Tepat satu bulan setelah pelaksanaan resminya pada awal Januari 2014, program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) masih menuai berbagai keluhan. Pendanaan, kepesertaan, dan mekanisme pelayanan menjadi 3 hal yang banyak dipertanyakan.
Terkait hal ini,
Wakil Menteri Kesehatan RI Ali Ghufron Mukti mengatakan, adalah hal yang biasa
bila suatu program tidak berjalan sempurna pada awal pelaksanaannya.
“Wajar jika JKN
bolong-bolong karena memang masih banyak yang perlu diperbaiki, baik dari
regulasi, mekanisme, maupun sosialisasi. Namun lubang yang ada mari kita tutup
bersama jangan lantas diperbesar,”ujarnya pada diskusi bertema JKN bersama
Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS) di Jakarta pada Selasa (4/2/2014).
Ali mencontohkan,
Jerman yang telebih dulu melaksanakan program jaminan kesehatan bagi para
warganya. Negara ini membutuhkan 100 tahun sebelum bisa menyempurnakan dan
melaksanakan sistem jaminan kesehatan dengan baik.
Implementasi JKN,
kata Ali, memerlukan perubahan yang mendasar dan komprehensif. Salah satunya
adalah perubahan pola pikir dan perilaku tenaga kesehatan serta masyarakat. Hal
ini terkait sifat JKN yang merupakan asuransi sosial, sehingga tidak memberi
keuntungan layaknya asuransi swasta.
Sayangnya, sifat
sosial tersebut belum dipahami tenaga dan fasilitas kesehatan sepenuhnya.
Akibatnya, rumah sakit maupun puskesmas masih berfikir adakah keuntungan yang
bisa ditarik dari penerapan JKN, yang menggunakan sistem kapitasi dan
INA-CBG’s. Padahal, asuransi sosial tidak menyediakan banyak keuntungan bagi
penyedia layanan jasa, layaknya fee for services. Hal ini dikarenakan kapitasi
dan INA-CBG’s menekankan pengobatan efektif bagi masyarakat.
Sedangkan untuk
masyarakat, JKN mengharuskan upaya pencegahan dibanding pengobatan. JKN juga
mengharuskan sistem rujuk berjenjang, yang dimulai dari puskesmas hingga rumah
sakit tingkat tiga. Hal ini jelas berbeda dengan penerapan sistem asuransi
sebelumnya, yang membolehkan masyarakat berobat langsung ke rumah sakit tanpa
melalui puskesmas.
“Penerapan JKN ini
pasti akan banyak masalah baik di masyarakat maupun layanan kesehatan.
Penerapan JKN mengharuskan perubahan pola pikir dan perilaku yang tentunya
tidak mudah. Belum lagi berbagai masalah teknis dan regulasi yang terus
diperbaiki,” kata Ali.
Terkait regulasi,
Ali mengatakan, waktu yang tersedia untuk menyusun berbagai aturan memang
sangat sempit. Dalam satu tahun, pihaknya harus menyelesaikan 5 peraturan
presiden dan 8 peraturan pemerintah, terkait pelaksaan JKN. Padahal idealnya 1
peraturan pemerintah membutuhkan waktu 3 tahun.
Kendati begitu,
Ali menolak anggapan JKN adalah program yang telalu dipaksakan. “Waktunya
memang sempit namun kita bisa berjalan sambil terus memperbaiki regulasi,
sistem, dan terus sosialisasi. Kita bisa melaksanakan sistem ini, meski roadmap
yang tersedia hanya 5 tahun sangat berbeda dengan Jerman yang sampai 100
tahun,” ujarnya. (health.kompas.com)
No comments:
Post a Comment