Kasus-kasus penembakan misterius (Petrus) pada rentang waktu
1982-1985 silam sampai sekarang kerap jadi bahan pembicaraan hangat. Pertengahan
Juli 2012 lalu misalkan, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)
menemukan ada pelanggaran HAM berat dalam pembunuhan sistematis atas para
preman dan orang-orang yang dituduh melakukan kejahatan.
“Temuan ini sudah kami serahkan ke Kejaksaan Agung untuk
ditindaklanjuti,” kata Ketua Tim Adhoc Penyelidik Pelanggaran HAM dalam kasus
Petrus, Stanley Adi Prasetyo.
Penyelidikan Komnas HAM menemukan bahwa ada indikasi kuat
pemerintah Orde Baru sengaja merestui sebuah program pembunuhan massal untuk
mengatasi gangguan keamanan kala itu.
Benarkah? Tempo
menemukan seorang pria yang disebut-sebut sebagai pelaku pertama operasi Petrus
di wilayah Jawa Tengah. Namanya M. Hasbi, bekas Komandan Kodim 0734
Yogyakarta. Setelah menjabat komandan
militer, dia sempat menjadi Bupati Boyolali sampai 1994. Dia juga sempat
menjadi anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah dari Partai Golkar. Kini Hasbi adalah
Ketua Persatuan Purnawirawan dan Warakawuri TNI dan POLRI (Pepabri) Jawa
Tengah. Berikut ini petikan wawancaranya:
Apa latar belakang operasi Petrus pada 1980-an?
Kondisi keamanan masyarakat ketika itu sangat terganggu oleh
keberadaan para gali. Anda tahu apa itu gali? Gabungan anak liar. Mereka sangat
mengganggu dan meresahkan warga masyarakat sehingga harus diberantas.
Operasi Petrus itu dimulai November
1982, saat saya bertugas di Yogyakarta sebagai Dandim.
Apa buktinya preman kala itu mengganggu keamanan dan ketertiban
masyarakat?
Indikasinya sangat jelas, setiap malam hari para mahasiswa
di Yogyakarta sudah tak berani keluar karena takut pada gali. Operasi Petrus
adalah shock therapy supaya tidak ada
tindak kejahatan lagi.
Bagaimana awal mula Operasi
Petrus dijalankan?
Saat kondisi keamanan terganggu, saya melapor ke Pangdam
Diponegoro, Pak Ismail. Dia bilang, “Ya sudah diberantas saja.” Saya lalu
bilang, “Siap laksanakan.” Saya segera berkoordinasi dengan polisi.
Untuk apa?
Kami membuat daftar nama preman. Sumber datanya berasal dari
laporan masyarakat yang kemudian disaring di Badan Koordinasi Intelijen. Badan
Koordinasi Intelijen ini berisi intel Kodim, intel polisi serta intel
kejaksaan.
Berapa jumlah preman yang masuk dalam daftar Anda?
Saya lupa. Sudah lama kok.
Setelah didaftar lalu bagaimana?
Setelah itu, semua
preman yang masuk daftar diumumkan dan dipanggil. Para preman diminta lapor
untuk diberi Kartu Tanda Lapor (KTL). Semua preman yang sudah bisa menunjukkan
KTL akan aman.
Yang tidak bisa menunjukkan KTL?
Ya sesuai standar, ada operasi. Jika premannya malah lari maka diberi tembakan
peringatan tiga kali. Jika tetap lari, akan ditembak kakinya. Tapi,
kadang-kadang ya, tembakan itu malah
kena kepala atau tubuh, karena medannya naik turun atau dia malah
merunduk. Itu semua di luar dugaan.
Berapa preman yang tewas dalam operasi ini?
Saya tidak ingat. Sudah lama sekali.
Apakah menurut Anda, penembakan misterius ini melanggar aturan?
Saya kira tidak melanggar. Buktinya, saat itu tak ada reaksi
penolakan masyarakat. Gali-gali itu sudah sangat meresahkan masyarakat.
Apakah sekarang Anda menyesal karena berperan menghilangkan nyawa banyak orang?
Waktu itu, ada perintah dari atasan.
Apa kira-kira Pangdam Diponegoro juga mendapat perintah dari atasannya?
Saya tidak tahu, tapi saat itu yang jelas ada operasi Petrus
di hampir seluruh wilayah Indonesia. (*)
(sumber: www.tempo.co/ Selasa, 31 Juli 2012)
No comments:
Post a Comment