Friday, December 20, 2013

Serba Seratus! Anaknya, Umurnya, Bahkan Hartanya Berlipat Seratus Kali Berkat Do’a Nabi Muhamad Saw



Anas bin Malik r.a., bertutur, “Suatu hari, ibuku, Ummu Sulaim, mendatangi Rasulullah dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, ini anakku, Anas. Aku datang kepadamu untuk menitipkan dia kepadamu. Jadikanlah dia pelayan sehari-harimu. Aku minta do’akanlah dia.’ Lalu Nabi bersabda, ‘Ya Allah, karuniailah dia (Anas) harta dan anak yang banyak’.”[1]
Dalam redaksi yang lain, “Ya Allah, karuniailah dia harta dan anak yang banyak serta panjangkan umurnya serta ampunilah dia.” Sampai suatu hari, Anas berkata, “Demi Allah, sesungguhnya hartaku banyak.  Juga, anakku berjumlah seratus.”
Diriwayatkan dari Tirmidzi dan selainnya, Anas bin Malik r.a. telah melayani Rasulullah selama sepuluh tahun. Nabi juga pernah mendo’akannya. Berkat do’a Nabi, Anas memiliki kebun buah-buahan yang setiap tahunnya panen hingga dua kali. Dan di dalam kebun tersebut, terdapat buah yang menebarkan bau misik (minyak wangi).[2]
Jadi, anaknya Anas bin Malik berjumlah seratus, dan umurnya hingga wafat seratus tahun –ada yang mengatakan seratus sepuluh dan wafatnya pada tahun 93 H. Menurut pendapat yang kuat, harta bendanya melimpah ruah.

Saib bin Yazid Berumur Panjang Berkat Do’a Nabi Muhamad Saw
Suatu hari, Saib bin Yazid dido’akan oleh Nabi Saw seraya beliau mengusap kepala Said dengan tangannya. Berkat do’a Nabi itu, Saib berumur panjang hingga sembilan puluh empat tahun, dengan ciri-ciri posturnya sedang, tidak ada uban sama sekali di bagian kepala yang pernah diusap oleh Nabi dan panca inderanya sangat kuat.[3]

Membeli Satu Mendapat Keuntungan Satu
Ini adalah kisah Urwah bin Abi al-Ju’di al-Mazani r.a. “Saat itu Nabi Saw memberi uang satu dinar kepadanya agar dibelikan seekor kambing untuk beliau. Lalu dengan uang tersebut dia dapat membeli dua ekor kambing. Kemudian dia jual satu ekor dengan harga satu dinar. Sehingga, dia pulang membawa satu dinar dan satu ekor kambing. Nabi Saw mendo’akannya dengan keberkahan dalam jual-belinya. Dalam riwayat lain, Nabi mendo’akan ‘Urwah agar diberi keberkahan dalam jual-beli. Seandainya ‘Urwah membeli debu pun, dia pasti beruntung.”[4]

Bertambah Harta Berkat Doa Nabi Muhamad Saw
Suatu hari, Abi Uqail pergi ke pasar bersama kakeknya, Abdullah bin Hisyam, untuk membeli makanan. Setibanya di pasar, dia bertemu Ibnu 'Umar dan Ibnu Zubair. Lalu keduanya berkata kepada Abi Uqail, Sertakanlah kami dalam urusan jual-belimu karena Nabi telah mendo'akan keberkahan untukmu.” Kemudian Abi Uqail menyertakan keduanya. Apabila dia (Abi Uqail) menempuh suatu perjalanan yang jauh, dia pasti akan mendapatkan tempat singgah yang layak.[5]

Bumi Menolak Jasad Laki-laki Ini Karena Sabda Rasulullah Saw
Anas bin Malik r.a. mengisahkan, “Ada seorang laki laki yang biasa menulis untuk Rasulullah. Dia juga pandai membaca surat al-Baqarah dan al-Imran. Kami menghormati laki-laki ini, terlebih ketika dia membaca surat-surat al-Qur’an. Suatu hari, Rasulullah mendiktekan kepadanya suatu lafazh al-Qur’an yang berbunyi,’Ghafûra al-Rhahima’ namun dia menuliskannya dengan lafazh ‘Alîman Hakîma’. Rasulullah berkata kepada laki laki ini, ‘Tulislah seperti ini.’ Tetapi laki-laki itu menjawab, ‘Tulislah sendiri sesuai apa yang engkau kehendaki.’ Lalu beliau mendiktekan lagi sebuah lafzh, ‘Alîman Hakîma’ namun lagi-lagi dia menuliskannya dengan lafadz ‘Samî’an Bashîra’. Lalu Rasulullah berkata, ‘Tulislah seperti ini.’ Dan dia menjawab, ‘Tulislah sendiri sesuai dengan apa yang engkau kehendaki.’
Di kemudian hari, laki-laki itu murtad dari Islam dan kembali kepada agamanya semula, kafir-musyrik, dan dia berkata, ‘Tidak ada yang diketahui Muhamad melainkan apa yang aku tulis untuknya.’ Sampai suatu waktu laki-laki itu meninggal dan Rasulullah bersabda, ‘Bumi tidak akan menerima jasad laki-laki itu.’
Kemudian, Abu Thalhah mendatangi tempat laki-laki itu dikuburkan,  dia melihat bahwa jasad laki-laki itu benar-benar tidak diterima oleh bumi. Abu Thalhah bertanya kepada para sahabat, ‘Apa yang terjadi pada jasad laki laki ini?’ Mereka menjawab, ‘Jasad laki-laki ini dikuburkan berkali-kali tetapi jasadnya selalu ditolak bumi’.”[6]

Muawiyah tidak Pernah Kenyang Lantaran Sabda Rasulullah Saw
Ibnu Abbas bercerita, "Pada suatu ketika, aku sedang bermain bersama anak-anak. Tiba-tiba Rasulullah datang dan aku langsung bersembunyi di balik pintu. Kemudian beliau mendekat seraya menepuk pundakku dari belakang dan berkata, ‘Wahai Ibnu Abbas, pergi dan panggil Muawiyah ke mari!’ 'Tak lama berselang aku datang untuk menemui beliau sambil berkata, ‘Wahai Rasulullah, Mu'awiyah sedang makan.’ Setelah itu, Rasulullah menyuruhku kembali sambil berkata, ‘Pergi dan panggil Muawiyah untuk datang ke mari!’ Lalu aku datang lagi menemui Rasulullah dan berucap, ‘Wahai Rasulullah, Muawiyah sedang makan.’ Lantas Rasulullah berkata, ‘Semoga Allah tidak mengenyangkan perutnya’.”[7] Dan setelah do’a Nabi itu, Muawiyah tidak pernah merasa kenyang selamanya.[8]
Mengenai hal ini, Ibnu Katsir mengungkapkan, “Sungguh, setelah do’a Nabi itu,  Muawiyah r.a. tidak pernah merasa kenyang selamanya. Ini terbukti tatkala dia menjadi gubernur. Dia makan sehari tujuh kali, dengan makanan yang berisi daging. Dia berkata, ‘Demi Allah, aku tidak merasa kenyang namun aku berhenti (makan) karena letih’.”[9]
Apa yang menimpa Muawiyah adalah lantaran terkabulnya do’a Rasulullah sekaligus ujian  dari Allah terhadapnya. Akan tetapi yang mesti dicatat bahwa hal ini bukan berarti Nabi membenci atau marah pada Mu’awiyah r.a. melainkan ini menunjukkan betapa mustajabnya do’a seorang Nabi.

Lengan Sahabat Sembuh Setelah Ditekuk Nabi Muhamad Saw
Hubaib bin Asaf r.a. berkata, “Aku bersama laki-laki dari klanku mendatangi Rasulullah dan berkata, ‘Kami ingin menjadi saksi dan berjuang bersamamu, wahai Rasulullah.’ Nabi kemudian bertanya balik, ‘Apakah kalian seorang Muslim?’  Kami menjawab, ‘Bukan.’ Lalu beliau berkata, ‘Kami tidak bisa mengikutsertakan kalian karena kalian masih musyrik.’ Kalau begitu, kami akan masuk Islam. Aku kemudian memutuskan masuk Islam.
Suatu ketika, aku terkena pukulan di tengkukku sampai menyebabkan tanganku tak bisa digerakkan. Lalu aku mendatangi Rasulullah, beliau mengobatiku dengan cara tanganku ditekuk dan dikencangkan hingga tiba-tiba aku merasa sembuh seperti sediakala. Aku pun kemudian membunuh orang yang memukulku dan menikahi putrinya. Anak perempuannya ini berkata,Tidak ada laki-laki yang kikir seperti dirimu. Aku menjawabnya, ‘Tidak ada laki-laki yang lebih cepat masuk neraka kecuali ayahmu’.”[10]

Berkat Do’a Nabi, Ibnu Abbas Menjadi Lautan Ilmu bagi Umat Muslim
Ibnu Abbas bin Abdul Muthalib bercerita, “Suatu ketika, saat Rasulullah memasuki kamar mandi, aku membuatkan semacam tempat wudhu berisi air di samping kamar mandi. Setelah beliau keluar, beliau langsung berwudhu, dan bertanya, ‘Siapa yang membuat tempat wudhu ini?’ Para sahabat yang lain menjawab, ‘Ibnu Abbas.’ Lalu Rasulullah berdo’a, ‘Ya Allah, pandaikanlah dia dalam urusan agama’.”[11] Dalam riwayat lain dikatakan, “Rasulullah meletakkan tangannya di atas pundakku sembari berdo’a, ‘Ya Allah, pandaikanlah dia dalam urusan agama, dan ajarkanlah dia ilmu penafsiran al-Qur’an’.”[12]
Allah pun mengabulkan do’a Nabi-Nya kepada anak pamannya ini. Ibnu Abbas kemudian menjadi seorang ulama besar, pemberi petunjuk dan selalu mengikuti sunnah Rasulullah dalam setiap kehidupannya. Mengenai hal ini, Ibnu Mas’ud menjelaskan, “Ibnu Abbas adalah sahabat yang paling mengetahui urusan agama dan sebaik-baik penafsir al-Qur’an di zaman kita.”[13]
Dalam catatan sejarah, Abdullah bin Mas’ud meninggal lebih dulu daripada Ibnu Abbas. Beda umur keduanya sekitar tiga puluh tahun. Di antara kepandaian dan kemuliaan Ibnu Abbas adalah bahwa pada masa itu orang-orang saling membicarakan tentangnya baik di kala malam maupun siang, dan di mana saja mereka berada. Bahkan, kesohoran Ibnu Abbas ini terdengar sampai negeri Romawi, Turki dan Dailam (wilayah Irak dan Iran sekarang), dan banyak penduduk negeri-negeri ini berbondong-bondong belajar kepada Ibnu Abbas dan kemudian memeluk Islam. Semoga beliau mendapatkan ridha Allah SWT.

Berita Kekalahan Kaum Musyrik dalam Perang Hunain
Abbas bin Abdul Muthallib bercerita, Dulu aku pernah ikut perang Hunain bersama Rasulullah Saw. Pada saat itu, aku dan Abu Sufyan bin Harits bin Abdul Muthalib terus mengiringi Rasulullah dan tidak ingin berpisah dari beliau. Ketika itu Rasulullah Saw tengah mengendarai seekor bighal (keledai hasil perkawinan silang dengan kuda) berwarna putih miliknya. Tatkala pasukan kaum Muslimin dan pasukan kaum kafir sudah saling berhadap-hadapan, pasukan kaum Muslimin sengaja mundur ke belakang untuk mengatur serangan. Lalu Rasulullah Saw memacu laju kendaraannya serta menghadapkannya ke arah pasukan kaum Musyrikin.
Pada saat itu, aku yang memegang tali kendali bighal Rasulullah Saw. Aku harus dapat mengendalikannya dengan cara menarik tali kendalinya, agar bighal tidak berlari kencang. Sementara Abu Sufyan memegang sanggurdi (tempat kedudukan kaki pada pelana kuda) Rasulullah Saw. Kemudian Rasulullah berkata kepada Abbas, ‘Wahai Abbas, panggillah para sahabat yang dulu pernah berbaiat kepadaku di bawah pohon itu.’ Pilihan Rasulullah Saw memang sangat tepat, karena aku memang dikenal di kalangan para sahabat lainnya sebagai orang yang mempunyai suara yang cukup tinggi. Akhirnya, dengan lantang aku panggil para sahabat Rasulullah, ‘Wahai para sahabat, di mana orang-orang yang pernah berbai'at kepada Rasulullah di bawah pohon itu?’
Demi Allah, begitu mendengar suaraku, mereka bergegas mencari asal-usul suara tersebut, persis seperti anak-anak sapi yang mendengar suara induknya yang memanggil. Tak lama berselang mereka menjawab serentak, ‘Ya, kami segera datang untuk memenuhi panggilanmu wahai Rasulullah!’ Aku berteriak kembali dengan suara yang lantang, ‘Mari kita bertempur melawan orang-orang kafir, dan jangan lupa meminta bantuan kepada orang-orang Anshar!’ Lantas mereka menjawab seraya berseru, ‘Wahai orang-orang Anshar! Wahai orang-orang Anshar!’ Selanjutnya mereka hanya cukup memanggil Bani al-Harits bin al Khajraj. ‘Wahai Bani al-Harits bin al-Khazraj! Hai Bani al-Harits bin al-Khazraj ke marilah!’ Sementara itu Rasulullah Saw tetap berada di atas bighal sambil memperhatikan kondisi medan perang dan berkata, ‘Beginilah kondisinya kalau pertempuran sudah memanas.’
Selanjutnya Rasulullah mengambil beberapa butir kerikil dan melemparkannya ke wajah orang-orang Musyrikin sembari mengucap, “Demi Tuhannya Muhamad, mereka pasti akan kalah.” Sejenak aku memperhatikan kondisi medan perang yang kian lama semakin menegangkan. Demi Allah, aku melihat Rasulullah Saw terus melemparkan batu-batu kerikil yang ada di tangannya kepada orang-orang Musyrikin. Tak lama kemudian, aku melihat kondisi orang-orang Musyrikin kian lama semakin melemah, hingga akhirnya mereka terpukul mundur.”[14]

Nabi Mendo’akan Pemuda itu Syahid di Jalan Allah SWT
Jabir bin Abdullah al-Anshari bercerita, “Kami berangkat bersama Rasulullah dalam perang Bani Anmar. Ketika aku duduk di bawah pohon, Rasulullah datang. Aku lalu berkata, ‘Wahai Rasulullah, ke marilah berteduh di bawah pohon.’ Rasulullah lantas turun, sementara aku bangkit dan menuju karung milik kami. Aku merogoh sesuatu di dalamnya, dan aku mendapatkan mentimun kecil. Mentimun itu kemudian aku belah dan aku berikan kepada Rasulullah. Beliau bertanya, ‘Dari mana ini?’ Aku menjawab, ‘Kami membawanya dari Madinah.’ Kami memiliki seorang teman dan kami menyiapkan bekal untuk dia bawa saat menggembalakan hewan tunggangan kami. Jadi, aku persiapkan bekal itu untuknya, kemudian dia balik lagi dan pergi saat zhuhur dengan mengenakan dua buah kain yang telah usang.
Rasulullah lalu melihatnya dan bertanya, ‘Apakah dia memiliki dua pakaian lagi selain ini?’ Aku menjawab, ‘Benar, dia punya dua kain di tasnya yang aku berikan untuknya.’ Beliau bersabda, ‘Panggillah dia dan suruh dia mengenakannya.’ Lalu aku memanggil dan menyuruhnya memakai kain tersebut. Sahabatku itu kemudian berpaling dan pergi. Rasulullah lantas bersabda, ‘Semoga Allah menebas lehernya, bukankah itu lebih baik baginya?’ Sahabatku mendengar ucapan Rasulullah tersebut, lalu dia berkata, ‘Wahai Rasulullah, apakah ini di jalan Allah?’ Beliau menjawab, ‘Ya, di jalan Allah.’ Setelah itu, sahabatku itu terbunuh di jalan Allah.”[15]


[1]Hadits Shahih, HR Bukhari bab ‘al-Du’a’ (6334, 6344)
[2]Hadits Hasan, HR Tirmidzi (3833).
[3]Hadits Shahih, HR Bukhari (6/560-561), Ibnu Hajar aL-Asqalani dalam kitabnya fath al-Bâri.
[4]HR Baihaqi (6/220), Ibnu Katsir dalam kitabnya Al-Bidayahwa al-Nihayat (6/185).
[5]Hadits Shahih, HR Bukhari (6353),(11/151).
[6]Hadits Shahih, HR Ahmad (3/120-121) dan HR Bukhari (3617), Ibnu Katsir, al-Bidayah wa al-Nihayah (6/190).
[7]Hadits Shahih, HR Muslim.
[8] HR Baihaqi (6/243).
[9]Ibnu Katsir, Al-Bidayah wa al-Nihâyah (6/189).
[10]Hadits Hasan, HR Baihaqi (6/178), HR Imam Ahmad (3/454).
[11]Hadits Shahih, HR Bukhari dan HR Muslim.
[12]Hadits Shahih, HR Hakim (3/534) dan Baihaqi (6/192).
[13]HR Hakim dalam kitabnya Mustadrak (3/537).
[14] Hadits Shahih, HR Muslim.
[15]HR Malik dalam kitabnya al-Muwatha’ (2/694) dan HR Baihaqi (6/244).

No comments:

Post a Comment