Ditulis Oleh Armyta Rahardhani
Lulusan Hubungan Internasional –
Universitas Indonesia
Memasuki
awal tahun ini, masyarakat Indonesia mendapatkan “kado” dari pemerintah, dengan
adanya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang mulai berlaku sejak tanggal 1
Januari 2014. Penyelenggaraan SJSN dilakukan berdasarkan UU No.40 Tahun 2004,
bertujuan untuk memberi jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak
bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya (Pasal 3). SJSN memiliki
beberapa program asuransi meliputi jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja,
jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian. Berbeda dengan asuransi
private yang mulai banyak digunakan oleh masyarakat, layanan asuransi ini akan
dikelola oleh pemerintah.
Implementasi
Sistem Jaminan Sosial Nasional Sebagai bentuk pelaksanaan sistem tersebut maka
pada tahun 2011 dibentuklah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang
terbagi menjadi dua yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Badan
tersebut akan menyediakan layanan jaminan sosial bagi siapapun yang terdaftar
sebagai peserta.
BPJS
merupakan transformasi dari beberapa institusi yang terlebih dahulu mengatur
jaminan sosial masyarakat yaitu: PT ASKES, PT JAMSOSTEK, PT ASABRI, dan PT
TASPEN. Dalam UU No.24 Tahun 2011 tentang BPJS disebutkan bahwa PT ASKES dan PT
JAMSOSTEK yang memiliki fungsi masing-masing dalam mengatur jaminan kesehatan
dan ketenagakerjaan, nantinya akan dibubarkan tanpa likuidasi. Sementara PT
ASABRI dan PT TASPEN tidak secara jelas ditegaskan dan pengalihan dana jaminan
sosial yang telah ada ke BPJS dilakukan selambat-lambatnya tahun 2029.
Adanya SJSN
menunjukkan upaya pemerintah Indonesia untuk berperan langsung dalam menjamin
kesejahteraan masyarakat. Sistem ini sudah banyak dilakukan oleh negara-negara
maju dan masuk dalam kebijakan sosial pemerintah. Kebijakan SJSN menunjukkan
perkembangan positif dan kabar baik bagi masyarakat. Jaminan sosial tersebut
berlaku bagi setiap orang yang terdaftar, baik para pekerja, maupun yang tidak
bekerja dengan besaran iuran yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Namun,
perlu digarisbawahi bahwa pelaksanaan SJSN perlu diiringi dengan pengawasan
ketat agar tidak terjadi pelanggaran maupun penyelewengan oleh oknum tertentu.
Dibandingkan
dengan negara-negara tetangga di ASEAN, jumlah anggaran yang diberikan
pemerintah untuk dalam jaminan sosial masyarakat masih tergolong rendah.
Menurut data World Bank 2011, Indonesia hanya mengalokasikan 5.3% dari jumlah
total anggaran pemerintah untuk kesehatan. Sementara Thailand, Vietnam, Brunei
dan Singapore masing-masing mengalokasikan anggaran pemerintah sebesar 14.5%,
9.4%, 8.8% dan 8.8% dari total anggaran untuk kesehatan. Alokasi anggaran
kesehatan meliputi sistem jaminan layanan kesehatan dan pengobatan yang
bersifat universal.
Dengan
adanya SJSN, anggaran yang dialokasikan oleh pemerintah akan semakin bertambah.
Penerapan dan pelaksanaan SJSN yang sesuai dengan undang-undang dapat berdampak
pada peningkatan kepercayaan penduduk di Indonesia maupun di mata
internasional. Jaminan Sosial untuk Integrasi Ekonomi ASEAN Dalam beberapa
kesempatan, pemerintah melakukan sosialisasi tentang momentum Komunitas Ekonomi
ASEAN (AEC) tahun 2015.
Terdapat
beberapa karakteristik AEC yaitu: (1) berlandaskan pasar dan produksi tunggal,
(2) adanya kompetisi ekonomi regional, (3) pembangunan ekonomi regional yang
setara, dan (4) regional yang terintegrasi penuh pada ekonomi global. Keempat
karakteristik itulah yang menjadi tujuan negara-negara anggota ASEAN untuk
mencapai integrasi ekonomi regional. Dengan berlandaskan pasar dan produksi
tunggal, terdapat lima elemen penting dalam AEC 2015. Elemen-elemen tersebut
meliputi kebebasan perpindahan barang, jasa, investasi, modal dan tenaga kerja
ahli dalam wilayah ASEAN. Setiap orang memiliki hak yang sama dalam memasarkan
barang dan jasa serta keahliannya di setiap negara anggota.
Berbicara
tentang sistem pasar tunggal ASEAN, tentu kita tidak bisa melupakan Uni Eropa
yang telah memulainya sejak tahun 1986 dan menggunakan mata uang tunggal pada
tahun 2002. Poin-poin kebebasan pergerakan barang, jasa, modal dan tenaga kerja
juga dilakukan oleh negara-negara anggota. Pada tahun 2004 Uni Eropa dengan
kompetensi supranasional, mengeluarkan peraturan tentang kesetaraan jaminan
sosial untuk warga negara di setiap negara anggota. Meskipun ASEAN tidak
mencetuskan peraturan terhadap negara-negara anggota secara eksplisit,
kebijakan SJSN dapat dilihat sebagai salah satu dampak kesepakatan AEC 2015.
Persaingan
regional yang semakin ketat mendorong pemerintah Indonesia untuk segera
bertindak agar terhindar dari ketimpangan ketersediaan fasilitas maupun
pelayanan masyarakat dalam negeri. UU SJSN dirancang sejak tahun 2004, tak lama
setelah deklarasi para pemimpin negara ASEAN tentang AEC di Bali Summit pada
bulan Oktober 2003. Pemberlakuan SJSN di tahun 2014 menjadi salah satu bukti
bahwa pemerintah ingin mengejar ketinggalan dalam kebijakan jaminan sosial.
Adanya kebebasan perpindahan tenaga kerja ahli antar negara anggota mendorong
lahirnya BPJS Ketenagakerjaan. Jika jaminan sosial di Indonesia tidak dapat
bersaing dengan negara-negara ASEAN lain, maka kemungkinan jumlah tenaga kerja
yang bekerja di luar negeri akan semakin tinggi.
Begitu pula
BPJS Kesehatan yang akan memberikan jaminan kesehatan yang ada di dalam negeri.
Satu hal yang patut dipertanyakan adalah bagaimana implementasi SJSN dapat
terlaksana dengan baik. Selain bertujuan untuk kesejahteraan penduduk,
kebijakan tersebut dapat meningkatkan kapasitas Indonesia untuk menghadapi
persaingan dalam integrasi ekonomi regional 2015 mendatang. Indonesia, dengan
jumlah penduduk terbesar dalam ASEAN memiliki pasar sumber daya manusia yang
terbesar.
Jangan
sampai sumber daya tersebut hanya menjadi objek eksploitasi para pemilik modal
dan inventasi asing yang mempekerjakan penduduk lokal. Adanya kesetaraan
standar layanan dan kebijakan antar negara anggota serta sosialisasi terhadap
masyarakat sangat berperan penting. Masyarakat Indonesia harus dapat
meningkatkan kesadaran dan kualitas diri untuk dapat bersaing dengan para
pendatang nantinya. Masyarakat juga tidak boleh dibutakan oleh iming-iming
pemodal asing tanpa mengerti hak-hak yang seharusnya mereka dapatkan di tanah
sendiri. http://citizennews.suaramerdeka.com/
No comments:
Post a Comment