Saturday, November 23, 2013

Pemimpin Visioner Penuh Dedikasi



Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan.
Maleakhi 3:10

SORENDIWERI. Suatu Rabu pagi yang cerah. Sebuah hari yang ditunggu-tunggu rakyat warga Kabupaten Supiori, Provinsi Papua. Hari itu, warga setempat boleh bertemu langsung pemimpin mereka, Bupati Supiori Fredrik Menufandu. “Kami menjadwalkan hari Rabu untuk menerima warga masyarakat secara resmi di pendopo kantor bupati. Siapa saja warga Supiori boleh datang. Kalau tidak kami jadwal begini, tiap hari warga akan datang terus, tidak berhenti. Lalu, kapan kami bisa bekerja untuk mereka?” tutur Bupati Fredrik Menufandu dalam satu perbincangan santai.
Benar, memang, saban hari, sebelum sampai kantornya di pusat kota Sorendiweri, Bupati Fredrik Menufandu memilih untuk menyapa dan menjumpai warga Supiori sepanjang perjalanan. Tidak sekadar menyapa, bahkan Bupati Fredrik sampai harus merogoh kocek bagai sang sinterklas berbagi hadiah di hari Natal atau tetua orang-orang Tionghoa berbagai angpao di hari Imlek.
Warga datang ke kantor bupati memang tidak hanya mengadukan satu persoalan yang mereka hadapi, misalkan pelayanan kepala kampung atau kepala distrik yang kurang memuaskan. Ada keluhan warga yang tidak punya uang untuk berobat ke Puskesmas, ada pula warga yang merasa kelaparan karena tidak punya beras buat dimakan hari itu. “Ya, semua datang dengan beragam keluhan dan persoalan. Kami harus perhatikan semua. Kalau ketemu kelompok seni, ya kami berikan dana pembinaan. Saat ketemu warga yang kekurangan pangan, ya kami beri beras dan pangan yang mereka butuhkan. Bahkan, tidak jarang kami beri uang langsung,” terang Bupati Fredrik Menufandu.

A.   Turun Kampung Melayani Rakyat
Memang tidak hanya tiap hari Rabu, Bupati Fredrik Menufandu mendekati rakyatnya di segenap penjuru wilayah Kabupaten Supiori. Hampir setiap hari, sebagian besar waktu yang dimilikinya didedikasikan buat warga Supiori. Sebagai umat Kristiani, Pak Fred –demikian Bupati Fredrik Menufandu biasa akrab disapa— berusaha mengimplementasikan nilai-nilai yang terkandung di dalam pasal 3 ayat 10 Maleakhi dalam Alkitab.  Bahwa, ”Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan.
Sebuah nilai yang amat kental spirit religius. Sebuah nilai yang sarat langkah-langkah melayani pada umat (terutama) Kristiani. Bahwa hidup haruslah untuk melayani rumah perbendaharaan –yang dapat ditafsirkan sebagai ladang pengabdian di muka bumi, alam semesta milik TUHAN Yang Maha Kasih. Pak Fred berusaha melayani kapan pun, di mana pun, dan kepada siapa saja.
Ditambah lagi makna dalam imbal-balik sebagai pemimpin pilihan langsung oleh rakyat, pemimpin yang memperoleh legitimasi dan mandat dari rakyat, yang harus bekerja sepenuh hati guna menyejahterakan rakyatnya. Sebab, kekuasaan yang ada di tangannya hanyalah mandat dari rakyat untuk kemudian didharma-baktikan buat meningkatkan kualitas kehidupan, kesejahteraan  dan kemakmuran rakyat.
Sebagai pemimpin, bupati kepala daerah hakikatnya adalah seorang pamong praja. Dia bergerak lebih awal, memelopori, mengarahkan pikiran dan pendapat organisasinya, membimbing, menuntun, menggerakkan orang lain melalui pengaruhnya, menetapkan tujuan organisasi, lalu memotivasi anggota organisasi agar sesuai dengan tujuan organisasi (Yukl, 1989) dan harus dapat mempengaruhi sekaligus melakukan pengawasan atas pikiran, perasaan dan tingkah laku anggota kelompok yang dipimpinnya.
Kepala daerah (pejabat pemerintah) jelas bukan pangreh. Mereka adalah pamong atau aparatur pemerintah yang tugas utamanya adalah sebagai Abdi Negara. Yakni, melaksanakan tugas negara atau pemerintahan sesuai dengan amanat perundang-undangan yang berlaku dan melayani atau memberdayakan/membangun masyarakatnya agar hidup mereka aman, tenang, tenteram dan damai, serta semakin cerdas/maju, mandiri dan sejahtera (MR Kambu, 2008). Dalam melaksanakan tugas ini, langkah seorang pamong praja lebih bersifat membina, membimbing, mengarahkan dan juga mengayomi rakyat.
Pak Fred memahami benar bahwa seorang pamong praja dituntut melayani rakyatnya secara tulus dan sepenuh hati. Dituntut pula menjadi seorang panutan (teladan) yang memberikan contoh dan suri teladan di tengah kehidupan dan dalam melaksanakan tugasnya. Untuk itu Pak Fred tetap berusaha tegas dan berkomitmen penuh menyuarakan, bahwa yang benar itu benar dan yang bersalah itu memang salah, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Misalkan terkait dengan sumpah jabatan. Tegasnya, seorang pamong praja mesti melayani dan berkorban sepenuh hati buat yang dilayani, pun penuh kejujuran, kebenaran dan cinta kasih. Bila amanat ini dilaksanakan secara baik, maka ia sudah melaksanakan amanat TUHAN di tengah-tengah dunia ini. Sekadar contoh, garam yang larut sampai habis untuk mengasinkan tawar air laut, atau sebatang lilin yang membiarkan tubuhnya habis terbakar hanya karena memberikan cahayanya pada kegelapan (Matius 5: 13-16)
Dengan meresapi nilai-nilai Alkitab, Pak Fred berusaha total melayani rakyat Supiori yang memberikan suaranya, menitipkan amanah, melalui Pemilukada Kabupaten Supiori pada Maret 2011 lalu. Pak Fred tidak segan-segan turun langsung berjalan kaki ke kampung-kampung nun jauh dari pusat pemerintahan, sampai di ujung muka depan NKRI di Pulau Mapia dan di Kampung Sowek di Kepulauan Aruri.

B.    Perkokoh Kesatuan Tiga Tungku
Peran dan tanggung jawab tiga tungku. Mengacu pada UUD 1945, bahwa tugas, peran dan tanggung jawab Pemerintah dan Negara secara umum adalah: (1) Melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; (2) Memajukan kesejahteraan umum; (3) Mencerdaskan kehidupan bangsa; serta (4) Ikut serta melaksanakan ketertiban dunia.
Sedangkan tugas Pemerintah Daerah –sejalan dengan tugas Pemerintah—lebih difokuskan pada: (1) Menciptakan kenyamanan dan ketenteraman masyarakat; (2) Membangun guna mewujudkan masyarakat yang makin maju dan sejahtera; dan (3) Melayani warga masyarakat dan menghargai hak-haknya yang mendasar.
Buat mewujudkan tujuan tersebut, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (melalui otonomi khusus) berusaha membangun SDM Supiori untuk menjadi tuan rumah di negeri sendiri dengan mengembangkan hak-hak dasarnya dalam suasana yang aman, damai, maju, mandiri dan sejahtera. Untuk itu, Pemerintah Daerah mengedepankan empat program prioritas pembangunan yang meliputi: (1) Pembangunan Sektor Pendidikan; (2) Peningkatan Pelayanan Sektor Kesehatan dan Gizi; (3) Pemberdayaan Ekonomi Rakyat; dan (4) Pembangunan Infrastruktur.
Selain empat program tersebut, Pemerintah Daerah tetap membangun dan mengembangkan sektor-sektor strategis lain untuk saling mendukung dan memperkuat dalam proses akselerasi pembangunan di Kabupaten Supiori.
Dalam konteks ini, pembangunan adalah membangun manusia Supiori seutuhnya, yaitu secara lahiriah dan batiniah. Harapannya, selagi di dunia memperoleh berkat TUHAN berupa kedamaian dan kebahagiaan, dan di akhirat kelak mendapatkan keselamatan. Damai di bumi selamat di akhirat.
Guna mewujudkan niat dan asa yang teramat mulia itu, maka kehidupan beragama atau gereja harus pula dibangun bersama antara Pemerintah Daerah dan pihak Gereja di Tanah Supiori.
Dalam perspektif ini, tugas Pemerintah Daerah dan Gereja saling terkait, saling menguatkan, dan bersinergi. Pemerintah membangun dan melayani masyarakat dengan mengedepankan misi penginjilan dalam konteks sebagai wakil dan hamba Allah di tengah dunia (Roma 13: 1-4), sementara Gereja membangun sesuai dengan amanat Allah dalam Matius 28: 19-20 (19) bahwa “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus (20) dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai pada akhir zaman.”
Didorong oleh panggilan Ilahi itulah, dalam sejarah gereja di Tanah Papua, dua pemuda berkebangsaan Jerman –Carl Ottow dan Johan Gottlob Geissler— berangkat ke Tanah Papua dan tiba di Mansinam, Manokwari, pada tanggal 5 Februari 1855, seraya mereka berlutut dan berdoa, “Dengan nama TUHAN kami menginjak Tanah ini.” Pada sat itulah, penginjilan dan peran gereja ditancapkan sebagai landasan pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan di wilayah Tanah Papua umumnya –tak terkecuali Supiori yang juga akrab disebut Pulau Injil (Gospel Island).
Tugas para Penginjil, selain mengabarkan Injil secara verbal, mereka juga memperhatikan dan mengajar orang-orang Papua tentang pengetahuan praktis, antara lain bertukang, cara membangun rumah yang baik, gedung, gereja, perabot rumah tangga dengan alat-alat pertukangan (karena Ottow dan Geissler juga dikenal sebagai tukang kayu). Diajarkan pula cara bercocok tanam kacang-kacangan, kentang, kol dan padi. Selain itu, sektor pendidikan pun memperoleh perhatian, yaitu mengajar anak-anak Papua membaca, berhitung, dan menulis dalam Bahasa Melayu. Hasilnya, Injil kemudian menyebar ke Biak, Serui, Hollandia (kini Jayapura), Sorong dan Fak-fak.
Singkat cerita, bahwa misi Zending (Pekabaran Injil) saat itu telah menjadi agen pembangunan dan agen modernisasi atau awal penyelenggaraan pemerintahan di Tanah Papua. Bahkan, sampai kini pun, para penginjil, misionaris, pendeta, dan para guru jemaat masih aktif menjadi ujung tombak dan pelopor serta perintis pembangunan di daerah-daerah terpencil. Panggilan ini dilaksanakan dengan mendasari atau meneladani pada pekerjaan TUHAN Yesus sebagaimana termuat dalam Markus 6: 34b, “Lalu mulailah Ia mengajarkan banyak hal kepada mereka.” Selain mengajar, ia juga memperhatikan kebutuhan jasmaniah mereka, yaitu menyuruh murid-muridnya: “Kamu harus memberi mereka makan.” (Markus 6: 37)
Demikianlah, tampak betapa penting tugas, peran dan tanggung jawab Pemerintah dan Gereja sejak dulu sampai sekarang. Kedua lembaga ini saling bersinergi, berkait berkelindan, bahu-membahu membangun masyarakat. Dalam implementasi tugas mereka sehari-hari, mutlak harus dijalin satu kerjasama yang erat dan kuat.
Lalu, bagaimana peran satu tungku lagi, yakni lembaga adat. Pada masyarakat Papua (tak terkecuali masyarakat Supiori), kehidupan mereka sangat kental dengan kepemimpinan Kepala Suku (sistem politik tradisional). Dengan begitu, peran pemimpin atau tokoh adat (kelembagaan adat) menjadi sangat penting di wilayah ini. Sistem kepemimpinan adat memiliki  kekuasaan yang sama dengan seorang pemimpin pemerintahan adat. Mereka biasa berkumpul dan bermusyawarah untuk mengambil keputusan penting menyangkut hajat hidup khalayak.
Pola, sistem kelembagaan dan pemimpin (tokoh) adat sebagaimana berlaku pada masyarakat Papua mempunyai peran dan fungsi dalam segala aspek kehidupan. Mulai dari aspek politik, ekonomi, sosial-kultural, sampai aspek hukum. Itulah akar kultural kemasyarakatan orang Papua di masa silam sampai sekarang. Kepala adat juga berperan dan berfungsi perlindungan dan pengamanan, serta membangun demi kesejahteraan rakyat. Di masa lampau, kepala adat harus melindungi semua rakyat yang berada di wilayah adat. Bilamana terjadi perang, maka dia tampil di garda terdepan, melindungi rakyat dari serangan musuh. Dia menguasai pula tanah adat, bilamana ada persoalan tanah maka dia mesti menyelesaikannya.
Sinergitas kesatuan tiga tungku. Kehidupan masyarakat di Tanah Papua dapat dianalogikan bagai taman bunga. Di dalamnya terdapat aneka ragam jenis bunga dengan aneka warna yang penuh pesona. Kekuatan dan keindahan taman ini terletak pada keaneka-ragaman jenis bunga itu. Andaikan saja taman itu cuma berisi satu jenis bunga, maka dapat dipastikan ia tidak akan memiliki kekuatan, karisma dan keindahan. Keaneka-ragaman itu patut disyukuri, sebagai sebuah mozaik nan penuh pesona. Taman bunga tempat bersemi nilai-nilai kasih TUHAN.
Bahwa salah satu tugas seorang kepala daerah (gubernur dan bupati/walikota) adalah memelihara, membangun dan merawat kehidupan sosial serta kerekatan masyarakat di daerah. Dia harus mampu memberikan pancaran keindahan, harmoni dan kebersamaan, serta kehidupan yang rukun dan bersatu di antara sesama umat manusia. Kita mesti percaya bahwa pancaran kasih TUHAN akan senantiasa mengisi relung hati dan denyut nadi kehidupan rakyat di Tanah Papua –tak terkecuali rakyat di Kabupaten Supiori.

C.   Reformasi Birokrasi Tegakkan Aturan
Di mata Bupati Fredrik Menufandu, kepala daerah haruslah memahami benar kinerja birokrasi yang efektif dan efisien, sehingga betul-betul mampu beraliansi dengan stakeholder yang ada. Untuk mencapai hal itu, Bupati Fred berusaha meniti perjalanan birokrasi berikut:
Pertama, membuat pemahaman mendasar bahwa tugas birokrasi adalah memberikan nilai tambah (added value) kepada masyarakat melalui pelayanan publik yang diberikannya. Sebagaimana dikemukakan Henry Mitzberg (1996) bahwa paradigmanya harus disempurnakan, masyarakat tidak boleh lagi dilihat hanya sebagai klien atau costumer, seperti yang kita temu-kenali dalam konsep reinventing government-nya Osborne-Gaebler. Warga masyarakat adalah klien, pengguna, subyek, tapi juga sebagai warga negara yang sekaligus adalah pemilik birokrasi. Jadi, akuntabilitas birokrasi kepada publik tidak lagi sekadar akuntabilitas pelayanan kepada costumer, namun juga kepada owner.      
Kedua, membuat komitmen. Komitmen mesti dimulai dari pucuk pimpinan nasional (Presiden RI) dan komitmen dari seluruh aparatur birokrasi. Sebuah komitmen yang tunggal bahwa pembangunan birokrasi is a must.
Ketiga, merumuskan strategi. Strategy illows an organization to be purposefully opportunistic, kata pakar kepemimpinan Peter F. Drucker (1999). Strategi adalah pilihan yang mengarahkan kepada tujuan dan bersifat oportunistik –sesuai dengan sumber daya dan kompetensi yang dimiliki. Strategi adalah sebuah rencana yang fokus. Jangan seperti Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN), mau mengerjakan semua, padahal sumber daya amat terbatas. Karakter logis dicerminkan dari adanya rencana aksi yang bersifat operasional dan dapat dikontrol.
Keempat, mengorganisasikan. Perlu ada satu tim khusus yang memiliki otoritas untuk melaksanakan reformasi birokrasi dan ada satu tim khusus lagi yang bertugas mengontrol proses implementasi reformasi birokrasi.
Kelima, melaksanakan. Pelaksanaan sesuai dengan rencana operasional, dipimpin langsung Ketua Tim Pelaksana di bawah supervisi langsung pemimpin tertinggi wilayah itu (kepala daerah).
Keenam, mengontrol. Lakukan pengendalian atas konsistensi implementasi, bukan sebatas monitoring evaluasi.
Dan ketujuh, terus memperbaiki. Seperti konsep Jepang kaizen atau continuous improvement, maka ada proses membangun birokrasi yang harus diperbaiki secara terus-menerus. Dengan demikian, semangat yang ada adalah semangat untuk berada di depan perubahan –bukan menyesuaikan diri. Sebagaimana kata Peter F. Drucker (1999), people can not manage change, people can only ahead of it. Kenyataan ini harus menjadi pegangan, karena, seperti nasehat pakar pembangunan Soedjatmoko, bahwa pembangunan tidak lain dari proses belajar untuk hidup lebih baik daripada hari sebelumnya. Hal ini paralel dengan konsep Riant Nugroho dalam tesisnya yang masih relevan sampai hari ini, yakni Development is Freedom atau seperti diikonkan Amartya Sen (2000) Development is Learning.
Reformasi birokrasi niscaya akan lebih jelas dan lebih berhasil apabila kita mampu memahami ke mana kita hendak pergi, dengan wahana apa kita pergi, dengan siapa dan berapa lama hingga mencapai tujuan. Itu adalah sebuah pendekatan manajemen kepada birokrasi, bukan pendekatan administrasi.
Dengan mengacu pada poin-poin guna mencapai birokrasi yang efektif dan efisien tersebut, maka tugas pokok Kepala Daerah dan pemerintahan daerah adalah melaksanakan pelayanan (service), pemberdayaan (empowerment), dan pembangunan (development). Buat melaksanakan ketiga tugas pokok tersebut, seorang Kepala Daerah tentu harus mampu menjalin kerjasama dan kemitraan dengan rakyat, membangun kebersamaan yang sinergis dengan Dewan Perwakilan Rakyat daerah (DPRD), komponen adat, juga komponen agama. Dengan kebersamaan itu diharapkan berbagai jalan keluar (solusi) dapat dicari secara mudah.
Di era Kepala Daerah dipilih secara langsung oleh rakyat saat ini, kepercayaan rakyat yang besar merupakan komitmen dan partisipasi politik dari segenap elemen rakyat-masyarakat di Kabupaten Supiori. Kepercayaan itu mesti dimaknai sebagai berkah sekaligus amanah. Sebab itu, dalam upaya bangkit membangun Supiori perlu ditekankan betapa pentingnya kebersamaan, bersatu hati, bergandeng tangan dengan penuh kasih persaudaraan untuk mewujudkan cita-cita masyarakat Supiori yang sejahtera, mandiri, beriman dan bermartabat.
Seorang Kepala Daerah mesti mampu menjadi panutan, mendorong dan menginspirasi kinerja aparatur yang ada di bawah kepemimpinannya. Bahwa segenap aparatur Pemerintahan Daerah harus memahami tugas pemerintahan yang dipercayakan kepadanya. Aparatur pemerintahan mesti menjalankan tugas-tugasnya penuh tanggung jawab dan pengabdian yang tulus.
Bahwa aparatur Pemerintahan Daerah harus mencermati setiap fenomena sosial yang berkembang dalam masyarakat dan segera mencari solusi penyelesaiannya secara tepat, cepat dan dapat dirasakan langsung oleh warga masyarakat.
Bahwa segenap aparatur Pemerintahan Daerah harus menciptakan komunikasi, koordinasi dan integrasi yang harmonis dengan komponen pemerintahan yang lain. Segenap aparatur pemerintahan, setiap saat harus membangun komunikasi yang terbuka serta melakukan pendekatan yang humanis dengan semua komponen masyarakat, tanpa membeda-bedakan suku, agama dan ras.
Bahwa segenap aparatur Pemerintahan Daerah mesti menghindari sikap dan perilaku yang melanggar hukum dan etika pemerintahan serta perbuatan yang mencederai kehormatan pemerintah, dan perbuatan yang mencederai kehormatan diri di mata rakyat, berupa kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) serta perbuatan amoral lainnya.
Bahwa segenap aparatur Pemerintahan Daerah harus memahami visi, misi dan program pembangunan secara baik. Mampu merumuskan setiap program yang berpihak kepada kepentingan rakyat secara adil, cepat dan tidak berbelit-belit.
Sebagai daerah yang belum lama mekar dan masih relatif tertinggal, untuk mampu bangkit dan menyejajarkan diri dengan daerah lain, kunci terpenting terletak pada kinerja dan kualitas aparatur Pemerintah Kabupaten Supiori. Komponen agama dan adat pun harus dilibatkan secara aktif sebagai mitra sinergis bagi tercapainya kebangkitan tersebut. Komponen adat dan unsur agama dapat berfungsi sebagai social control terhadap perjalanan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan daerah. Demikian pula kontrol politik dari lembaga legislatif. Social control dan political control saat ini menjadi suatu kebutuhan dan keniscayaan. Keduanya dibutuhkan dan diharuskan agar pemerintah dalam menjalankan tugas dan fungsinya senantiasa berada pada arah yang benar, selalu berpihak kepada rakyat, serta dapat terhindar dari perbuatan inkonstitusional dan salah urus pemerintahan.
Penyelenggaraan pemerintahan harus berada dalam suatu atmosfir yang mengedepankan clean and good governance. Penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, memiliki visi ke depan, efisien, efektif, transparan, akuntabel, tertib hukum, serta selalu melibatkan masyarakat dalam setiap perumusan dan pelaksanaan pembangunan. Karena itulah, efektivitas penyelenggaraan pemerintahan tidak hanya bergantung pada profesionalitas birokrasi pemerintahan, tapi sangat bergantung pula pada partisipasi masyarakat.
Dalam penyelenggaraan pemerintahan pada tataran apa pun dan di mana saja, selalu terdapat dua visi utama pemerintahan, yaitu visi tentang pembangunan rakyat dan visi tentang pembangunan pemerintahan. Keduanya dianalogikan bagai dua sisi mata uang yang tak dapat dipisahkan. Tujuan kehadiran suatu pemerintahan adalah membangun dan memberdayakan rakyat sehingga terwujud kesejahteraan rakyat. Tapi, untuk membangun dan memberdayakan rakyat guna menggapai tujuan itu diperlukan prasyarat utama, yakni pemerintahan yang profesional dan bertanggung-jawab. Postur pemerintahan yang demikian hanya dapat terbentuk melalui pembangunan pemerintahan. Dengan demikian, pembangunan masyarakat dan pembangunan pemerintahan merupakan dua visi utama Pemerintah Kabupaten Supiori.
Kedua visi itu diarahkan pada pembangunan yang mampu menggantikan harkat dan martabat rakyat melalui peningkatan kesejahteraan rakyat, serta mendorong kemajuan daerah agar dapat sejajar dengan daerah lain yang telah maju. Pada saat yang bersamaan, pembangunan aparatur pemerintahan daerah harus diarahkan pada penataan struktur pemerintahan, perumusan tugas pokok dan fungsi, penataan administrasi pemerintahan, baik administrasi keuangan maupun kepegawaian, peningkatan profesionalitas dan kultur birokrasi pemerintahan, penempatan aparatur sesuai dengan kemampuan serta penataan sistem dan mekanisme kerja. Melalui pembangunan aparatur pemerintahan yang baik dan bersih, akan melayani sekaligus membangun dan memberdayakan rakyat agar tercipta keadilan, kesejahteraan dan kemandirian.
Pemerintah Daerah tidak boleh cuma memikirkan bagaimana membangun dan memperkuat kekuasaan. Pemerintah Daerah tidak boleh menjadi sumber masalah dan beban bagi rakyat. Sebaliknya, Pemerintah Daerah harus menjadi sumber kebahagiaan bagi rakyat, menjadi tempat mengadu, dan petunjuk jalan keluar bagi semua permasalahan yang dihadapi rakyat. Pemerintah Daerah harus berfungsi untuk melayani rakyat, bukan minta dilayani oleh rakyat. Arti kata, Pemerintah Daerah tidak hanya pasif dan menunggu, namun mesti aktif dan proaktif manakala rakyat mengalami dan menghadapi berbagai persoalan.
Dalam menghadapi problematika rakyat dan proses pembangunan yang tengah berjalan, segenap jajaran aparatur Pemerintah Daerah diminta untuk segera mengambil tindakan yang cepat, tepat dan terarah dalam mencermati, mengindentifikasi, mengantisipasi serta mengeliminasi berbagai permasalahan. Dalam hal ini, Pemerintah Daerah harus responsif dan proaktif terhadap denyut nadi keinginan rakyat. Dengan kata lain, Pemerintah Daerah mesti siap memberi sebelum rakyat meminta.
Berbagai rumusan program dan kegiatan pembangunan yang dipersembahkan kepada rakyat haruslah sejalan dengan visi dan misi pembangunan daerah. Program dan kegiatan harus mampu menjawab berbagai kebutuhan dan permasalahan riil yang dihadapi oleh rakyat. Program dan kegiatan harus pula berpegang pada prinsip pemerataan dan keadilan. Arti kata, program pembangunan harus merata dan dapat dinikmati oleh seluruh rakyat di distrik-distrik (kecamatan) dan kampung (desa). Persentase peruntukan program dan kegiatan pembangunan belanja langsung harus lebih besar daripada belanja tidak langsung. Artinya, program dan kegiatan yang menyentuh kebutuhan rakyat harus lebih besar daripada belanja aparatur. Pemerintah Kabupaten Supiori harus berani menetapkan perbandingan anggaran dengan persentase 70 persen berbanding 30 persen. Rinciannya, 70 persen anggaran langsung dan 30 persen anggaran tidak langsung. Program-program yang menyentuh rakyat sehari-hari seperti ekonomi kerakyatan, kesehatan, pendidikan dan infrastruktur, harus menjadi prioritas utama. Pemerintah Daerah harus melayani rakyat dengan sepenuh hati, juga memberi sebelum rakyat meminta.
Aparatur Pemerintah Daerah betul-betul harus melayani dan mendekati rakyat. Untuk lebih mudah mendekati, aparatur Pemerintah Daerah mesti mendekati dan merangkul tokoh adat dan tokoh agama. Tanpa bermaksud bernoslagia dengan romantika masa silam, haruslah diakui bahwa peran tokoh adat dan tokoh agama di Tanah Papua umumnya dan Kabupaten Supiori khususnya masih cukup berarti. Sebagaimana pernah dilakukan oleh Pemerintah Kolonial Belanda yang mendekati rakyat Papua dengan hati, dengan kesungguhan, masuk lewat adat dan nilai-nilai kultural dalam masyarakat. Dengan demikian, kemudian banyak pemuka adat yang rela ‘menyerahkan’ sebagian tanah komunal (hak ulayat) kepada kaum agamawan/rohaniwan buat kepentingan pemberdayaan dan pelayanan kepada rakyat setempat.
Bukan bermaksud menjiplak metode dan cara yang pernah diterapkan oleh Pemerintah Kolonial Belanda, namun Bupati Fredrik Menufandu meyakini ada beberapa kiat yang mesti dijalani aparatur Pemerintah Kabupaten Supiori agar lebih dekat dengan rakyat. Antara lain, pelaksanaan pembangunan jangan berorientasi pada proyek belaka, tapi harus mengacu kepada peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan yang telah digariskan. Kemudian, penempatan aparatur Pemerintah Daerah jangan berorientasi pada masa jabatan, namun harus pula pada paradigma pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Kalau cuma berorientasi pada masa jabatan, maka keberlanjutan kebijakan pembangunan akan mudah terhenti di tengah jalan. Dengan begitu, setiap aparatur yang ditempatkan di Kabupaten Supiori lebih mengedepankan pelayanan dengan hati, bukan semata-mata lantaran uang, privilege dan fasilitas lainnya.
Langkah mendekatkan aparatur Pemerintah Kabupaten Supiori dengan rakyat ini, menurut Bupati Fredrik Menufandu, tidak lain sebagai perwujudan misi melaksanakan agenda reformasi birokrasi dan memelihara stabilitas keamanan Supiori sebagai daerah perbatasan antar-negara.
Pengambil kebijakan harus betul-betul meletakkan fondasi pembangunan yang benar dan kuat. Yakni, pembangunan yang konsisten, serta terjamin kontinyuitasnya. Orientasi semacam ini akan memberikan rasa aman bagi rakyat Supiori dalam menikmati pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya.
Hal terpenting yang harus pula diperhatikan adalah upaya memandirikan rakyat Supiori supaya mereka tidak lagi menggantungkan nasib kepada aparatur pemerintah, tokoh agama dan organisasi sejenis yang lain. Di mata Bupati Fredrik, rakyat Supiori bukanlah rakyat yang sulit diatur. Sepanjang aspirasi dan kebutuhan mereka dipenuhi, mereka akan memberikan semua apa yang dibutuhkan bagi sebuah proses pembangunan. Pendek kata, marilah kita membangun Supiori ini dengan basis akar kultural, sumber daya manusia, sumber daya alam, dan kearifan lokal di Kabupaten Supiori.
Yang juga tak boleh dilupakan adalah diperlukan perhatian penuh terhadap rakyat Supiori supaya mereka tidak semakin tersisih dari persaingan yang telanjur berlangsung. Banyak di antara mereka yang terpaksa kalah bersaing dengan masyarakat pendatang karena di masa lalu kurang memperoleh kesempatan setara dalam ikut menikmati kue pembangunan. Sekarang ini mesti ada filterisasi dan pembatasan orang-orang yang datang ke Supiori. Pilih betul pendatang yang bersedia berbagi ilmu dan keterampilan dengan orang Supiori. Di sisi lain, sudah saatnya aparatur Pemerintah Daerah bersinergi dengan tokoh agama dan tokoh adat dalam menggerakkan dan meningkatkan kualitas sumber daya asli orang Supiori.
Kabupaten Supiori perlu didekati secara integratif, dalam kesatuan kehidupan masyarakat, budaya dan lingkungannya. Ketiga aspek itu tidak terpisahkan, sehingga membutuhkan pemikiran yang holistik dan pola pembangunan yang memadukan semua unsur pembangunan. Program pembangunan yang dilaksanakan haruslah mengacu pada pemberdayaan masyarakat lokal dengan tolok ukur setempat. Orang Supiori mesti dilepaskan dari atribut-atribut kesukuan (stereotipe negatif) yang tidak menguntungkan dalam pengembangan budaya nusantara.
Kehidupan orang Supiori harus dipandang dalam kesatuan yang utuh dengan alam lingkungannya, mereka memiliki satuan-satuan kehidupan ekonomis yang berasal dari sumber-sumber daya alam. Batas kedaulatan etnis harus dihargai oleh kaum pendatang, kehadiran mereka hanya bisa dilakukan dalam batas-batas tertentu, sehingga dapat menjaga harmoni kehidupan sosial tanpa mengusik struktur kehidupan yang telah mapan.

D.   Jemput-Antar Investor
Bupati Fredrik Menufandu tidak hanya aktif menyambangi rakyatnya sampai relung-relung terdalam wilayah Supiori. Dia pun aktif menjemput investor dan menawarkan atau membuka lebar-lebar peluang yang layak dimasuki oleh para pemilik dan penanam modal. Pak Fred berusaha memanfaatkan berbagai kesempatan yang ada buat menjemput dan mengantar investor sampai masuk ke wilayah Supiori.
Sekadar contoh adalah ketika ada perhelatan Expo dan Pameran Produk Unggulan Kabupaten dalam acara Invesment Day 2012 di Jakarta pada November 2012 lalu. Dalam kesempatan berbicara di hadapan calon-calon investor yang hadir, Pak Fred secara blak-blakan menyampaikan sejumlah potensi di Kabupaten Supiori yang masih sangat membutuhkan sentuhan investor.
Selain lantaran usia Kabupaten Supiori yang masih ‘hijau’ dengan berbagai kekurangan yang ada, Bupati Fred secara jujur mengatakan bahwa potensi kelautan dan perikanan –terutama ikan tuna—di perairan Supiori masih ‘perawan’, belum disentuh atau dikelola dengan suatu konsep manajemen modern yang tertata baik dan tertib. Baru sebatas dimanfaatkan oleh para nelayan lokal secara tradisional dan nelayan dari luar daerah Supiori yang relatif masih sederhana.
Sungguh pun demikian, Bupati Fred mengaku bangga bahwa potensi ikan tuna di daerahnya masih berlimpah karena aktivitas para nelayan di perairan laut Supiori selama ini relatif terbatas pada areal sekitar nol sampai 4 mil. Mereka hanya berorientasi pada jenis ikan demersal (ikan kerapu dan kakap). Beberapa nelayan yang lebih maju mampu memasuki areal tangkapan sampai 12 mil dengan target penangkapan ikan pelagis kecil (ikan tongkol, layang dan kembung). Masih terbuka areal tangkapan jenis ikan pelagis besar (ikan tuna, cakalang dan tenggiri) sepanjang 188 mil dari pesisir utara Supiori yang berbatasan langsung dengan Samudera Pasifik yang terbentang luas sejauh mata memandang.
Sebab itu, dalam kesempatan Invesment Day 2012 saat itu Bupati Fred mengundang para investor dalam negeri dan luar negeri yang berminat menanamkan modal di wilayah perairan laut Kabupaten Supiori. Bahkan, dengan rendah hati Bupati Fred menyatakan siap menjemput dan mengantar para investor yang ingin menelusuri potensi kelautan dan perikanan di wilayah yang mekar dari Kabupaten Biak Numfor pada 2003 itu. Bupati Fred juga berharap Pemerintah Pusat (Kementerian Kelautan dan Perikanan) memberikan kebijakan percepatan pembangunan bidang kelautan dan perikanan di Kabupaten Supiori. Dengan harapan, Pemkab Supiori mampu cepat-cepat membawa keluar masyarakat nelayan Supiori dari kondisi keterbatasan menuju kondisi yang sejahtera, maju, adil dan bermartabat sebagai sesama warga bangsa dan negara Republik Indonesia.
Menanggapi harapan Bupati Fred, Sekretaris Dirjen Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan Ir. Abdur Rouf Sam menyatakan bahwa Dermaga Marsam di Distrik Supiori Timur yang telah direncanakan oleh Pemerintah Provinsi Papua dapat segera dibangun.
Sebagaimana diketahui bahwa rencana pembangunan Dermaga Marsam yang dulu direncanakan Pemerintah Provinsi Papua telah memperoleh dukungan penuh dari Pemerintah Pusat. Namun, belakangan kandas menyusul adanya protes keras dari kalangan mahasiswa di Jakarta dengan alasan merusak atau mengganggu kelestarian lingkungan hidup setempat. Akibatnya, rencana prestisius yang diharapkan mampu menjadi jalan buat mengangkat derajat ekonomi daerah Kabupaten Supiori itu hingga kini tinggal kenangan. Pemkab Supiori berharap pembangunan Dermaga Marsam segera menjadi kenyataan sejalan dengan angin segar yang ditiupkan oleh Sekretaris Dirjen Perikanan Tangkap.
Seusai acara yang cukup prospektif bagi pengembangan bidang kelautan dan perikanan, Bupati Fred langsung disambangi oleh salah seorang pengusaha galangan kapal dan kapal trawl, yakni Direktur Utama PT Garam Dunia, Raymond Bolang.
Bupati Fred tidak hanya berburu investor. Pada kesempatan sebelum pulang ke Supiori, Bupati Fred memenuhi undangan pemilik PT Indra yang bergerak memproduksi kapal LST (landing ship tank). Kehadiran kapal LST ini diharapkan mampu memecahkan persoalan transportasi di wilayah Kabupaten Supiori.
Pada kesempatan memenuhi undangan galangan kapal perusahaan yang berlokasi di Pulau Sigara, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan, Bupati Fred sempat memasuki palka kapal LST yang tengah dalam proses pekerjaan finishing. Dari sini dia ingin memperoleh referensi secara langsung dari pabriknya dan betul-betul memahami seluk-beluk kapal LST yang dibutuhkan oleh kabupaten dengan sebagian besar wilayahnya berupa perairan seperti Supiori.
Langkah Bupati Fred ini minimal sebagai pengejawantahan dari misi pembangunan wilayah Kabupaten Supiori yang ingin mempercepat pembangunan infrastruktur dasar guna mendukung peningkatan sektor kelautan dan perikanan; serta meningkatkan pelayanan publik yang prima pada sektor transportasi. Dengan begitu, mengutip Maleakhi 3:10, Bupati Fred berujar filosofis bahwa TUHAN segera membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan. ***  

No comments:

Post a Comment