Thursday, January 16, 2014

Perempuan Mulia yang Merawat Nabi Muhamad Saw


         Tersebutlah perempuan mulia Ummu Ayman yang memiliki nama asli Barakah binti Tsa'labah bin Amr. Beliau berasal dari Ethiopia (Habsyah).  Beliau adalah seorang perempuan mulia yang merawat Nabi Saw setelah ditinggal wafat oleh ibu kandungnya, Siti Aminah. Nabi memerdekakan Ummu Ayman ketika dia memutuskan menikah dengan Sayidah Khadijah. Setelah itu, Ummu Ayman dinikahi oleh Ubaid bin Zaid—seorang laki-laki dari klan al-Harits bin al-Khazraj—  dan kemudian melahirkan seorang putra bernama Ayman.
            Ummu Ayman ikut hijrah bersama kaum Muslimin ke Madinah dalam keadaan berpuasa. Mengenai hal ini, Ummu Ayman menuturkan, “Pada suatu kesempatan di tengah-tengah jalan, saya merasa sangat haus tapi tidak ada air. Tiba-tiba ada butiran-butiran putih yang turun dari langit berisi air. Saya mengambil dan meminumnya sampai hausku hilang. Sejak saat itu saya tidak pernah lagi merasakan haus. Bahkan ketika saya berada di kawasan Hawajir[1] dalam keadaan berpuasa, saya tidak merasakan haus sama sekali.”
            Nabi Saw sangat mencintai dan menghormati Ummu Ayman. Nabi biasa memanggilnya dengan sebutan "Wahai ibu."[2]            
Nabi Muhamad Saw juga kerap bercanda dengan Ummu Ayman. Pada suatu hari Ummu Ayman mendatangi Nabi dan berkata dalam canda, "Wahai Rasulullah, bawa saya bersamamu."
Nabi pun menjawab penuh canda, "Saya akan membawamu mengendarai anak unta.”
Dan Ummu Ayman spontan mengucap, "Anak unta itu tidak akan kuat membawaku dan saya tidak mau.”
Sambil bercanda Nabi berkata, "Saya tetap akan membawamu mengendarai anak unta itu."[3]
            Dalam kitab Shahih Muslim, Anas bin Malik meriwayatkan bahwa pada suatu hari Nabi Saw mengunjungi Ummu Ayman. Perempuan paruh baya itu menyuguhkan minuman pada Nabi Saw namun Nabi menolak dengan sikap manja. Karena itu Ummu Ayman mengangkat suara sambil memeluk Nabi sembari menggerutu karena gemas.[4]
            Kisah ini menunjukkan sifat manja Nabi pada perempuan yang telah merawatnya.[5]
            Dalam sebuah riwayat yang berbeda, Anas bin Malik bercerita, “Suatu hari, Nabi Saw mengunjungi Ummu Ayman. Saat itu saya ikut menemani Nabi. Ummu Ayman menyuguhkan minuman tetapi Nabi menolaknya. Entah karena puasa atau memang beliau tidak mau. Karena itu Ummu Ayman mengangkat suara sambil memeluk Nabi Saw. Setelah Nabi wafat, Abu Bakar mengajak Umar bin Khattab, ‘Mari kita kunjungi Ummu Ayman sebagaimana Nabi Saw mengunjunginya.’ Setelah sampai di rumahnya, Ummu Ayman terlihat menangis. Abu Bakar bertanya, ‘Apa yang membuatmu menangis wahai Ummu Ayman? Bukankah keputusan Allah SWT itu jauh lebih baik untuk Rasul-Nya.’ Ummu Ayman menjawab, ‘Saya tidak menangis karena meragukan hal itu. Saya menangis karena melihat wahyu dari langit sudah putus dengan wafatnya Nabi.’ Abu Bakar dan Umar pun ikut sedih dan menangis.”


[1]Suatu daerah yang sangat panas.
[2]Mustadrak. Imam al-Hakim (4/63-64), Thabaqât Ibn Sa'ad (8/224), Siyar A'lâm Al-Nubalâ (3/488).
[3]Thabaqât Ibnu Sa'ad (8/224) hadits mursal.
[4]Muslim (2454) Dalâil An-Nubuwah (7/266).
[5]Lihat komentar al-Nawawi pada Shahih Muslim (9/16).

No comments:

Post a Comment