Diceritakan dari Abu Hurairah r.a.
bahwa ia mendengar Rasulullah Saw bersabda, “Barangsiapa yang melaksanakan
ibadah haji dan tidak mengucapkan rafats serta tidak melakukan
kefasikan, maka sekembalinya dari ibadah haji, ia bak dilahirkan kembali oleh
ibunya (dalam keadaan suci).” (HR Imam Bukhari dan Imam Muslim).
Dalam riwayat lain disebutkan
bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Tidak ada pahala yang paling pantas bagi ibadah
haji mabrur, kecuali surga dari Allah SWT. Adapun makna haji mabrur adalah
ibadah hajinya seseorang yang terhindar dari segala bentuk kemaksiatan.” (HR Imam
Bukhari dan Imam Muslim).
Sejatinya hal ini merupakan satu
dari sekian banyak keagungan dan keutamaan Allah SWT yang telah Ia berikan
kepada umat Islam di muka bumi ini. Melalui ibadah haji, Allah SWT membersihkan
serta menyucikan jiwa umat Islam, agar mereka semua berhak menerima ridha-Nya.
Sehingga mereka dapat merasakan kenikmatan
pahala yang diberikan oleh Allah SWT.
Bukan hal yang sulit bagi manusia
untuk secara ikhlas mempersembahkan semua amal ibadahnya hanya kepada Allah SWT.
Karena ketika jiwanya suci, manusia tentu akan terbebas dari segala bentuk
kekejian, serta terhindar dari segala macam perbuatan dosa.
Kebersihan dan kesucian jiwa ini
sudah selayaknya dijaga dan selalu dipertahankan sepanjang hayat. Karena Allah
SWT telah menyiapkan kesempatan emas bagi para hamba-hamba-Nya, agar ia bisa
memiliki derajat seperti derajat para malaikat ketika berada di sisi-Nya. Jadi
sebuah kewajiban bagi umat Islam untuk selalu menjaga jiwa dan raganya agar
selalu bersih dan suci selama-lamanya.
Umat Islam, ketika sudah melaksanakan
semua rangkaian ibadah haji, sejatinya ia telah benar-benar bertaubat kepada Allah
SWT. Ia juga telah berjanji kepada-Nya untuk tidak melanggar kembali larangan-larangan-Nya.
Serta ia harus senantiasa berusaha terus berjalan di jalan yang lurus mengikuti
arahan petunjuk Allah SWT. Sebagaimana jalan para hamba-Nya yang telah
diberikan banyak kenikmatan. Bukan malah mengikuti jalan yang tidak dikehendaki
oleh Allah SWT, atau bahkan jalannya orang-orang yang sesat dan menyesatkan.
Atas amalan taubat inilah, manusia
akan dapat menyucikan batinnya. Menyucikan batin sudah seyogianya ia lakukan
dengan terlebih dulu menyucikan lahiriahnya; yaitu ketika ia mandi membersihkan
badan untuk ibadah ihram. Lalu untuk mensimbolkan keikhlasan lahir dan batinnya
maka dikenakanlah pakaian yang indah, yaitu pakaian ihram: sehelai kain putih
yang bersih dan suci, yang tidak dikotori oleh noda dosa dan najis.
Semua ini –sekali lagi– dapat
ditegaskan melalui kalimat talbiyah yang selalu diucapkan selama melaksanakan
ibadah haji:
لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ،
لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ
لاَشَرِيْكَ لَكَ
“Aku memenuhi panggilan-Mu, ya Allah aku memenuhi
panggilan-Mu. Aku memenuhi panggilan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu, aku memenuhi
panggilan-Mu. Sesungguhnya pujaan dan nikmat adalah milik-Mu, begitu juga
kerajaan, tiada sekutu bagi-Mu.”
Ibadah haji ini pada dasarnya adalah ibadah
yang dimulai dari prosesi
pensucian lahir, batin, dan pensucian
diri dari segala ucapan buruk dan dusta, menyucikan
diri dengan tidak melakukan tindakan-tindakan yang dapat mencederai kualitas ibadah ataupun
menyakiti orang lain, bahkan hewan sekalipun.
Oleh sebab itu, sifat-sifat kebersihan
dan kesucian jiwa raga ini wajib dijaga kendati ibadah haji telah usai dilaksanakan.
Dengan ungkapan lain, kita senantiasa menjaga diri kita dari segala bentuk
perbuatan dosa dan kemaksiatan sampai akhir hayat. Karena di dalam ibadah haji
tersebut, di dalamnya terdapat suratan janji antara manusia dan Allah SWT bahwa
ia akan memasrahkan dirinya kepada-Nya dengan penuh keikhlasan dan ketakwaan. Sudah sewajarnya bila umat Islam harus bisa menepatinya.
Sebagaimana firman Allah SWT:
“Dan tepatilah perjanjian
dengan Allah apabila kamu berjanji (bersumpah) dan janganlah kamu membatalkan sesudah
meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu. Sesungguhnya
Allah mengetahui apa yang kamu perbuat. Janganlah kamu seperti seorang
perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi
cerai berai kembali. Kamu menjadikan sumpahmu sebagai alat penipu di antaramu,
disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang
lain. Sesungguhnya Allah hanya menguji kamu dengan hal itu. Dan sesungguhnya di
hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu.” (QS An-Nahl
[16]: 91-92).
Perbuatan melanggar janji antar-sesama manusia merupakan
salah satu tanda-tanda kemunafikan. Lalu ada apakah sehingga manusia tidak
menepati janji yang telah ia sepakati; baik dengan manusia yang lain maupun
dengan Tuhanya? Sementara Rasulullah Saw sendiri telah menjelaskan tanda-tanda
kemunafikan kepada kita, sebagaimana sabda beliau:
“Ada empat perkara di
mana bila keempat-empatnya ada di dalam diri manusia maka ia termasuk murni orang
munafik. Barangsiapa bila salah satu dari empat perkara tersebut ada dalam
dirinya, maka ia adalah orang munafik sampai ia benar-benar telah
meninggalkannya. Keempat perkara tersebut adalah, pertama, jika
dipercaya atau diberi amanah, ia berkhianat. Kedua, bila berbicara, ia
berdusta. Ketiga, jika berjanji, ia tidak menepatinya. Keempat, dan bila ia bersaing atau berdebat,
ia akan membenarkan yang salah dan menyalahkan yang benar.” (HR Imam Bukhari
dan Imam Muslim dari Abdullah Bin Amru bin Ash r.a.)
Dikisahkan oleh Abu Hurairah r.a.
bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga, pertama,
jika berkata, ia berdusta. Kedua, ketika berjanji, ia tidak menepatinya.
Ketiga, saat ia dipercaya atau diberi amanah, ia berkhianat.” (HR Imam Bukhari
dan Imam Muslim).
Berdasarkan hadits-hadits di atas,
maka barangsiapa yang berjanji kepada Allah SWT lalu tidak menepatinya, dan
barangsiapa yang berkata mengenai hal-hal kebaikan namun ia tidak pernah
melakukannya, maka Allah SWT telah benar-benar mengancamnya melalui firman-Nya:
“Wahai
orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu
kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang
tidak kamu kerjakan.” (QS Ash-Shaf [61]: 2-3).
Jika umat Islam dapat menyucikan dirinya melalui ibadah
haji, lalu senantiasa menjaga kesucian tersebut meskipun telah selesai
melaksanakan ibadahnya, maka ia akan mendapatkan kesejahteraan dan kebahagiaan
hakiki. Ia akan mendapatkan kebahagiaan duniawi, karena Allah SWT akan menanggung semua kebutuhan
hamba-hamba-Nya yang senantiasa berlindung hanya kepada-Nya. Allah SWT juga akan memberikan hidayah kepada
mereka yang selalu bertakwa.
Dengan selalu dalam ketakwaan, Allah juga akan
memberikan kenikmatan dan ketenteraman hidup kepada mereka. Sebagaimana
janji-Nya:
“Barangsiapa yang
mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki maupun perempuan, dalam keadaan
beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik. Dan
akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa
yang telah mereka kerjakan.” (QS An-Nahl [16]: 97).
Allah SWT telah berjanji akan menanggung semua kebutuhan
hamba-hamba-Nya yang benar-benar bertakwa hanya kepada-Nya. Dan Allah SWT akan
memberikan rezeki kepada para hamba-Nya yang bertakwa dari sumber yang tidak
disangka-sangka, bahkan tidak terduga. Sebagaimana dalam firman-Nya:
“Barangsiapa
bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan
keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.
Barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan
keperluannya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang dikehendaki-Nya. Dan
Dia telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS Ath-Thalâq [65]: 2-3).
Dan barangsiapa merahasiakan ibadah-ibadahnya hanya kepada
Allah SWT dan tidak dipamerkan kepada siapapun, serta senantiasa memohon ampun
kepada-Nya, maka Allah SWT akan membalasnya dengan limpahan nikmat-Nya yang datang
tak terduga. Adapun awal mula manusia berserah diri kepada Allah SWT diawali dengan permintaan ampunan kepada-Nya. Sebagaimana firman Allah SWT:
“Maka aku katakan
kepada mereka, Mohonlah ampun kepada Tuhanmu. Sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan
hujan kepadamu dengan lebat; melimpahkan harta dan anak-anakmu; dan mengadakan untukmu
kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS Nuh [71]: 10-12).
Dan sebagaimana firman Allah SWT
dalam cerita Nabi Hud a.s.:
“Dan (dia berkata),
‘Wahai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya,
niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan
kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa’.” (QS Hûd
[11]: 52).
Ini adalah janji Allah SWT untuk menjaga para hamba-Nya di
dunia. Demikian juga bahwa kepedulian dan kebijaksanaan Alah SWT tidaklah hanya
sebatas pada kehidupan duniawi semata. Melainkan pada kehidupan akhirat kelak.
Di akhirat nanti, Allah SWT akan memberikan pahala yang sangat besar bagi para
hamba-Nya yang bertakwa dan berpegang teguh pada ketauhidan; bahwa tidak ada
Tuhan selain Allah SWT, juga Allah SWT akan melimpahkan rahmat-Nya kepada
mereka di hari kiamat nanti. Hal ini sebagaimana tersurat dalam firman-Nya:
“Dan
ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan. Dan sesungguhnya
di sisi Allah lah pahala yang besar. Wahai orang-orang beriman, jika kamu
bertakwa kepada Allah, Kami akan memberikan kepadamu pertolongan. Dan Kami akan
jauhkan dirimu dari kesalahan-kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa) mu. Sesungguhnya
Allah mempunyai karunia yang besar.” (QS Al-Anfâl [8]: 28-29).
Penutup
Sebagai kalam akhir, manusia yang paling mulia di sisi Allah
SWT adalah mereka yang senantiasa bertakwa hanya kepada-Nya semata. Makna dari
kalimat “yang paling bertakwa” adalah manusia yang selalu bersuci dan senantiasa
menjaga diri agar tetap suci --baik lahir maupun batin. Allah SWT juga tidak akan pernah
menyia-nyiakan para hamba-Nya yang bertakwa. Karena Allah SWT adalah Dzat Yang
Maha Mulia lagi Maha Bijaksana. Sebagaimana dalam firman-Nya:
“Wahai orang-orang
yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang
lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik daripada mereka. Jangan pula
sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan
itu lebih baik. Janganlah suka mencela dirimu sendiri (sesama Muslim) dan
jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah
(panggilan) yang buruk sesudah iman (semisal panggilan fasik, kafir dan lainnya). Dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang dzalim. Wahai orang-orang yang beriman,
jauhilah kebanyakan buruk-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purbasangka
itu dosa. Janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah
menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan
daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha
Penyayang. Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara
kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. Orang-orang Arab
Badui itu berkata, ‘Kami telah beriman.’ Katakanlah, ‘Kamu belum beriman, tapi
katakanlah ‘kami telah tunduk’, karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu;
dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi
sedikitpun pahala amalanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (QS Al-Hujurât [49]: 11-14).
Alhamdulillah …
No comments:
Post a Comment