Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah r.a., “Kami
berjalan bersama Rasulullah hingga kami singgah di suatu lembah yang luas. Ketika
itu, Rasulullah hendak pergi menuntaskan hajat, dan aku mengikuti beliau dari
belakang dengan membawa satu ember air. Rasulullah melihat
sekeliling, tetapi beliau tidak melihat apa pun untuk
dijadikan penutup. Sampai kemudian beliau melihat dua pohon di tepi lembah. Rasulullah
lalu pergi mendekati salah satu pohon itu lantas meraih sebagian dahannya, dan
berkata, ‘Merunduklah untukku.’ Dengan izin Allah, dahan itu merunduk
bersama beliau laksana unta yang tunduk kepada penunggangnya. Dan beliau juga mendatangi
pohon satunya lagi, lalu meraih salah satu dahannya dan berkata, ‘Merunduklah
untukku.’ Dengan izin Allah, dahan itu merunduk pula. Setelah beliau berada di pertengahan
di antara kedua pohon, beliau menyatukan keduanya, dan berkata, ‘Menyatulah
untukku.’ Dengan izin Allah, keduanya menyatu.”
Lebih
lanjut Jabir meriwayatkan, “Aku pergi seraya berlari cepat karena khawatir bila
Rasulullah merasakan keberadaanku di dekatnya, sehingga beliau akan menjauh. Lalu
aku duduk sembari berbisik dalam hati. Aku menoleh ke samping, ternyata Rasulullah
datang menghampiriku dan ternyata pula kedua pohon itu telah memencar.
Masing-masing pohon telah berdiri di atas tonggaknya. Aku juga melihat saat
beliau selesai menuntaskan hajat, beliau berdiri dan mengisyaratkan kepada
pohon-pohon itu dengan menggelengkan kepala ke kanan dan ke kiri agar supaya
pohon tersebut kembali ke tempatnya semula.”[1]
Pelepah Kurma Berjalan Menuju Nabi Muhamad Saw
Diriwayatkan
dari Ibnu Abbas r.a., “Ada seorang laki-laki mendatangi Nabi lalu bertanya,
‘Apa saja yang telah engkau ucapkan kepada para pengikutmu (para sahabat Nabi)?’
Waktu itu di sekitar Nabi ada pelepah kurma berserakan dan
pepohonan yang cukup banyak. Nabi lalu menjawab, ‘Apa kamu ingin aku memperlihatkan
bukti kepadamu?’ ‘Ya,’ ucap laki-laki itu. Maka Nabi memanggil pelepah kurma itu,
dan dengan izin Allah, pelepah itu datang kepada beliau sambil merangkak kemudian
sujud kepadanya. Setelah itu, Nabi memerintahkan kepada pelepah kurma itu agar kembali
ke tempatnya semula. Al-Amiri (pencerita kisah ini) berkata, ‘Wahai keluarga
Amir bin Sha’sha’ah, demi Allah, aku tidak berdusta atas apa yang terjadi’.”[2]
Dalam
riwayat yang lain dikatakan, “Seorang Badui mendatangi Rasulullah dan bertanya,
‘Dengan bukti apa agar aku bisa yakin bahwa engkau adalah utusan Allah?’ Beliau
menjawab, ‘Seandainya aku bisa memanggil pelepah kurma itu ke sini, apakah kamu
mau beriman kepadaku?’ ‘Ya,’ ujarnya. Beliau kemudian memanggil pelepah kurma
itu. Dan pelepah itu menjatuhkan diri dari pohonnya dan langsung mendatangi Nabi.
Lalu, Nabi berkata kepada pelepah kurma itu agar kembali ke pohon, tempatnya
semula. Orang Badui itu kemudian berucap, ‘Aku bersaksi bahwa engkau adalah
utusan Allah dan dapat dipercaya’.”[3]
Ranting Pohon Berjalan Mendatangi Nabi Muhamad Saw
Pada suatu hari, Nabi Saw keluar menuju jalan setapak di wilayah Makkah
dalam keadaan sedih lantaran penduduk Makkah
telah mendustakannya. Beliau berkata, “Wahai Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku sesuatu
yang bisa menenteramkan hatiku dan
menghilangkan rasa gelisahku ini.” Tak lama berselang, Allah menurunkan wahyu kepadanya, “Panggilah ranting pohon itu sesuai ke hendakmu.” Kemudian beliau memanggil
ranting itu. Dan, atas izin Allah, ranting itu melepaskan diri dari pohonnya lalu
berjalan menuju ke arah Nabi. Nabi pun berkata kepada ranting itu, “Kembalilah
ke tempat asalmu.” Kemudian ranting itu pun kembali ke tempatnya semula. Lalu
Nabi memuji kepada Allah dan merasa bahagia.
Orang Musyrik berkata, “Wahai Muhamad, apakah engkau memandang sesat nenek
moyangmu?” Lalu Allah menurunkan wahyu kepada beliau untuk menjawab pertanyaan orang-orang
kafir Quraisy ini:[4]
"Katakanlah, ‘Maka apakah kamu
menyuruh aku menyembah selain Allah, wahai orang-orang yang tidak
berpengetahuan?’" (QS Al-Zumar [39]: 64).
Dalam riwayat yang lain disebutkan bahwa Rasulullah mengalami kesedihan
yang mendalam lantaran penyiksaan orang Musyrik kepadanya. Nabi berkata, “Ya
Allah, hari ini, perlihatkanlah kepadaku sebuah tanda keagungan-Mu sehingga
tiada lagi orang yang mendustakanku setelah ini.” Setelah itu, kata Nabi, “Aku
diperintahkan untuk memanggil pohon dari arah seberang kota Madinah. Pohon itu kemudian
berjalan menuju ke arahku. Lalu, pohon itu aku perintahkan untuk kembali ke tempatnya
semula.” Al-Baihaqi menuturkan bahwa Rasulullah berkata, “Setelah peristiwa
ini, tidak ada dari kaumku yang mendustaiku lagi.”[5]
Pohon Berjalan Sembari Membelah Bumi dan Bersaksi Atas Kenabian Muhamad Saw
Diriwayatkan dari Ibnu Umar r.a., “Suatu hari, kami melakukan perjalanan
bersama Rasulullah Saw. Di tengah-tengah perjalanan, kami bertemu dengan seorang Badui.
Tiba-tiba Rasulullah menyapa orang itu, ‘Kamu hendak ke mana, wahai fulan?’
‘Pulang ke kaumku,’ jawab orang Badui tersebut. Rasulullah melanjutkan, ‘Maukah
kamu aku beri sebuah kebaikan?’ ‘Kebaikan dalam hal apa?’ si Badui balik
bertanya. Rasulullah menjawab, ‘Kamu bersaksilah bahwa tiada Tuhan selain Allah.
Dia Maha Esa dan Tidak Bersekutu. Dan Muhamad adalah hamba dan utusan-Nya.’
Orang Badui itu kembali bertanya, ‘Apa buktinya bahwa ucapanmu itu benar,
wahai Muhamad?’ Beliau menjawab, ‘Pohon yang berada di tepi lembah itu saksinya.’
Kemudian, beliau memanggil pohon itu agar mendekat ke arahnya. Pohon itu pun
berjalan dengan membelah bumi, hingga sampai di hadapan Rasulullah. Beliau lalu
meminta pohon itu untuk bersaksi atas kenabiannya dengan tiga kali persaksian.
Setelah bersaksi, pohon itu lalu kembali ke tempatnya semula. Sebelum orang Badui
itu pulang ke kaumnya, dia berkata, ‘Seandainya kaumku bersedia mengikuti
langkahku, niscaya aku akan mengajak mereka ke padamu. Tetapi bila sebaliknya, aku
pun akan tetap bersamamu’.”[6]
[1] HR Muslim.
[2]Hadits Shahih, H. Baihaqi dalam kitabnya Dalâil
al-Nubuwah (6/17).
[3]Hadits Shahih, HR Baihaqi dalam kitabnya Dalâil
al-Nubuwah (6/15), HR Hakim dalam kitabnya Mustadrak (2/620).
[4] Hadits Hasan,
HR Baihaqi (6/13, 14).
[5]Hadits Hasan, HR Baihaqi dalam kitabnya Dalâil al-Nubuwah
[6]Hadits Shahih, HR Hakim (2/62), HR Baihaqi
dalam kitabnya Dalâil al-Nubuwah (6/15), dan Ibnu Katsir berkata,
sanadnya baik (jayid) (6/138).
No comments:
Post a Comment