"Manfaat yang diterima calon
peserta tidak boleh berkurang ketika BPJS beroperasi."
Dalam
rangka persiapan pelaksanaan BPJS, peraturan pelaksana menjadi hal paling
penting yang harus diperhatikan. Dalam merancang peraturan pelaksana BPJS
Ketenagakerjaan, ada pemangku kepentingan merasa tidak dilibatkan. Padahal,
pemangku kepentingan dapat disebut sebagai pemilik dari kebijakan yang diatur
lewat peraturan pelaksana tersebut.
Presidium
Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS), Indra Munaswar, dalam seminar yang digelar
Lembaga Analisis Kebijakan dan Advokasi Perburuhan (Elkape) di Jakarta, Selasa (26/11)
mengatakan masukan dari masyarakat sangat penting untuk menjaga agar ketentuan
yang termaktub dalam peraturan pelaksana BPJS Ketenagakerjaan sesuai harapan.
Selain Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), persiapan peraturan pelaksana BPJS
Ketenagakerjaan juga menjadi ranah Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
(Kemenakertrans). Indra menilai Kementerian yang membidangi ketenagakerjaan ini
dinilai tidak transparan dalam membahas regulasi pelaksanaan.
Indra
mendapat informasi bahwa Kemenakertrans sudah melibatkan Lembaga Kerja Sama
Tripartit Nasional (LKS Tripnas) yang terdiri dari unsur serikat pekerja,
organisasi pengusaha dan pemerintah. Ketika Indra konfirmasi kepada anggota LKS
Tripnas dari unsur serikat pekerja, pekerja mengaku tidak dilibatkan dalam
pembahasan secara mendalam. LKS Tripnas tidak diberikan rancangan peraturan
pelaksana BPJS Ketenagakerjaan. Padahal, dalam UU No.12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mengakui hak masyarakat mengakses
salinan rancangan peraturan. “Sudah ada 7 peraturan yang diharmonisasi
Kemenkumham, tapi kami belum mendapat draft peraturan pelaksana BPJS
Ketenagakerjaan itu,” ujarnya.
Direktur
Elkape, German E Anggent, menyoroti sinergi antarlembaga pemerintahan. Ia
menilai minim koordinasi dalam membahas peraturan pelaksana BPJS. Kementerian
Keuangan, misalnya, sering tak hadir saat diundang. KAJS dan Elkape berniat
mengadukan masalah ini ke DPR. “Lembaga pemerintah lainnya punya sikap yang
jelas terhadap BPJS, tapi kenapa Kemenkeu sulit menerima BPJS sebagai badan
yang mandiri,” paparnya.
Kepala
Analisa dan Komunikasi Pasar PT Jamsostek, Singgih Marsudi, mengatakan dalam
transformasi menuju BPJS Ketenagakerjaan, masukan dan dukungan masyarakat
sangat dibutuhkan. Diakui Singgih, saat ini ada 9 draf yang tengah dirancang PT
Jamsostek, Kemenakertrans dan DJSN. Ia menekankan dalam rancangan peraturan
pelaksana itu tidak ada ketentuan yang menghilangkan amanat UU SJSN dan BPJS.
Termasuk manfaat yang diperoleh peserta Jamsostek saat ini tidak akan berkurang
ketika BPJS Ketenagakerjaan berjalan.
Dari 9
rancangan peraturan pelaksana itu, Singgih melanjutkan, 6 diantaranya sudah
diharmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM. Sisanya, seperti RPP Pengelolaan Aset dan Liabilitas (Alma)
BPJS Ketenagakerjaan dan peraturan yang menyangkut program Jaminan Pensiun
belum selesai. Penyebabnya antara lain karena perbedaan pandangan tentang Dana
Peningkatan Kesejahteraan Pekerja (DPKP).
Misalnya,
Singgih menandaskan, Kemenkeu menyebut BPJS Ketenagakerjaan hanya menjalankan 4
program yaitu Jaminan Pensiun (JP), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan
Hari Tua (JHT) dan Jaminan Kematian (JKM). Oleh karenanya Kemenkeu menilai DPKP
tidak termasuk program yang diselenggarakan BPJS Ketenagakerjaan sehingga harus
dihapus.
Singgih
menjelaskan, selama ini peserta PT Jamsostek sangat terbantu dengan DPKP. Sebab
lewat manfaat tambahan itu para peserta bisa mendapat uang muka perumahan
secara mudah dan bantuan beasiswa untuk anak mereka. “Setiap awal Januari
peserta selalu memantau dan menagih berapa anggaran yang digelontorkan
Jamsostek untuk beasiswa,” ucapnya.
Pengucuran
DPKP diyakini tidak merugikan program lain yang diselenggarakan PT Jamsostek.
Sebab DPKP bersumber dari surplus yang diperoleh PT Jamsostek dari hasil pengelolaan
dana peserta. Saat ini anggaran DPKP mencapai RP1,3 triliun. Untuk itu Singgih
mengaku bingung ketika DPKP dihapus, maka kemana dana itu akan dialihkan.
“Kalau nanti DPKP hilang, itu nanti uang triliunan mau dikemanakan,”
pungkasnya. (www.hukumonline.com)
No comments:
Post a Comment