Program
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) membuat banyak dokter di Kota Depok, Jawa
Barat, resah. Tidak hanya dokter, pengelola rumah sakit swasta pun menilai
program tersebut tidak jelas.
Bahkan, Dinas Kesehatan Kota Depok juga
ikut mengkritisi program yang dilaksanakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) Kesehatan mulai tanggal 1 Januari lalu.
Keluhan dan kritikan itu mengemuka dalam
diskusi panel tentang "Kesiapan Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional Di
Kota Depok", di aula Balai Kota Depok, Kamis (9/1/2014).
Baik panelis maupun seluruh peserta yang
hadir menilai banyak kelemahan dalam pelaksanaan JKN kendati sudah dua tahun
penerapan Undang-Undang (UU) BPJS ditunda.
Oleh sebab itu, IDI Kota Depok membentuk
tim evaluasi JKN yang terdiri dari kalangan dokter, Pemerintah Kota Depok,
Asosiasi Rumah Sakit Indonesia (ARSI) Kota Depok, dan BPJS Kesehatan.
"Tim evaluasi bekerja selama satu
bulan. Hasilnya diusulkan ke IDI Pusat agar diperjuangkan ke pemerintah,"
tutur Ketua IDI Depok dr Fahrur Rozi.
Adapun panelis dalam diskusi yang
diselenggarakan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kota Depok masing-masing Kepala
Cabang Umum BPJS Bogor Wahyudi, Kepala Dinas Kesehatan Kota Depok dr Lies
Karmawati, serta pengurus IDI Cabang Kota Depok yang juga Ketua Persatuan
Klinik dan Fasilitas Kesehatan Primer Indonesia (PKFI) Pusat dr Slamet Budiarto
SH MHKes. Bertindak selaku moderator Ketua IDI Kota Depok dr Fahrur Rozi.
Kepala Cabang Umum BPJS Bogor Wahyudi,
dalam kesempatan itu, mengakui, masih terdapat masalah krusial yang harus
dibenahi setelah UU BPJS diberlakukan pada 1 Januari 2014. Salah satu faktor
penyebabnya, belum semua peraturan pelaksana rampung.
Namun, dia berharap, berbagai persoalan itu
bisa segera diatasi secara bertahap, karena BPJS merupakan impian lebih kurang
40 tahun lalu yang akhirnya bisa diwujudkan.
Pengurus IDI Kota Depok, yang juga Ketua
PKFI Pusat, dr Slamet pun mengungkapkan persoalan dalam program JKN bukan
semata soal tarif paket atau kapitasi seperti yang disampaikan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono. "Masih banyak soal yang harus diselesaikan,"
ucapnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kota
Depok dr Lies Karmawati mengkritik adanya lima rumah sakit swasta dan 39 klinik
dan dokter yang masuk kategori praktik mandiri yang sudah melayani BPJS. Hal
ini setelah ditandatanganinya memorandum of understanding (MoU) dengan BPJS
Kesehatan. Yang disayangkannya, yang sudah melayani BPJS itu belum mengantongi
rekomendasi dari dinas kesehatan setempat.
Padahal, katanya, rekomendasi ini untuk
mengetahui apakah yang bersangkutan sudah berizin ataukah belum. "Setelah
ditelusuri, ternyata ada yang belum mengantongi izin praktik," katanya.
Persoalan ini, menurut dia, harus
dikoreksi. Dinas Kesehatan, lanjutnya, tidak akan menghalangi para peserta yang
hendak melayani BPJS. Yang sudah menandatangani MoU dengan BPJS Kesehatan
diminta agar mengurus rekomendasi dari Dinas Kesehatan. "Tetapi, yang
belum mengantongi izin, tentu tidak diberi rekomendasi," katanya.
Terkait dengan Jaminan Kesehatan Daerah
(Jamkesda) bergabung ke BPJS, Lies menjelaskan, sesuai rencana pada tahun 2015
bergabung. "Tetapi, bila pelaksanaannya masih belum rapi, bisa saja
ditunda pada tahun 2016," ujar Lies.
Sementara itu, Wakil Ketua Asosiasi Rumah
Sakit Indonesia (ARSI) Depok dr Amri mengungkapkan, lima rumah sakit yang sudah
melayani BPJS itu belum maksimal. Penyebabnya, antara pengelola rumah sakit dan
dokter di rumah sakit belum ada kesepakatan besaran tarif pelayanan.
"Tidak mudah rumah sakit swasta
melayani BPJS karena perhitungannya secara ekonomi tidak masuk. Bagaimanapun
sebagai rumah sakit juga harus ada keuntungan. Dan, karena dikelola sebagai
perusahaan yang harus profit, maka pihak manajemen pun mengalokasikan anggaran
corporate social responsibility (CSR)," ujar Amri.
Jika di Depok yang berdekatan dengan
Jakarta saja masalah JKN masih membingungkan, maka di daerah yang jauh dari Jakarta
masalah JKN tampaknya lebih membingungkan.
Tidak mengherankan, misalnya, DPRD Provinsi
Kalimantan Tengah mendesak BPJS Kesehatan setempat untuk menggencarkan
sosialisasi JKN agar diketahui masyarakat di daerah itu. (www.suarakarya-online.com)
No comments:
Post a Comment