Diceritakan
dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik bahwa pada suatu hari
Nabi Saw sedang berada di rumah salah satu istrinya. Tiba-tiba ada seorang
pembantu datang dengan membawa sepiring makanan yang dikirim oleh istri yang
lain. Karena cemburu, salah satu istri Nabi itu menumpahkan piring berisi
makanan hingga piringnya pecah.
Nabi Saw lalu memunguti pecahan dan makanan yang
berserakan tersebut seraya berkata, "Kalian saling cemburu." Si
pembantu kemudian mengganti piring yang pecah dengan piring yang masih bagus
dan dikirimkan pulang ke istri yang mengirim makanan tersebut. Sementara piring
yang telah pecah tadi ditinggalkan di rumah istri Nabi Saw yang memecahkannya.[1]
al-Hafidz
Ibnu Hajar berkesimpulan bahwa yang memecahkan piring tersebut adalah Siti
Aisyah, sementara yang mengirim makanan kepada Nabi Saw adalah Zainab binti Jahsy.[2]
Dalam
sebuah hadits, Siti Aisyah pernah mengatakan, "Saya tidak pernah cemburu kepada
istri Nabi Saw seperti saya cemburu kepada Khadijah, karena Nabi sering menyebutkan
namanya dan mengingat-ingat kebaikannya."[3]
Persaingan
di Antara
Istri-istri Muhamad Nabi
Saw
Sekali waktu Razinah, seorang pembantu perempuan Nabi Saw, bercerita
bahwa Siti Saudah al-Yamaniah datang bertamu kepada Siti Aisyah, dan kebetulan di
sana ada pula Hafshah binti Umar.[4]
Hari itu penampilan Saudah terlihat istimewa dan cantik karena dia memakai baju
dan kerudung kain dari Yaman.[5]
Melihat
pemandangan itu, Hafshah berkata kepada Aisyah, "Wahai Ummul
Mukminin, apa jadinya kalau Rasulullah datang dan kita hanya berpenampilan apa
adanya seperti ini." Dalam riwayat yang lain, "Apa jadinya kalau
Rasulullah datang sementara kita berpenampilan apa adanya, sementara dia (Siti
Saudah) terlihat menawan."
Siti Aisyah mengingatkan, "Takutlah kepada Allah,
Wahai Hafshah."
"Demi Allah, akan saya rusak penampilannya [Saudah],"
kata Hafshah.
"Kalian bicara apa?" Saudah bertanya karena
memang pendengarannya kurang baik. Hafshah segera mengatakan, "Hai
Saudah, sebentar lagi Dajjal akan keluar." Saudah langsung panik dan berusaha
mencari tempat persembunyian, seraya bertanya, "Saya mesti sembunyi di
mana?"
"Di tenda itu," kata Hafshah sembari
menunjuk tenda yang berada tak jauh dari mereka bertiga. Siti Saudah pun
bersembunyi di sana, di tempat yang agak kotor dan sudah ada sarang laba-labanya.
Saat
Nabi Saw datang, Siti Aisyah dan Hafshah sedang tertawa terbahak-bahak,
sampai-sampai Nabi harus mengulangi pertanyaannya tiga kali, "Apa yang
membuat kalian tertawa?" Keduanya hanya memberi isyarat dengan tangan menunjuk ke arah tenda itu. Nabi Saw pergi ke arah tenda dan
membukanya. Tenyata di tenda ada Saudah yang tengah gemetar ketakutan. Nabi
bertanya, "Wahai Saudah, ada apa?"
Saudah menjawab, "Dajjal keluar.”
Nabi kemudian menjelaskan, "Dia belum keluar tapi,
sungguh, suatu saat nanti dia akan keluar.” Lalu Nabi membantu Saudah keluar
dari persembunyiannya dan membersihkan debu sarang laba-laba yang menempel di
bajunya.[6]
Kisah
ini menerangkan persaingan di antara istri-istri Nabi Saw untuk tampil cantik
dan kekhawatiran tidak terlihat menarik di mata Rasul. Sebuah pelajaran bagi
setiap ibu rumah tangga dan istri di rumah agar cermat berdandan dan bersih
diri demi suami. Mempercantik diri untuk suami seorang, bukan buat mengumbar
kecantikan kepada orang lain. Perempuan Muslimah ketika di rumahnya tampil
bersih, cantik dan menarik akan menjamin kelanggengan keluarga serta cinta
antara suami dan istri.
Ummu Habibah
Nama aslinya
adalah Ramlah binti Abu Sufyan. Dia dilahirkan 17 tahun sebelum Nabi Saw diutus sebagai
rasul. Dia seorang janda yang sebelumnya telah menikah dengan Ubaidillah bin Jahsy
dan memiliki satu putri bernama Habibah.[7]
Sebenarnya dia dan suaminya telah masuk Islam dan ikut hijrah ke Ethiopia (Habsyah)
bersama sekelompok kaum Muslimin. Tapi, suaminya memutuskan pindah ke agama
Kristen dan menetap di Ethiopia hingga meninggal. Sementara Ummu Habibah
diceraikannya dan tetap teguh memegang keyakinannya pada Islam.
Nabi Saw
melamar Ummu Habibah kala dia masih di Ethiopia. Nabi mewakilkan ijab qabul
pernikahannya kepada raja Najasyi dengan mas kawin sebesar 4000 dirham. Ummu
Habibah kemudian diantarkan oleh Syurahbil bin Hasanah[8]
kepada Nabi Saw dan dilengkapi semua kebutuhan perjalanannya. Hampir semua mas
kawin istri-istri Nabi Saw berkisar 4000 dirham.
Dikisahkan,
pada suatu hari, tatkala Nabi Saw sedang bersiap-siap akan memerangi kota
Makkah, Abu Sufyan datang ke Madinah. Dia mencoba bernegosiasi dengan Nabi Saw
agar bersedia memperpanjang perjanjian damai namun Nabi menolaknya. Dia
kemudian pergi ke rumah putrinya, Ummu Habibah. Ketika dia akan duduk di tikar
yang biasa diduduki oleh Nabi, Ummu Habibah segera melipatnya. Abu Sufyan
terheran-heran, "Kamu ingin menjauhkan tikar ini dari ayah kamu, atau
menjauhkanku darinya?" Ummu Habibah menjawab singkat, "Ini tikar
Rasulullah dan engkau masih najis (kafir)."[9]
[1]Bukhari (2481, 5225), Abu Dawûd
(3567), al-Nasâi 7/20, Ibn Majah (2334), al-Dirâmi (2598), Ahmad, (3/105, 323).
[3]Bukhari, (5229).
[4] Ketiganya: Saudah, Aisyah dan Hafshah
adalah istri Nabi Saw [penj].
[5] Kain yang dianggap terbaik
kualitasnya di masa itu [penj].
[6]Abu Ya'la dan Thabrâni, Majma'
Az-Zawâid (4/316).
[7]Dalam tradisi Arab, nama
panggilan biasanya memakai nama anak. Semisal Ummu Habibah.
[8]Abu Dawûd (2107), Al-Nasâi
(6/119).
No comments:
Post a Comment