TRIBUNNEWS/HERUDIN
Pekerja
menyelesaikan pembangunan sebuah gedung perkantoran di Jakarta Pusat,
Senin (23/2/2015). Data Serikat Pekerja BPJS Ketenagakerjaan menyatakan
kesadaran masyarakat pekerja terhadap Jaminan Sosial masih dirasa
kurang. Hal tersebut terlihat dari jumlah kepesertaan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan yang saat ini
mencapai 15 juta dari 110 juta angkatan kerja di Indonesia.
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Asosiasi Pertekstilan Indonesia menilai iuran program pensiun jaminan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan sebesar 8 persen, sangat memberatkan perusahaan.
"Kita bukan lagi sapi perah, tapi ini sudah sapi potong," kata Sekjen Asosiasi Pertekstilan Indonesia, Ernovian G. Ismy, yang ditulis Kamis (14/5/2015).
Dengan iuran 8 persen, maka perusahaan harus membayar 5 persen dan sisanya sebesar 3 persen ditanggung oleh karyawan.
Dirinya pun, mengusulkan iuran pensiun sama seperti yang disampaikan Apindo yakni 1,5 persen. 1 persen dibayar perusahaan dan 0,5 persen oleh karyawan.
Ernovian mengatakan, selama ini perusahaan tekstil sudah dibebankan oleh kenaikan tarif dasar listrik dan tuntutan kenaikan upah. Dengan adanya beban lagi seperti iuran pensiun yang besar, maka ke depan perusahaan akan mendongkrak harga jual produknya dan pastinya dapat menurunkan daya saing.
Wakil Seketaris Umum APINDO, Iftida Yasar mengatakan, penetapan iuran BPJS Ketenagakerjaan Jaminan Pensiun tidak bisa didasari atas iuran yang ditetapkan oleh negara maju. Apalagi saat ini, perekonomian dalam negeri sedang menurun dan ditakutkan beban yang besar membuat perusahaan gulung tikar.
"Jika pemerintah tetap menetapkan iuran 8 persen, maka akan dipastikan banyak perusahaan yang kolaps. Di sisi lain BPJS Ketenagakerjaan Jaminan Pensiun hanya akan berhasil bila tersedia lapangan kerja," tutur Iftida. (http://www.tribunnews.com)
No comments:
Post a Comment