Dalam Islam, memberikan nasehat yang bijak dan memberikan maaf kepada orang lain jauh lebih baik daripada sedekah yang diniati untuk
menyakiti perasaan sang penerima. Allah Swt. berfirman dalam ayat-Nya:
“Perkataan yang baik dan pemberian
maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan
(perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.” (QS: Al-Baqarah [2]: 263).
Ayat ini turun sebagai bentuk antisipasi moral dari sekian banyak
ayat-ayat yang mendorong umat manusia untuk bersedekah dan saling memberi antar
satu dengan yang lain. Dalam surat al-Baqarah ini, Allah Swt. telah menjelaskan
kepada kita adab-adab dalam bersedekah sekaligus fungsi-fungsinya. Oleh sebab itu, tidak heran jika urutan ayat-ayat tentang sedekah memiliki
tahap pembagian yang sangat sempurna. Sebagaimana tersurat dalam
ayat berikut:
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan
oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan
sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji.
Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui. Orang-orang yang menafkahkan
hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang
dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak
menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan
mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula)
mereka bersedih hati.” (QS: Al-Baqarah [2]: 261- 262).
Dari ketiga ayat tersebut, kita dapat memahami bahwa sedekah memiliki tata-cara tersendiri agar ia bisa
diterima oleh Allah Swt. Hal ini sebagaimana terangkum di bawah ini:
1.
Allah Swt. tidak akan
menerima sedekah dari orang-orang yang ketika memberi memiliki tujuan untuk
menantang orang lain. Dalam artian, sang pemberi terselip rasa kesombongan dalam dirinya. Sehingga ia sengaja mencari musuh dan
memberikan pernyataan bahwa adakah yang lebih baik dari dia dalam hal bersedekah.
Misalnya, aku lebih baik darinya dalam hal ini. Sifat seperti ini akan membawa barang sedekah yang ia keluarkan tidak memiliki nilai apa-apa.
Bahkan ia akan terjatuh dalam jurang kesombongan dan ingin selalu dipuji orang.
2.
Allah Swt. tidak akan
menerima sedekah dari mereka yang ketika memberi memiliki niat dan sengaja ingin
menyakiti perasaan si penerima. Baik itu melalui celaan maupun dengan cara yang
lainnya. Niat seperti ini tak akan membawa nilai- apa-apa. Si pemberi sedekah pun juga tidak akan mendapatkan apa-apa. Ia justru hanya akan mendapatkan peringatan dan ancaman dari Allah Swt.
Untuk menghindari dua hal di atas, para ulama telah
memberikan penjelasan kepada kita tentang apa sebenarnya makna kata “المَÙ†َّ (al-manna)” dan kata “الأَØ°َÙ‰ (al-adza)” yang tercantum dalam
ayat-ayat di atas. Mereka menjelaskan, kata “al-manna” memiliki arti bahwa
si pemberi berniat untuk menyombangkan diri melalui sedekah yang akan ia berikan.
Sedangkan kata “al-adza” memiliki makna bahwa si pemberi berniat untuk menyakiti
perasaan si penerima melalui sedekahnya; baik dengan celaan, sindirian ataupun
yang lainnya.
Dalam hal ini, Imam Sufyan al-Tsauri berkata, “Barang siapa berniat menyombongkan diri melalui sedekahnya,
maka sedekahnya tidak akan diterima, tidak pula menuai pahala.” Lalu beliau ditanya oleh seseorang, “Wahai Imam Sufyan, dengan
cara apakah manusia menyombongkan diri melalui sedekahnya?” Beliau menjawab,
“Dengan cara selalu mengingat-ingat sedekahnya, dan juga selalu ia bicarakan
kepada orang-orang.”
Zaib bin Aslam juga berkata, “Jika
kalian memberikan sesuatu kepada seseorang, lalu kalian menyangka bahwa ia
(pemberian tersebut) masih memberatkan keselamatanmu (belum menjamin
kesalamatan), maka percalah bahwa dengan apa yang telah engkau beri, sejatinya
ia jauh lebih cukup untuk menyelamatkan kalian semua.”
Oleh sebab itu, tutur kata yang
bijak dan menolak secara baik-baik terhadap para peminta; dengan tersenyum
manis di depan wajahnya serta tidak menjauhinya, jauh lebih baik daripada
kalian memberikan sesuatu kepadanya tetapi diiringi dengan perangai yang tak sopan;
baik itu dengan mencelanya maupun bertingkah sombong di depannya.
Agama Islam adalah agama yang secara tegas menyatakan bahwa kehormatan
seseorang harus senantiasa dijaga. Ini berlaku bagi semua umat muslim selama ia menjaga dirinya dengan tetap
menjalankan perintah-perintah agama, dan tidak keluar dari batasan-batasan yang
telah ditentukannya.
Dengan demikian, anjuran untuk
bersedekah dan berinfak bukanlah upaya
untuk merendahkan derajat kaum fakir miskin. Justru anjuran bersedekah ini
sebagai bentuk rasa kepedulian sesama manusia. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah
Saw., “Sedekah yang diberikan dari pihak orang-orang yang mampu terhadap orang-orang
yang sedang dalam keadaan susah, kelak mereka akan mendapatkan jumlah pahala
yang sangat banyak lagi utama.”
Rasulullah Saw. juga menegaskan
bahwa nilai sedekah itu akan jatuh lebih dahulu di tangan Allah Swt. (diterima di sisi-Nya dan akan
dibalas dengan rahmat-Nya), sebelum ia jatuh di tangan si peminta.
Dalam Islam,
posisi sedekah
sendiri memiliki dua manfaat:
Pertama, manfaatnya akan kembali kepada si pemberi. Kedua, manfaatnya juga akan kembali kepada si penerima. Tentu manfaat
pertama akan jauh lebih banyak daripada manfaat yang kedua. Ini karena manfaat yang
didapatkan oleh si penerima tidak lebih hanya sebatas manfaat secara materi
semata; semisal
berfungsi untuk mengurangi rasa lapar bagi pihak penerima. Sementara manfaat yang kembali kepada si pemberi terbagi
lagi menjadi dua kategori.
Pertama, manfaat di dunia. Kedua, manfaat di akhirat.
Adapun manfaat yang didapatkan oleh
si pemberi di dunia adalah bahwa Allah Swt. akan berada tepat dibelakangnya
untuk melipatgandakan apa-apa yang telah ia berikan. Ini merupakan janji Allah
Swt. yang tersurat di dalam firman-Nya:
“Katakanlah, "Sesungguhnya
Tuhanku melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya diantara
hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya). Dan barang
apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya
dan Dia-lah pemberi rezki yang sebaik-baiknya.” (QS: Saba’ [34]: 39).
Rasulullah Saw. pun menegaskan bahwa sedekah merupakan salah satu obat
yang dapat menyembuhkan dan mengentaskan seseorang dari kubangan kemiskinan. Beliau bersabda, “Obatilah (penyakit kemiskinan
kalian) dengan cara memperbanyak sedekah.”
Dalam riwayat lain, Rasulullah
Saw. bersabda, “Ketahuilah wahai umatku, bahwa sedekah dapat menutup tujuh puluh tujuh pintu
keburukan.”
Sementara manfaat yang akan diperoleh oleh si pemberi
sedekah di akhirat nanti adalah sebagaimana sabda Rasulullah Saw. Saw., “Ketahuilah
bahwa sedekahmu mampu mengahapuskan kesalahan-kesalahanmu, seperti air yang
mematikan api.”
Dan beliau juga bersabda, “Wahai umatku, takutlah kepada api neraka. Untuk
menghindarinya kalian bisa bersedekah walaupun hanya dengan separuh kurma. Dan
jika kalian tidak memiliki apapun (untuk disedekahkan), maka bertutur-katalah
dengan baik dan bijak.”
Apa yang telah disampaikan Rasulullah Saw. terkait manfaat-manfaat sedekah
ini telah dilakukan oleh orang-orang shaleh sebelum kita. Seperti sedekah yang
dilakukan oleh sayidah Aisyah r.a. Bahwa beliau benar-benar telah menyedekahkan
hartanya sebanyak lima ratus ribu dirham, sementara pakaiannya sendiri banyak
tambalan jahitan.
Dalam riwayat lain, sayidah Aisyah r.a. sering mengutus seseorang
untuk memberikan sedekahnya pada para fakir miskin. Dan beliau selalu berpesan pada utusannya agar ia senantiasa mengingat doa-doa yang
dipanjatkan oleh mereka. Karena beliau sendiri sebenarnya tidak mengharapkan
doa-doa dari mereka. Lantaran bagi beliau doa-doa mereka justru menyerupai upah yang seoalah menjadi
balasan atas sedekahnya. Oleh karena itu, beliau selalu mengembalikan doa-doa
mereka dengan doa yang sama.
Mengenai manfaat pentingnya sedekah ini, Umar bin Khattab
r.a. juga berkata, “Ibadah akan menghantarkanmu sampai setengah perjalanan
menuju surga. Puasa akan menghantarkanmu untuk sampai kepada pintu surga. Dan sedekah akan menemanimu memasuki pintu surga itu.
Demikianlah betapa agung dan luhurnya sedekah. Tidak heran, bila para sahabat Rasulullah Saw. selama hidupnya senantiasa
berlomba-lomba dalam bersedekah dan berinfak. Mereka juga berlomba-lomba dalam
menghiasi kepribadiannya dengan tata-cara sebagai seorang pemberi (dermawan) yang
diridhai Allah. Mereka juga memahami betul bahwa dengan bersedekah berarti mereka
telah memberikan hak-hak fakir miskin yang berada di tangan mereka. Sekaligus itu dijadikan sebagai kesempatan untuk mensucikan harta benda mereka.
Bahkan dengan menyedekahkan sebagian harta-benda yang mereka
miliki, mereka juga dapat mensucikan diri mereka dari sifat-sifat buruk seperti
pelit, enggan berbagi bahkan tidak peduli sesama manusia. Karena bersedekah dan berinfak akan menempatkan mereka pada kedudukan yang akan senantiasa diridai oleh Allah Swt.
Dengan demikian, mereka bisa mengantisipasi serta menjauhi
segala hal yang dapat menyakiti perasaan para fakir miskin. Jika mereka tidak memiliki apapun untuk disedekahkan kepada para fakir
miskin, mereka akan senantiasa bertegur sapa dan bertutur bijak kepada mereka.
Seandainya para fakir miskin tetap memaksa meminta, para sahabat pasti akan
memaafkan desakan para fakir miskin tersebut. Dan seandainya ada beberapa patah
kata dari fakir miskin yang menyindir para sahabat, para sahabat pun akan tetap
memaafkannya. Bagi mereka memaafkan dan bertutur kata dengan sopan merupakan
jalan terbaik sebagai pengganti sedekah.
Kita sebagai generasi saat ini tentu menyadari betul bahwa
para pendahulu kita, baik para sahabat, Tabi’in, Tabi’t Tabi’in, serta para
ulama adalah hamba-hamba Allah Swt. yang telah mendapatkan cahaya
kebijaksanaan-Nya. Oleh karena itu, mereka semua senantiasa mengikuti
petunjuk-petunjuk Allah Swt. dalam tata-cara menyedekahkan harta benda yang
mereka miliki. Karena Allah Swt. pasti akan mengganti atas apa yang kita sedekahkan
dengan surga-Nya. Sebagaimana Allah Swt. berjanji dalam firma-Nya:
“Sesungguhnya Allah telah membeli
dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk
mereka.” (QS: Al-Taubah [9]: 111).
Karena semua harta benda adalah milik Allah Swt. semata.
Dengan janji-Nya atas apa yang kita sedekahkan kepada keluarga-Nya (fakir
miskin), maka kita pasti diberikan ganti yang jauh lebih baik dan berlipat
ganda. Allah Swt. menegaskan semua ini dalam firman-Nya:
“Berimanlah kamu kepada Allah dan
Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan
kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman diantara kamu dan menafkahkan
(sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.” (QS: Al-Hadid [57]: 7).
Allah Swt. adalah Dzat Yang Maha Memiliki segalanya. Semua
keagungan dan segenap pujian hanyalah patut dialamatkan untuk-Nya. Jika Allah Swt. berkehendak menjadikan para fakir miskin menjadi
orang-orang kaya, hal tersebut bukanlah perkara yang sulit bagi-Nya. Hanya saja, dengan kehadiran para fakir miskin, Allah Swt. sedang
menguji para orang kaya dengan senantiasa membukakan pintu sedekah untuk
mereka.
Sehingga kualitas keimanan para hamba yang kaya raya akan dapat
diketahui dengan sangat mudah. Karena sejatinya, sedekah dapat menyempurnakan
jiwa dan mensucikan harta benda mereka. Dengan sedekah pula, Allah
Swt. akan senantiasa meridlai segala bentuk amalnya dan kelak dengan rahmat Allah
Swt. mereka akan diberikan hadiah yang luar biasa tak terduga, yaitu surga-Nya.
No comments:
Post a Comment