Pemberlakuan
sistem jaminan kesehatan nasional (JKN) per 1 Januari 2014 semakin mepet. Pada
tahun pertama pemberlakuan sistem asuransi nasional itu akan menyasar sekitar
121 juta penduduk Indonesia. Para dokter, sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan,
meminta pembagian dimuka.
Ketua Umum
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zaenal Abidin menuturkan, pembagian jatah dokter
itu harus jelas. "Khususnya untuk alokasi pembayaran premi yang dibayarkan
kepada PBI (penerima bantuan iuran, red)," katanya pada peluncuran
Indonesian Hospital and Clinic Watch (Inhotch) di Jakarta kemarin.
Dalam
program JKN nanti, pemerintah menalangi iuran premi asuransi Rp19
ribuan/orang/bulan untuk 84,6 juta lebih masyarakat miskin dan rentan miskin.
Zaenal mengatakan sampai saat ini besaran premi yang ditanggung pemerintah itu
masih belum pasti.
Dia
berharap premi yang rendah itu dinaikkan menjadi Rp 27 ribu/orang/bulan.
Operator pelaksana JKN nantinya adalah Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial
(BPJS) Kesehatan.
Dia
mengatakan sampai detik ini pemerintah belum menuntaskan aturan pembagian uang
premi tadi. "Padahal masa pemberlakuan JKN semakin mepet," katanya.
Menurut
Zaenal pemerintah harus membagi iuran premi tadi di awal. "Misalnya untuk
dokter berapa persen, rumah sakit berpara persen, dan lembaga BPJS berapa
persen. Itu semua harus diatur di awal," katanya.
Dia
berharap BPJS tidak memberikan uang iuran premi itu secara gelondongan ke rumah
sakit. Sebab nanti terjadi masalah saat pembagian prosentasenya. Diantara
pembaginya nanti bisa untuk dokter, apotek (obat-obatan), perawat, dan
keperluan medis lainnya.
Terkait
kesiapan para dokter sendiri, Zaenal mengatakan pihak IDI siap membantu
melakukan pelatihan penerapan JKN. Dia mengatakan sampai saat ini belum
disosialisasikan sistem rekrutmen/kontrak dokter oleh BPJS. Dia mengatakan
pemenuhan dokter oleh BPJS diproyeksikan bakal bertahap hingga 2019 nanti.
Sementara
itu Direktur Eksekutif Inhotch Fikri Suadu menyorot persiapan infrastruktur
medis menjelang penerapan JKN. Dia mengatakan pelayanan kesehatan yang ideal
pada sistem JKN adalah pelayanan yang adil, manusiawi, dan tanpa diskriminasi.
Dia
mengatakan posisi saat ini, kondisi infrastruktur kesehatan dan tenaga medis
masih dibawah kondisi mumpuni untuk penerapan JKN. Untuk kondisi rumah sakit
(RS) misalnya, dari 746 unit RS umum pemerintah masih ada 126 unit RS
diantaranya tidak memiliki dokter spesialis penyakit dalam.
Kelamahan
lainnya ada di urusan kamar perawatan. Dia mengatakan dari 685 rumah sakit umum
permerintah, hanya memiliki 101.039 buah tempat tidur perawatan dimana 46.986
tempat tidur diantaranya kategori kelas III. "Jumlah tempat tidur kelas
III itu masih minim. Padahal penting bagi penerapan JKN," kata Fikri.
Jumlah
tempat tidur kelas III yang hanya 46.986 unit itu, sangat kecil jika
dibandingkan jumlah penduduk miskin yang mencpaai 28,5 juta jiwa.
Perbandingannya 1 tempat tidur perawatan kelas III diperebutkan oleh 608
masyarakat miskin. (sumeks.co.id)
No comments:
Post a Comment