Thursday, January 23, 2014

Itu Semua di Luar Dugaan

Kasus-kasus penembakan misterius (Petrus) pada rentang waktu 1982-1985 silam sampai sekarang kerap jadi bahan pembicaraan hangat. Pertengahan Juli 2012 lalu misalkan, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemukan ada pelanggaran HAM berat dalam pembunuhan sistematis atas para preman dan orang-orang yang dituduh melakukan kejahatan. 
“Temuan ini sudah kami serahkan ke Kejaksaan Agung untuk ditindaklanjuti,” kata Ketua Tim Adhoc Penyelidik Pelanggaran HAM dalam kasus Petrus, Stanley Adi Prasetyo.
Penyelidikan Komnas HAM menemukan bahwa ada indikasi kuat pemerintah Orde Baru sengaja merestui sebuah program pembunuhan massal untuk mengatasi gangguan keamanan kala itu. 
Benarkah? Tempo menemukan seorang pria yang disebut-sebut sebagai pelaku pertama operasi Petrus di wilayah Jawa Tengah. Namanya M. Hasbi, bekas Komandan Kodim 0734 Yogyakarta.  Setelah menjabat komandan militer, dia sempat menjadi Bupati Boyolali sampai 1994. Dia juga sempat menjadi anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah dari Partai Golkar. Kini Hasbi adalah Ketua Persatuan Purnawirawan dan Warakawuri TNI dan POLRI (Pepabri) Jawa Tengah. Berikut ini petikan wawancaranya:
Apa latar belakang operasi Petrus pada 1980-an?
Kondisi keamanan masyarakat ketika itu sangat terganggu oleh keberadaan para gali. Anda tahu apa itu gali? Gabungan anak liar. Mereka sangat mengganggu dan meresahkan warga masyarakat sehingga harus diberantas. Operasi  Petrus itu dimulai November 1982, saat saya bertugas di Yogyakarta sebagai Dandim.
Apa buktinya preman kala itu mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat?
Indikasinya sangat jelas, setiap malam hari para mahasiswa di Yogyakarta sudah tak berani keluar karena takut pada gali. Operasi Petrus adalah shock therapy supaya tidak ada tindak kejahatan lagi.
Bagaimana  awal mula Operasi Petrus dijalankan?
Saat kondisi keamanan terganggu, saya melapor ke Pangdam Diponegoro, Pak Ismail. Dia bilang, “Ya sudah diberantas saja.” Saya lalu bilang, “Siap laksanakan.” Saya segera berkoordinasi dengan polisi.
Untuk apa?
Kami membuat daftar nama preman. Sumber datanya berasal dari laporan masyarakat yang kemudian disaring di Badan Koordinasi Intelijen. Badan Koordinasi Intelijen ini berisi intel Kodim, intel polisi serta intel kejaksaan.
Berapa jumlah preman yang masuk dalam daftar Anda?
Saya lupa. Sudah lama kok.
Setelah didaftar lalu bagaimana?
Setelah itu,  semua preman yang masuk daftar diumumkan dan dipanggil. Para preman diminta lapor untuk diberi Kartu Tanda Lapor (KTL). Semua preman yang sudah bisa menunjukkan KTL  akan aman.
Yang tidak bisa menunjukkan KTL?
Ya sesuai standar, ada operasi.  Jika premannya malah lari maka diberi tembakan peringatan tiga kali. Jika tetap lari, akan ditembak kakinya. Tapi, kadang-kadang ya, tembakan itu malah  kena kepala atau tubuh, karena medannya naik turun atau dia malah merunduk. Itu semua di luar dugaan.
Berapa preman yang tewas dalam operasi ini?
Saya tidak ingat. Sudah lama sekali.
Apakah menurut Anda, penembakan misterius ini melanggar aturan?
Saya kira tidak melanggar. Buktinya, saat itu tak ada reaksi penolakan masyarakat. Gali-gali itu sudah sangat meresahkan masyarakat. 
Apakah sekarang Anda menyesal karena berperan menghilangkan nyawa  banyak orang?
Waktu itu, ada perintah dari atasan.
Apa kira-kira Pangdam Diponegoro juga mendapat perintah dari atasannya?
Saya tidak tahu, tapi saat itu yang jelas ada operasi Petrus di hampir seluruh wilayah Indonesia. (*)

(sumber: www.tempo.co/ Selasa, 31 Juli 2012)


No comments:

Post a Comment