Siapa keluarga pertama yang hijrah ke Madinah? Terkisah Hindun
binti Umayyah bin Al-Mughirah Al-Quraisyiyah al-Makhzumiyah dengan sepupunya,
Abdullah bin Abdul Asad bin Hilal Al-Makhzumi, yang merupakan pasangan
suami-istri. Suaminya ini adalah saudara sesusuan sekaligus sepupu Nabi Saw.
Kedua
suami-istri ini termasuk di antara orang yang masuk Islam agak awal. Keduanya
ikut berhijrah ke Ethiopia (Habsyah) dan di sanalah putra pertamanya, Salamah,
dilahirkan. Keduanya kembali ke Makkah sesaat sebelum ada anjuran dan perintah
agar kaum Muslimin berhijrah ke Madinah. Mereka sekeluarga (suami-istri dan
anak laki-lakinya) memutuskan untuk ikut hijrah mengendarai unta. Namun di
tengah jalan dihadang oleh klan hindun, Bani Al-Mughirah, dan menangkap suaminya.
Para pencegat mengancam, "Ini rupanya yang mengalahkan kami? Lihatlah
dirimu. Kami tak akan membiarkan suamimu menemani kamu ke Madinah.”
Setelah para
pencegat merebut suami Hindun, mereka juga berusaha merebut anak laki-laki
Hindun. Bersyukur, klan Bani Abdul Asad langsung mencegahnya, "Kami tak
akan membiarkan putramu diambil mereka juga." Kemudian justru Hindun yang
ditahan oleh para pencegat dari klan Bani al-Mughirah tersebut, sedangkan suaminya
dipersilakan melanjutkan perjalanan hijrah ke Madinah. Setiap sore menjelang, Hindun
selalu pergi ke padang luas, duduk di sana untuk melupakan kesedihannya lantaran
berpisah dengan anak dan suami. Hindun menangis hingga lebih dari tujuh hari.
Sampai
akhirnya ada salah seorang sepupu Hindun yang bersimpati karena melihat
kesedihan di wajahnya. Dia memohon kepada klan Bani al-Mughirah agar melepaskan
Hindun. "Tidakkah kalian merasa kasihan dengan perempuan ini? Lepaskanlah!"
pinta sepupu Hindun.
Lalu, klan Bani al-Mughirah melepaskan Hindun.
"Susullah suamimu kalau kamu mau," ujar sepupu Hindun. Dan klan Bani
Abdul Asad mengembalikan anak laki-lakiku.
Hindun
segera mengendarai unta sambil membawa anak laki-lakinya menuju Madinah. Tak
ada seorang pun bersamanya kecuali keyakinannya kepada Allah SWT hingga ketika
sampai di Tan'im, Hindun bertemu dengan Utsman bin Thalhah (seorang laki-laki
berasal dari klan Bani Abd al-Dâr). "Engkau mau ke mana, wahai putri Abu Umayyah?"
tanyanya Utsman.
"Saya mau menyusul suamiku di Madinah," jawab
Hindun.
Utsman bertanya lagi, "Siapa yang menemanimu?"
Jawab Hindun, "Tak seorangpun kecuali Allah dan anak
kecil ini."
Sembari memegang tali kendali unta Hindun, Utsman berucap,
"Demi Allah, saya tak akan membiarkanmu pergi sendirian."
Ummu
Salamah (Hindun) mengungkapkan, "Demi Allah, saya tak pernah melihat orang
Arab sebaik dia (Utsman bin Thalhah). Jika saya ingin berhenti, dia
membantu mendudukkan unta kemudian mencarikan kami pohon rindang untuk bersandar.
Ketika saya hendak melanjutkan perjalanan, dia membantu naik dan berjalan di
belakang kami sampai kami benar-benar mapan di atas unta. Baru setelah itu, dia
mengambil kembali tali kendali. Begitulah, dia memperlakukan kami hingga kami
benar-benar sampai di kota Madinah. Ketika kami melewati Desa Amr bin Auf di
kota Quba', Utsman memberitahu, 'suamimu berada di sini'."
Setelah
hijrah dan bertemu dengan suaminya, Ummu Salamah melahirkan tiga anak: Umar,
Darrah dan Zainab. Sementara suaminya, Abu Salamah, ikut bertempur di perang
Badar dan Uhud hingga terluka parah. Dia kemudian ikut bersama utusan perang ke
Bani Asad pada bulan Shafar tahun ke-4 Hijriyah. Lalu suaminya kembali ke
Madinah dalam keadaan terluka hingga meninggal pada bulan Jumadil Akhirah.
Siapa Laki-laki
Terbaik Setelah Abu Salamah?
Suatu waktu Ummu Salamah mendengar Nabi Saw bersabda, "Tak ada
seorang Muslim yang tertimpa musibah kemudian mengatakan Innâlillâhi wa Inna
Ilaihi Râjiûn kecuali akan diberi pahala dari kejadian itu kemudian akan
diganti oleh Allah dengan yang lebih baik."
Ketika
Abu Salamah meninggal, Ummu Salamah berkata, "Siapa yang lebih baik daripada
Abu Salamah [suaminya]? Kami adalah keluarga pertama yang berhijrah karena
perintah Rasulullah."[1]
Sampai
saat masa 'iddah-nya selesai,[2]
Abu Bakar melamarnya tapi batal dinikahi. Kemudian datang Umar melamar tetapi
Ummu Salamah menolak lamarannya. Lalu Nabi Saw mengirim Hatib bin Abu
Balta'ah untuk melamarkan Ummu Salamah buat beliau. Ummu Salamah berkata,
"Saya masih memiliki bayi perempuan yang disusui, dan saya sangat
pencemburu; saya khawatir akan terjadi sesuatu yang dimurka oleh Allah
gara-gara itu. Saya juga sudah berumur dan memiliki keluarga besar. Juga tak
memiliki wali nikah di sini."
Nabi Saw
lantas menasehati, "Adapun ucapanmu bahwa kamu memiliki keluarga besar,
maka Allah akan mencukupi dan menjamin kehidupan anak-anakmu. Sementara sifatmu
yang sangat pencemburu, semoga Allah menghapuskannya. Sedangkan perkataanmu bahwa
kamu sudah berumur, maka juga sama denganku atau bahkan aku lebih tua darimu.
Adapun wali nikah, itu tidak perlu karena mereka semua akan rela."
Dan
kemudian Nabi Saw menikahinya secara resmi. Ummu Salamah berucap, "Allah
telah mengganti Abu Salamah dengan orang termulya, Muhamad Rasulullah
Saw."[3]
Kecerdasan Ummu
Salamah
Istri Nabi
Saw, Ummu Salamah, terkenal kecantikannya yang menawan dan kecerdasannya serta
pendapatnya yang bernas. Hal itu terlihat ketika dia mengajukan pendapatnya kepada
Rasulullah di hari perjanjian Hudaibiyah. Ketika Nabi Saw menyelesaikan
perjanjian tertulis dengan kaum Quraisy,[4]
Nabi bersabda, "Berdiri dan bubarlah. Sembelihlah hewan ternak kalian dan
potonglah rambut kalian." Namun tak seorangpun yang percaya pada perintah
Nabi Saw meski sabda dan perintahnya diulangi hingga tiga kali.
Nabi lantas menemui Ummu Salamah dan menceritakan hal tersebut.
Lalu Ummu Salamah berkata, "Wahai Nabi Allah, engkau ingin mereka
mengikuti perintahmu? Keluarlah, dan jangan berbicara dengan siapapun, sembelih
hewan ternakmu dan panggil tukang cukur agar mencukur rambutmu."[5]
Kemudian Nabi keluar dan melaksanakan usul sang istri.
Ketika kaum Muslimin melihat Nabi melakukannya, mereka semua menyembelih ternak
dan memotong rambut masing-masing.[6]
Dalam
kisah ini terdapat gambaran mengenai keutamaan Ummu Salamah dan kecerdasan
otaknya. Sampai Imam al-Haramain berkomentar, "Saya tak pernah
menemukan seorang perempuan di masa Nabi Saw yang memberi usul kemudian
dibenarkan oleh Nabi kecuali Ummu Salamah."[7]
[1]Muslim (918-919).
[2]Ini terjadi setelah Zainab,
putrinya baru lahir. Sementara suaminya, Abu Salamah, wafat beberapa bulan
sebelum Zainab dilahirkan.
[3]Ibnu Sa'ad (8/87-96).
[4]Perjanjian damai Hudaibiyah
adalah kesepakatan antara kaum Muslimin dan kafir Quraiys untuk melakukan genjatan
senjata selama 10 tahun [penj].
[6]Bukhari (7420).
[7]Bukhari (7421).
No comments:
Post a Comment