Kamar
Dagang dan Industri (Kadin) menyatakan implementasi Undang-Undang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) mulai tahun 2014 mendatang berpotensi
menimbulkan sejumlah permasalahan yang harus dibenahi.
"Dalam
implementasi UU BPJS mendatang diperkirakan dapat menimbulkan
permasalahan," kata Ketua Komite Tetap Hubungan Industrial Kadin,
Hasanuddin Rachman di Jakarta, Selasa (10/12/2013).
Menurut
Hasanuddin Rachman, permasalahan tersebut terutama terkait pembayaran iuran
untuk masing-masing program baik itu dalam hal ketenagakerjaan maupun
kesehatan.
Ia
memaparkan, untuk BPJS Ketenagakerjaan, pengusaha akan menjadi obyek dari
program ini karena adanya tambahan beban keuangan.
Sedangkan
untuk BPJS Kesehatan, lanjutnya, pengusaha dinilai akan menjadi obyek dan sekaligus
subyek khususnya untuk rumah sakit swasta. Karena itu, ujar dia, sosialisasi
mengenai besaran iuran baik itu dari pemberi kerja maupun dari penerima upah
harus lebih diperjelas.
Sebelumnya,
tanggal 4 Juli 2013, lembaga tripartit telah menyepakati bahwa mulai tanggal 1
Januari 2014 sampai dengan 30 Juni 2015 iuran jaminan kesehatan ditanggung oleh
pemberi kerja sebesar 3 persen.
Sedangkan
mulai 1 Juli 2015 sampai dengan seterusnya, jaminan kesehatan sebesar 3 persen
akan ditanggung bersama oleh pemberi kerja dan pekerja, karena pokok-pokok
sistem jaminan sosial nasional dilaksanakan dalam skema asuransi sosial yang
sifatnya wajib.
Berbeda
dengan jaminan kesehatan, Kadin menilai jaminan ketenagakerjaan masih belum ada
gambaran yang jelas terkait besaran dana pensiun yang akan dikelola oleh PT
Jamsostek.
"Kami
masih menunggu keputusan berapa iuran yang akan dibayarkan pengusaha, pekerja
maupun pemerintah," kata Hasanuddin.
Sebagaimana
diberitakan, pemerintah diminta berdialog dengan serikat pekerja dalam
pembahasan rancangan peraturan pemerintah (RPP) tentang pelaksanaan UU BPJS
agar tercipta peraturan yang aspiratif, prokesejahteraan pekerja dan tidak
muncul resistensi.
"Dana
yang dihimpun oleh BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan adalah dana pekerja dan
sewajarnya pekerja dilibatkan dalam menyusun regulasi itu," kata Ketua
Umum Serikat Pekerja Jamsostek Abdurahman Irsyadi.
Sementara
itu beberapa elemen di Jakarta yang tergabung dalam Aliansi Buruh dan Rakyat
Indonesia (ABRI) meminta pemerintah terbuka dalam pembahasan RPP BPJS.
Juru bicara
ABRI yang juga Sekjend KMI Rauf Qusyairi menyatakan tujuh RPP BPJS yang akan
menjadi dasar pelaksanaan program jaminan sosial sangat strategis. Untuk itu
pemerintah diminta mengajak semua elemen, utamanya buruh dan pelaksana program
jaminan sosial dalam pembahasan RPP. (Antara)
No comments:
Post a Comment