Tuesday, November 12, 2013

Rahasia di Balik Ibadah Shalat


 
Allah Swt. berfirman:

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS: Al-Dzariyat [51]: 56).
Segala bentuk aktifitas ibadah yang dilakukan manusia dan jin yang ditujukan kepada Tuhannya, sama sekali tidak akan memiliki manfaat apapun, bila dinisbatkan kepada eksistensi Tuhan itu sendiri. Karena Allah Swt. adalah Dzat Yang Maha Kaya, ketaatan para hamba-Nya tidak akan pernah bisa untuk mengagungkan-Nya, dan kemaksiatannya tidak akan pernah mampu untuk menghancurkan-Nya. Allah Swt. menciptakan mereka lalu memerintahkan untuk menyembah-Nya, semata-mata demi kebaikan dan kesempurnaan para hamba-Nya sendiri. Melalui metode ibadah, seorang hamba akan dapat berkomunikasi dan bertemu dengan Tuhannya, jika mereka mampu menghiasi diri dengan pancaran cahaya kesucian-Nya.
Allah Swt. telah menciptakan bermacam-macam bentuk ibadah. Ini membuktikan, ibadah bisa dilakukan dengan pelbagai macam cara, dan tidak hanya terpaku oleh satu cara. Ibadah juga mampu menghiasi pada segala aspek kehidupan manusia. Ia juga memiliki fungsi positif yang dapat ditanamkan pada nilai-nilai kemanusiaan, meskipun pada kenyataannya manusia itu majmuk dan berbeda.
Bagi mereka yang mampu memahami maksud dan tujuan Allah Swt, serta mampu menyingkap rahasia-rahasia di balik penciptaan alam ini, dengan menyatakan bahwa Allah adalah Dzat Yang Maha Sempurna, sementara manusia tidak, maka segala bentuk kegiatan yang mereka lakukan adalah jalan untuk bisa bertemu dengan-Nya kelak. Karena kebahagiaan hanya bisa dicapai jika manusia berjalan menggunakan neraca keikhlasan sembari mengikuti panji-panji Ilahi. Sehingga mereka akan  menemukan apa yang disebut dengan “muara kasih sayang Tuhan.” Mereka akan mampu memaknai perjalanan hidup ini seperti mereka memahami fungsi ibadah kepada-Nya. Mereka menjadikan profesi, pola hidup, lingkungan, bahkan pola bersikap, sebagai sesuatu yang memiliki nilai positif. Sebagaimana fungsi positif dalam ibadah itu sendiri. Pada akhirnya, kapanpun dan di manapun kehidupan merupakan bentuk rangkaian peribadatan kepada-Nya.
Sejarah membuktikan bahwa proses menjadikan segala sesuatu dalam kehidupan ini sebagai bentuk ibadah kepada-Nya bukanlah hisapan jempol belaka, atau bahkan terkesan mengada-ada. Dalam hal ini, tentu Rasulullah Saw. adalah insan yang sangat tepat untuk kita teladani. Hal ini juga dapat kita lihat dalam al-Qur’an  ketika Allah memerintahkan rasul-Nya untuk menyatakan bahwa semua ibadah dan kehidupan kita hanyalah milik-Nya semata.
"Katakanlah, sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah Swt., Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).” (QS: Al-An’am [6]: 162-163).
Shalat merupakan pilar agama. Barang siapa yang mendirikannya, maka ia akan mengokohkan agama. Sebaliknya, barang siapa yang  meninggalkannya, maka ia akan menghancurkan agama. Pernyataan ini akan senantiasa berlaku dengan catatan bahwa shalat ditegakkan dengan benar, diniati dengan sungguh-sungguh murni mencari ridha Allah Swt. dan rasul-Nya. Sehingga pada tataran fungsinya, shalat dapat mencegah segala bentuk perbuatan keji dan kemunkaran, baik antara manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia, maupun manusia dengan lingkungan alamnya.
Bila kita kaitkan dalam konteks kekinian, akan kita dapati bahwa barang siapa yang berhasil menegakkan shalat dengan benar, maka ia akan terhindar dari perilaku-perilaku radikal dan anarkis; suatu tindakan yang dapat merusak dan merugikan dirinya sendiri dan orang lain.
Adapun kata shalat (الصلاة) berasal dari bentuk kata tunggal al-shilah (الصلة) yang memiliki beberapa makna. Pertama, ia bermakna menghubungkan seorang hamba dengan Tuhannya. Kedua, ia menuntun seorang hamba untuk sampai kepada keridhaan Tuhannya. Dan ketiga, ia mengantarkan seorang hamba kepada pertolongan Tuhan Yang Maha Esa.
Berdasarkan ketiga makna di atas, shalat menjadi pilar penting dalam agama. Oleh karena itu, shalat harus tetap didirikan meskipun dalam situasi genting. Misalnya, ketika berada dalam medan pertempuran sekalipun. Sebagaimana disabdakan Rasulullah Saw., “Beristiqamahlah kalian semua dalam mendirikan shalat dan jangan sekali-kali berpaling untuk meninggalkannya. Serta tetaplah senantiasa beramal kebaikan. Ketahuilah bahwa sebaik-baik amal umatku adalah shalat. Dan tidak ada umat lain yang lebih bisa menjaga kesucian (jiwa dan raganya) kecuali umat Islam.”
Sebagai umat Islam masa kini, kita tidak akan pernah bisa lepas dari sejarah umat Islam masa lampau. Mengenai betapa pentingnya shalat, kita bisa melihat kembali rekaman peristiwa kala sahabat Umar bin Khattab senantiasa mendirikan shalat meskipun dalam keadaan terluka.
Diriwayatkan oleh Imam Malik r.a. dari Hisyam bin ‘Urwah r.a. dari ayahnya, dia berkata “Pada suatu malam al-Musawar bin Mukhramah r.a. mendatangi sahabat Umar bin Khattab yang sedang menderita luka tusuk. Ia bertujuan untuk membangunkan beliau agar mendirikan shalat shubuh. Dengan seketika sahabat Umar bin Khattab bangun dan berkata, “Seseorang yang meninggalkan shalat tidak akan pernah bisa meraih kemenangan.” Sesaat setelah itu, sahabat Umar bin Khattab langsung mendirikan shalat, dan pada akhirnya lukanya pun mengeluarkan darah.
Oleh karena itu, terdapat dua hadits yang selayaknya harus selalu diingat oleh setiap muslim. Dua hadits ini memegang peranan penting sekaligus sebagai pilar paling asasi dalam setiap aspek keagamaan. Dua hadits tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama, hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Sahabat Jabir r.a. yang menyatakan bahwa sahabat Jabir r.a. pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Pembeda antara orang muslim, orang musyrik dan orang kafir adalah yang meninggalkan shalat.” Hadits ini dengan sangat sederhana memberikan informasi kepada kita bahwa yang membedakan antara umat Islam dan umat yang lainnya adalah ibadah shalat. Maka barang siapa yang mendirikan shalat, ia akan mengokohkan pilar agama. Dan barang siapa yang meninggalkannya, maka ia akan keluar dari barisan umat Islam.
Kedua, hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dari sahabat Buraidah r.a. bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Periode yang membedakan antara kita (umat Islam) dengan mereka (umat selain Islam) adalah perintah mendirikan shalat. Barang siapa yang meninggalkan shalat, maka sesungguhnya ia telah kafir (tidak termasuk sebagai umat Islam).”
Dalam riwayat lain, diceritakan oleh Syafiq bin Abdillah r.a. ketika ia sedang berdialog tentang peringatan bagi mereka yang meninggalkan atau yang meremehkan perintah shalat, ia berkata, “Tak satupun dari para sahabat Rasulullah Saw. yang berbeda pendapat bahwa tidak ada amalan apapun yang jika ditinggalkan akan menyebabkan seseorang menjadi kafir, kecuali meninggakan shalat.”

No comments:

Post a Comment