Thursday, October 17, 2013

Masa Transisi Pelaksanaan Outsourcing Diminta Diperpanjang



"Para pemangku kepentingan merasa tidak siap, mulai dari perusahaan outsourcing, pemberi kerja sampai dinas tenaga kerja."

Ketua Asosiasi Bisnis Alih Daya Indonesia (Abadi), Wisnu Wibisono, berharapmasa transisi pelaksanaan outsourcing seperti diatur dalam Permenakertrans No.19 Tahun 2012 perlu diperpanjang. Alasannya, para pemangku kepentingan seperti perusahaan outsourcing, pemberi kerja sampai dinas tenaga kerja dinilai belum siap melaksanakannya. Kesimpulan itu dia peroleh dari pengakuan para perusahaan yang hendak menggunakan mekanisme outsourcing sebagaimana diatur dalam Permenakertrans Outsourcing.

Berdasarkan pengakuan itu Wisnu mengatakan banyak praktik di lapangan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Permenakertrans Outsourcing. Misalnya, perusahaan penerima pemborongan pekerjaan diminta melapor ke dinas tenaga kerja. Kemudian, perusahaan yang ingin menggunakan mekanisme outsourcing diminta data kepesertaan Jamsostek para pekerjanya.

Parahnya lagi, Wisnu melanjutkan,perusahaan yang hendak menunaikan kewajiban administratif di dinas tenaga kerja dipungut sejumlah uang. Atas dasar itu Wisnu menganggap para pemangku kepentingan belum siap melaksanakan regulasi tersebut. “Kami minta perpanjangan masa transisi pelaksanaan Permenakertrans Outsourcing,” katanya kepada wartawan dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (16/10).

Menurut Wisnu ada beberapa penyebab kisruhnya persiapan pelaksanaan Permenakertrans Outsourcing. Diantaranya, pemerintah minim melakukan sosialisasi lewat Surat Edaran Menakertans No.04 Tahun 2013 tentang Pedoman Pelaksanaan Permenakertrans No.19 Tahun 2012. Selain itu, Wisnu menganggap penerbitan SE Menakertrans tentang Pedoman Pelaksanaan tersebut sangat terlambat yaitu selang dua bulan sebelum Permankertrans Outsourcing dilaksanakan atau masa transisinya berakhir.

Padahal, sosialisasi itu bagi Wisnu sangat penting untuk seluruh pemangku kepentingan agar punya pemahaman yang sama dalam melaksanakan Permenakertrans Outsourcing serta SE Pedoman Pelaksanaan tersebut. Akibat minimnya sosialisasi, para pemangku kepentingan kebingungan menjalankan regulasi yang ditujukan untuk mengatur pelaksanaan outsourcing itu.

Bahkan sampai hari ini Wisnu memperkirakan 70 persen sektor usaha kesulitan menjalankan Permenakertrans Outsourcing dan SE Pedoman Pelaksanaan. Pasalnya, sebagaimana ketentuan Permenakertrans Outsourcing, asosiasi sektor usaha harus membuat alur kegiatan. Dengan minimnya sosialisasi, sektor usaha mengalami sejumlah kendala. Seperti kesulitan mengumpulkan anggota-anggotanya untuk menentukan alur kegiatan di sektor yang bersangkutan.

Apalagi dalam satu asosiasi sektor usaha menurut Wisnu tidak hanya memiliki satu alur kegiatan. Mengingat pemerintah minim melakukan sosialisasi, Wisnu mengusulkan agar masa transisi pelaksanaan Permenakertrans Outsourcing diperpanjang. Di samping itu banyak perusahaan yang belum bergabung dengan asosiasi sektor usaha. “SE Pedoman Pelaksanaan itu baru diterbitkan awal September 2013, jadi sosialisasi yang dilakukan pemerintah belum cukup,” ujarnya.

Soal pungutan liar, Wisnu menekankan dalam Permenakertrans Outsourcing ditegaskan tidak ada pungutan bagi perusahaan yang menunaikan kewajiban administratif. Namun, mengingat ketentuan itu tidak dilaksanakan, maka perusahaan kewalahan ketika dikenakan pungutan karena tidak mengalokasikan anggaran untuk biaya administrasi tersebut. Jika mau ditetapkan biaya administratif, Wisnu berpendapat agar pemerintah menerbitkan peraturannya. Sehingga ada tarif resmi dan perusahaan bisa menyiapkan anggarannya. “Kalau pungutan itu kan tidak ada tanda bukti pembayarannya, kami kebingungan dan itu bukan pungutan resmi,” keluhnya.

Sebelumnya, Direktur Persyaratan Kerja, Kesejahteraan dan Analisis Diskriminasi, Sri Nurhaningsih, memantau di masa berakhirnya masa transisi Permenakertrans Outsourcing banyak perusahaan yang hendak menggunakan outsourcing sibuk melaksanakan kewajiban administratifnya. Walau begitu ia mengakui ada kendala pelayanan di tingkat dinas tenaga kerja, khususnya terkait adanya pungutan.

Untuk mengatasi hal tersebut Sri mengaku Dirjen PHI dan Jamsos Kemnakertrans, Ruslan Irianto Simbolon, sudah berkomunikasi dengan dinas tenaga kerja. Seperti Kepala Disnakertrans DKI Jakarta. Lewat upaya itu diharapkan pelayanan yang dilakukan dinas tenaga kerja lebih baik, khususnya terkait pelaksanaan Permenakertrans Outsourcing. “Karena kami tahu perusahaan cukup repot melaksanakan Permenakertrans Outsourcing, jadi kita akan lancarkan prosesnya,” paparnya.

Sedangkan Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Kesejahteraan Pekerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi DKI Jakarta, Hadi Broto, mengatakan Disnakertrans DKI Jakarta sudah melakukan sosialisasi ke setiap Sudinakertrans di lima wilayah kota di Jakarta. Sosialisasi itu ditujukan agar Sudinakertrans mengerti Permenakertrans Outsourcing. Bentuk sosialisasi itu menurut Hadi dilakukan dengan cara mengumpulkan para perusahaan terkait baik perusahaan outsourcing ataupun pemberi pekerjaan. Termasuk para pekerja yang dipekerjakan di perusahaan penyedia jasa pekerja (PPJP). Bahkan petugas Disnakertrans menyambangi perusahaan secara door to door.

Hadi pun mengimbau kepada para perusahaan agar memahami ketentuan yang termaktub dalam Permenakertrans Outsourcing. Seperti syarat-syarat administratif yang perlu dipenuhi perusahaan outsourcing yang menggunakan mekanisme pemborongan pekerjaan, PPJP ataupun pemberi kerja. “Sosialisasi dimaksudkan agar semua paham, jadi semua sama pengetahuannya jadi tidak ada lagi pemanfaatan atas kelemahan orang lain,” urainya.

Hadi mengingatkan, outsourcing bukan persoalan baru di ranah hukum ketenagakerjaan. Sebab, ketentuan itu sudah tercantum dalam UU Ketenagakerjaan. Oleh karenanya, para perusahaan seharusnya tidak kaget dengan diterbtkannya Permenakertrans Outsourcing. Apalagi, ada masa transisi yang diberikan sebelum Permenakertrans Outsourcing dijalankan.

Terkait pungutan liar, Hadi menegaskan agar perusahaan lebih mengutamakan untuk memahami ketentuan Permenakertrans Outsourcing. Sebab dalam regulasi itu menegaskan tidak dikenakan biaya apapun. Pada praktiknya, selain ada oknum di tingkat dinas ketenagakerjaan yang melakukan pungutan, Hadi pun menjelaskan tak jarang perusahaan berniat memberikan imbal jasa agar petugas melakukan penyimpangan terhadap ketentuan yang telah ditetapkan. “Pokoknya, ikuti aturan saja, agar pelaksanaan Permenakertrans Outsourcing dapat menciptakan hubungan industrial yang harmonis,” pungkasnya. (www.hukumonline.com)

No comments:

Post a Comment