Wednesday, December 11, 2013

Tantangan Besar dan Berat Menuju Level Dunia



·         Transformasi Jamsostek ke BPJS Ketenagakerjaan


TAK lama lagi atau tepatnya 1 Januari 2014,  PT Jamsostek (Persero) akan berubah menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Perubahan bentuk itu merujuk pada UU No 24/2011 tentang BPJS sebagai pengejawantahan UU No 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

Mengawali tahun, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut resmi menjadi badan hukum publik yang melayani program jaminan sosial tenaga kerja berupa Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT), dan Jaminan Pensiun (JP) yang akan efektif dimulai pada 1 Juli 2015.

Program Jaminan Kesehatan (JK) dialihkan ke BPJS Kesehatan, perubahan dari PT Askes (Persero) juga beroperasi per 1 Januari 2014.
Perubahan menjadi BPJS Ketenagakerjaan tentu saja diharapkan tidak mengurangi manfaat peserta program sebelumnya yang ditangani PT Jamsostek (Persero).

Di samping itu, mampu memberikan kesejahteraan bagi karyawannya, minimal sama dengan yang dinikmati  ketika masih berbentuk BUMN. Bahkan, direksi yang sekarang menargetkan dalam waktu tidak lama lagi mampu menjadi penyelenggara jaminan sosial kelas dunia. Upaya mencapai target tersebut sudah diterjemahkan dalam tahapan transformasi menjadi BPJS, terutama  menyangkut dua hal pokok, yakni perangkat lunak atau  sumber daya manusia (SDM) dan perangkat keras atau teknologi informasi beserta jaringan pendukungnya.

Dalam konteks ini, mau tak mau BPJS Ketenagakerjaan mesti becermin ke negara-negara maju. Di sana, jaminan sosial berkontribusi terhadap laju gerak perekonomian yang bermuara pada kesejahteraan masyarakatnya. Dalam perjalanan menuju level dunia, secara bertahap dan pasti masa depan jaminan sosial di Indonesia juga akan mencapai parameter kesejahteraan dan kemajuan ekonomi.

Sebelum berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan, PT Jamsostek (Persero) telah memiliki modal yang cukup baik. Dari segi dana kelolaan, misalnya, saat ini nilai nominalnya sekitar Rp 145 triliun. Bukan angka yang kecil, dan apabila diberdayakan secara benar dan tepat, pasti akan terus meningkat jumlahnya dan berdampak besar bagi masyarakat, khususnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan ekonomi. Apalagi jumlah penduduk dan angkatan kerja masih memungkinkan untuk dieksplorasi dalam upaya meningkatkan kepesertaan.

Potensi

Tantangan terbesar BPJS Ketenagakerjaan ke depan memang terletak pada bagaimana menggarap potensi jumlah penduduk yang kini mendekati 250 juta jiwa dan angkatan kerja sekitar 117 juta orang. Data terakhir menunjukkan ada 30 jutaan tenaga kerja yang terdaftar sebagai peserta jaminan sosial yang diselenggarakan PT Jamsostek (Persero), namun yang aktif dalam arti membayar iuran secara tertib dan rutin hanya sekitar 12 juta.

Sisanya sebanyak 17 juta kemungkinan sudah pindah tempat kerja, terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), atau perusahaan tempatnya bekerja tidak membayarkan iuran jaminan sosial. Padahal, program jaminan sosial tenaga kerja sudah diselenggarakan sejak 36 tahun lalu. Awalnya, oleh PT Astek melalui PP No 33/1977, dan selanjutnya ditangani PT Jamsostek (Persero) sesuai dengan UU No 3/1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. UU yang menyertai operasionalisasi BUMN itu sebenarnya juga mengatur soal hukuman kurungan badan dan atau denda bagi pemberi kerja yang tak mengikutkan karyawannya dan program jaminan sosial tenaga kerja.

Petugas Pengawas Ketenagakerjaan Kementerian Tenaga Kerja  diberi mandat penuh melakukan pengawasan dan penindakan hukum terhadap perusahaan yang melanggar. Kenyataannya, setelah beroperasi hampir empat dasawarsa, perusahaan serta pekerja yang  menjadi peserta program jaminan sosial tenaga kerja masih kecil jika dibandingkan dengan potensi jumlah angkatan kerja serta jumlah perusahaan yang mencapai 50,7 juta usaha sektor informal dan menampung sekitar 90 juta orang tenaga kerja, 4.370 usaha besar, serta 550 ribu usaha kecil dan menengah (UKM).

Setelah ditelisik lebih jauh, di antara perusahaan peserta jaminan sosial tenaga kerja yang tergolong aktif ternyata, banyak yang berstatus perusahaan daftar sebagian (PDS), yakni hanya mendaftarkan sebagian karyawannya, sebagian upahnya, dan akhirnya merugikan pekerja. Perusahaan atau pemberi kerja tampak tidak takut menghadapi tuntutan hukum dari karyawannya. Pekerja pun cenderung bersikap pasif, baik karena tidak mengetahui hak-haknya, maupun pasrah akibat ketakutan terancam PHK. Apalagi secara kasatmata posisi tawar mereka memang tidak kuat menghadapi pemberi kerja.

Kesadaran

Keikutsertaan perusahaan dan pekerja pada program jaminan sosial tenaga kerja bukan sekadar karena penindakan pelanggaran yang belum tegas. Melainkan  lebih karena belum ada kesadaran serta pemahaman mendalam mengenai pentingnya perlindungan atas berbagai risiko yang kemungkinan terjadi, baik akibat sakit, kecelakaan, kecacatan, maupun masa tua.

Kesadaran serta pemahaman itu harus dimiliki oleh perusahaan atau pemberi kerja dan masyarakat, terutama para pekerja. Sehubungan dengan itu, BPJS Ketenagakerjaan masih mempunyai PR atau ‘’pekerjaan rumah’’ berupa sosialisasi secara masif agar tak lagi terlampau lama muncul pemahaman dan kesadaran bahwa jaminan sosial merupakan kebutuhan.

Ada baiknya upaya memantik kesadaran tersebut dimulai sejak dini; contohnya melalui kegiatan ke sekolah-sekolah dari TK, SD, sampai perguruan tinggi. Tak ada salahnya juga dimasukkan dalam kurikulum, karena selama ini yang ada baru soal asuransi yang diselenggarakan oleh swasta atau sebagain kecil BUMN.

Event-event yang melibatkan banyak kaum muda perlu dimanfaatkan secara optimal untuk sosialisasi. Contohnya pentas musik, olahraga, lomba mata pelajaran, dan sebagainya. Asal dikemas apik dan tidak bersifat kampanye yang kering atau indoktrinasi, pasti tujuannya akan sampai. Minimal bisa menyentuh kesadaran generasi muda mengenai betapa penting jaminan sosial sebagai upaya ‘’sedia payung sebelum hujan’’ atau memikirkan kehidupan masa depan yang aman dan nyaman, bahkan lebih baik.

Dalam meningkatkan kualitas layanan, BPJS Ketenagakerjaan perlu pula menggandeng BUMN atau perusahaan-perusahaan yang mempunyai keunggulan di bidang jaringan. Misalnya PT Pos Indonesia yang mampu menjangkau daerah-daerah pelosok, serta PT Telkom atau operator-operator seluler dalam hal jaringan komunikasi dan teknologi informasi. Prinsipnya adalah meng optimalkan semua jaringan agar potensi angkatan kerja yang besar tergarap secara optimal pula. Jadi, selain perusahaan, bisa menjaring peserta-peserta perorangan dan pekerja informal.

Setelah sosialisasi masif dan simultan membuahkan hasil, jejaring kian luas, dan potensi tergarap baik; barulah langkah-langkah menuju penyelanggara jaminan kelas dunia ditegaskan lebih intensif. Kita ingin sejalan dengan upaya itu, secara bertahap akhirnya pada suatu saat seluruh warga negara memiliki semua jaminan sosial; diperkirakan hal itu bakal tercapai pada 2030.

Di sisi lain, program jaminan sosial yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan rakyat, berdampak ekonomi amat besar. Sebab, setiap jaminan sosial pada dasarnya merupakan mekanisme mobilisasi dana masyarakat, terutama program jangka panjang, yakni jaminan hari tua dan jaminan pensiun. (Bambang Tri Subeno/m.suaramerdeka.com)

No comments:

Post a Comment