Fenomena praktik komersial untuk pengerahan pentakziah, pendoa, pemandi jenazah maupun mencarikan lokasi areal pemakaman memang sulit didapat di Kota Solo maupun Kota-kota penyangga di wilayah Surakarta.
Di Kota
Solo maupun enam kabupaten lainnya seperti Karanganyar, Sukoharjo, Wonogiri,
Klaten, Sragen, dan Boyolali, warga tidak melakukan komersialisasi karena semua
dilakukan secara swadaya dan gratis.
Namun tidak
menutup mata, bila di Kota yang pernah dipimpin Joko Widodo ini pun ada sebuah
yayasan yang bergerak untuk mengurusi semua yang berhubungan dengan kematian.
Salah
satunya Yayasan Pembinaan dan Kesejahteraan Umat Islam (YPKUI). Salim Sungkar,
salah seorang karyawan dari YPKUI, mengatakan, sejak yayasan ini terbentuk pada
1999, jumlah orang meninggal yang sudah ditanganinya hingga saat ini berjumlah
961 orang meninggal.
Meskipun
bernama yayasan, namun organisasi ini tidak mencari keuntungan dari mengurusi
orang yang meminta tolong jasanya mengurusi kerabatnya yang meninggal dunia.
"Kebetulan
kalau orang yang meminta tolong itu kuat dalam hal finansialnya, istilahnya
orang tersebut ngasih pada kita. Jika orang tersebut tidak kuat secara
finansial, justru kitalah yang mengurusi semua itu secara gratis tanpa dipungut
biaya. Memang kita tidak memasang tarif," kata Salim saat berbincang
dengan Okezone,di kediamannya, Pasar kliwon, Solo, Jawa Tengah, Selasa
(7/1/2014).
Meskipun
Yayasan ini didirikan oleh warga keturunan Arab, namun tidak sedikit warga di
luar keturunan Arab yang meminta bantuan yayasan ini untuk mengurusi kerabatnya
yang meninggal dunia.
Kebanyakan,
warga yang mampu dalam hal finansial menitipkan uang jasa sebesar Rp1, 250 juta
kepada pihak yayasan. Perinciannya, uang tersebut dipergunakan untuk membayar
jasa orang yang menggali tanah makam ditempati sebesar Rp150 ribu.
Dana
tersebut juga dipergunakan untuk membayar pihak kas RT sebesar Rp20 ribu dan
kas Kelurahan sebesar Rp10 ribu di mana orang tersebut dimakamkan.
Sopir mobil
ambulans yang mengantarkan jenazah dibayar sebesar Rp 30 ribu, empat orang yang
memandikan jenazah mendapatkan upah Rp75 ribu. Sedangkan pihak yang membawakan
peti dari toko peti sebesar Rp20 ribu.
Sebanyak
Rp200 ribu dibelikan kain mori atau kain kafan termasuk air zam-zam yang akan
dicampurkan dengan air yang dipakai untuk memandikan jenazah. "Sisanya
dijadikan kas untuk membeli tanah baru lainnya yang akan dipakai untuk areal
pemakaman," paparnya.
Jika
dimakam di Alas Karet, pihaknya harus merogoh kocek lagi sebesar Rp300 ribu.
“Untuk orang yang tak mampu, semuannya kita tanggung," tutur Salim yang
mengaku sudah 15 tahun menekuni profesi memandikan jenazah tersebut. Sedangkan
untuk tahlilan, tidak ada biaya apapun.
(jogja.okezone.com)
No comments:
Post a Comment