kerbau adalah harta, semakin banyak tanduk kerbau yang dipajang di depan rumah menandakan kalau si empu rumah adalah orang kaya dan bangsawan. Harga kerbau di Toraja memang tidak main-main, bisa mencapai ratusan juta rupiah, apalagi jika kerbaunya kerbau yang berwarna putih atau kerbau bule.

Apa yang menarik dari kuburan orang Toraja? Tidak kalah unik dengan rumah adatnya, kuburan orang Toraja serta prosesi pemakamannya juga sangat unik. Kuburan biasanya diletakkan di tebing-tebing batu tinggi yang dilubangi kotak-kotak sesuai ukuran peti mati dan biasanya di depan tebing ada Tau-Tau atau boneka orang yang meninggal.

Ada dua kuburan yang terkenal di Tana Toraja, sebut saja Londa dan Lemo. Dua-duanya menjadi tujuan utama saya ke Tana Toraja ini. Untuk bisa masuk ke Londa setiap pengunjung diwajibkan membayar 5 ribu rupiah. Murah, tapi untuk masuk ke dalam saya harus menyewa lampu petromaks dan guide-nya sekalian sebesar 25 ribu rupiah. Karena peti-peti mati yang menjadi daya tarik turis letaknya jauh di dalam gua yang gelap, basah, dan licin. Dasar saya backpacker kere alias miskin yang tidak mau keluar uang, saya tidak kurang akal, ketika dicegat para tukang lampu yang menjajakan jasanya langsung saya tolak “Saya ada handphone pak, canggih loh fiturnya, ada lampu senternya hehe”.  Akal  cerdik dan paling bulus adalah menunggu di depan pintu masuk gua dan ketika ada pengunjung lain yang menyewa lampu masuk langsung saja saya ikutan nebeng ehehe.

Dan memang jalan di dalam gua sangat gelap dan licin, pakai petromaks pun pandangan hanya sebatas 1 meter saja. Dasar saya hanya nebeng jadi sering ketinggalan sama tukang lampunya yang sudah empet lihat saya. Pakai senter di handphone pun tidak membantu, tapi lumayan lah daripada gelap sama sekali. Di dalam gua banyak peti mati di geletakkan di pojok-pojok gua. Tukang lampu yang nyambi jadi guide menerangkan kepada pengunjung yang menyewanya, saya sih gak mau rugi, kalau nebeng itu harus totalitas, jadilah saya curi dengar setiap penjelasan dari tukang lampu yang nyambi jadi guide hehehe.


Katanya sih orang-orang yang meninggal dan di letakkan di Londa adalah anggota keluarga dari kalangan bangsawan saja. Jaman dulu supaya jenazah tidak bau, mayat dilumuri rempah-rempah sebelum diletakkan di gua, sekarang jaman sudah modern jadi cukup dengan formalin saja. Bagi kalian yang mau mengunjungi Londa dan mau menghemat uang untuk menyewa lampu petromaks, bawalah senter dari rumah. Dan bagi yang phobia gelap tidak disarankan masuk daripada kena serangan jantung dan mati di sana, jadi jangan menambah mayat.

Kuburan kedua yang menjadi highlight saya adalah Lemo, letaknya di tebing batu dan sekelilingnya adalah sawah. Tidak seperti Londa yang mengharuskan pengunjung bergelap-gelapan ria, kalau Lemo cukup terang dan letaknya tidak di dalam gua. Peti-peti mati di masukkan ke dalam lubang-lubang di tebing batu dan pastinya ada boneka yang menyerupai orang yang meninggal atau Tau-Tau.

Lemo

Sedikit cerita rakyat boleh percaya boleh tidak, saat prosesi pemakaman peti mati akan melayang sendiri masuk ke dalam lubang tanpa bantuan manusia. Dan disaat prosesi tersebut setiap orang yang hadir tidak boleh berbicara sepatah katapun, makanya dilarang bagi anak kecil untuk menghadiri prosesi pemakaman yang dikhawatirkan akan menangis dan menggagalkan prosesi pemakaman.

Boleh percaya boleh tidak, saya sendiri belum pernah menyaksikannya tapi tahu sendiri kalau di Indonesia hal-hal berbau klenik masih ada. Jadi saya ingin sekali melihat peti mati melayang di depan mata kepala saya sendiri.

Untuk masuk ke lokasi Lemo pengunjung diwajibkan membayar sebesar 10 ribu. Sebenarnya masih banyak sekali obyek wisata di Tana Toraja tapi waktu sudah sore dan mendung jadi saya putuskan untuk kembali ke Rantepao untuk menunggu bis kembali ke Makassar. Toh saya sudah cukup puas melihat Tongkonan dan Kuburan, saya yakin lokasi wisata yang lain juga tidak jauh kuburan dan Tongkonan juga. Kalau boleh saya kembali lagi ke Tana Toraja saya ingin ke Batutumonga deh. (http://www.alidabdul.com)

No comments:

Post a Comment