Penyelenggaraan Asuransi
Kesehatan atau Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dilaksanakan sejak 1
Januari 2014 berlaku bagi semua penduduk Indonesia. Pada saat itu yang menjadi
peserta secara otomatis adalah peserta Askes (PNS), peserta Jamsostek, peserta
Jamkesmas, TNI / Polri aktif sedangkan penduduk Indonesia lainnya secara aktif
mendaftarkan diri ke BPJS.
Kurang terorganisirnya
pelaksanaan JKN sejak dimulainya hingga sekarang mendapat tanggapan dari
Direktur Operasional PT Askes (2008-2013), Umbu Marisi. Ia mengatakan, bahwa
penyelenggaraan JKN oleh BPJS tidak dilaksanakan sendiri oleh BPJS namun
tergantung pada berbagai pihak.
Pihak-pihak yang terkait
tersebut antara lain, Pemerintah Pusat melalui Kominfo untuk melakukan sosialisasi
kepada seluruh masyarakat, Pemerintah Daerah agar melakukan persiapan jajaran
kesehatan Puskesmas dan Rumah Sakit dan melakukan sosialisasi kepada
masyarakat.
Lalu, Kementerian Kesehatan yang
bertugas mempersiapkan jaringan pelayanan termasuk ketersediaan SDM baik
dokter, paramedis dan lainnya; kemudian Kementerian Ketenagakerjaan dan
Transmigrasi; Kementerian BUMN yang mendorong agar seluruh badan usaha
mendaftarkan diri; baru kemudian BPJS mempersiapkan jajarannya, tehnologi
informasi, dan berbagai ketentuan yang harus dipahami bukan saja oleh internal
BPJS tetapi juga oleh pihak terkait.
"Dengan demikian jelaslah,
koordinasi dan kerjasama dari seluruh pihak terkait sangat menentukan
keberhasilan pelaksanaan JKN. Peranan Pemerintah dan inisiatif BPJS menentukan
apakah penyelenggaraannya dapat terorganisir dengan baik atau tidak," ujar
Umbu dalam siaran persnya, Rabu (22/1/2014).
Umbu Marisi menuturkan, Implemementasi Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN) adalah bagian dari implementasi UU no 40/2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN) yang dilaksanakan oleh BPJS sesuai amanat UU no 24/2011
tentang BPJS.
"Sebenarnya UU BPJS sudah
terlambat karena sejak ditetapkan UU no 40/2004 tentan SJSN pada tanggal 19
Oktober 2004 Pemerintah tidak berinisiatif menyusun UU BPJS," tuturnya.
Oleh sebab itu muncul hak
inisiatif DPR untuk menyusun UU BPJS pada tahun 2011, yang kemudian ditetapkan
mejadi UU no 24/2011. Jadi sebenarnya telah terjadi keterlambatan dalam
implementasi Sistem Jaminan Sosial Nasional khususnya Jaminan Kesehatan
Nasional.
"Persiapan untuk
implementasi UU BPJS selama dua tahun sebenarnya dapat dikatakan cukup namun
Pemerintah dan seluruh perangkat terkait tidak cukup serius mempersiapkan hal
tersebut termasuk dengan iklim birokrasi yang sangat tidak mendukung,"
ujarnya.
Hal mendasar yang tidak
disiapkan secara baik, menurut Umbu, antara lain penyebaran jaringan pelayanan
primer baik Puskesmas Pelayanan Primer UKP, Dokter keluarga, jejaring RS dan
apotek. Disamping itu tenaga dokter yang belum mencukupi sehingga banyak
Puskesmas tidak dilayani oleh tenaga dokter.
Pelayanan obat yang merata di
seluruh Indonesia sesuai dengan kebutuhan medisnya menjadi tantangan
tersendiri. "Maka dari itu Pemerintah dan BPJS harus secara serius menata
kembali koordinasi dalam implementasi pelaksanaan JKN sehingga program ini
dapat terlaksana dengan baik," tegasnya.
Konsep Pelaksanaan JKN Kurang
Efektif, Konsep JKN menurut Umbu, adalah meliputi upaya promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif sehingga dalam pelaksanaannya harus mewujudkan ke 4
program tersebut secara terpadu. Perkembangan pola penyakit kearah penyakit
katastropik, menurut Umbu, sangat berbiaya mahal antara lain penyakit jantung, kanker, gagal ginjal,
sangat membahayakan bagi kelangsungan pembiayaan kesehatan.
Peningkatan jumlah kasus
penyakit katastropik yang antara lain disebabkan oleh perubahan pola hidup,
pola makan, akan menghabiskan biaya pelayanan kesehatan secara signifikan. Pada
tahun 2011, PT Askes menghabiskan anggaran sebesar 20 persen untuk pembiayaan
penyakit jantung, kanker dan gagal ginjal.
"Pembiayaan penangan
penyakit katastropik sangat memakan dana yang besar," katanya.
Oleh sebab itu maka upaya
promotif dan preventif harus menjadi program utama yang dialaksanakan
sebagaimana yang sudah dirintis PT Askes sejak tahun 2009. Menurunya pemerintah
harus mendukung upaya promotif dan preventif ini sebagai program mendasar yang
dilaksanakan pada semua tingkatan pelayanan kesehatan dalam upaya meningkatkan
status kesehatan masyarakat dan menurunkan angka kesakitan penyakit degeneratif
dan katastropik.
"Disamping itu BPJS perlu
terus meningkatkan cakupan peserta yang mengikuti secara aktif program promotif
dan preventif tersebut," tutupnya. (www.tribunnews.com)
No comments:
Post a Comment