Terkisah dari Imran bin Husain r.a. bahwa perempuan dari Juhainah datang kepada Nabi Saw. Perempuan itu memohon, “Wahai Rasulullah, saya telah melakukan dosa yang mewajibkan adanya rajam (had). Mohon laksanakanlah rajam tersebut." Kemudian Rasulullah mengundang orang-tuanya dan berkata kepadanya: “Perlakukan anakmu dengan baik. Ketika dia sudah melahirkan, bawalah dia kepadaku.”
Orang tua perempuan
tersebut melaksanakan perintah Rasulullah sampai beberapa bulan berelang
putrinya melahirkan dan dibawalah ke hadapan Rasulullah. Setelah itu, Rasulullah
memerintahkan kepada orang-tuanya agar baju perempuan tersebut dibuka untuk
kemudian dirajam.
Usai perajaman, Umar
bin Khattab bertanya, “Wahai Nabi, apakah engkau akan menshalatinya, sementara
dia telah berzina?"
Rasulullah menjawab,
“Perempuan itu telah benar-benar bertaubat. Kalau seandainya taubatnya
dibagikan antara tujuh puluh dari penduduk Madinah, maka masih cukup. Apakah
kamu pernah menemukan taubat yang lebih utama dari perempuan yang datang dengan
sendirinya karena mengharap ridha Allah?”[1]
Bertakwalah dan Bersabarlah
Rasulullah pernah berjumpa dengan
perempuan yang menangis di samping kuburan. Lalu Rasulullah bernasehat kepada
perempuan tersebut, “Wahai hamba Allah, bertakwalah dan bersabarlah!”
Perempuan tersebut
tidak mengenali Nabi Saw. Oleh karenanya dia mengucap, “Apakah kamu tidak
peduli dengan musibah yang menimpa saya. Menjauhlah dari saya, karena kamu
tidak tertimpa musibah seperti yang telah menimpa saya.”
Ketika Rasulullah
pergi, para sahabat berbicara kepada perempuan tersebut, “Dia yang tadi kamu
usir adalah Rasulullah.”
Perempuan tersebut
menyesali perilakunya, kemudian dia menjumpai Rasulullah dan berkata, “Wahai
Rasulullah, saya tidak mengenalimu!”
Rasulullah menasehati,
“Kesabaran dituntut ketika menghadapi cobaan yang pertama.”[2]
Para
Perempuan Membaiat Nabi
Alkisah, bersama sejumlah perempuan, Amimah putri Ruqaiqah, berbondong-bondong
mendatangi Nabi Saw untuk membaiatnya dan menyatakan diri masuk Islam. Mereka
berkata, “Wahai Rasulullah, kami membaiatmu bahwa kami tidak akan menyekutukan
Allah dengan suatu apapun. Begitu pula, kami tidak akan mencuri, tidak akan
berzina, tidak akan membunuh anak kami, tidak akan berbuat dusta yang kami
ada-adakan antara tangan dan kaki kami,[3]
dan kami juga tidak akan durhaka kepadamu dengan meninggalkan kebaikan.”[4]
Rasulullah
berpesan, “Lakukan semampu dan sekuat kalian.”
Dalam kisah
Amimah, mereka berkata, “Allah dan Rasul-Nya lebih berbelas kasih daripada diri
kami sendiri, mendekatlah, kami akan membaiatmu wahai Rasulullah.”
Lantas
Rasulullah mengucap, “Sesungguhnya saya tidak berjabat tangan dengan kaum
perempuan, tetapi apa yang saya sampaikan kepada seratus perempuan sama dengan
yang saya sampaikan kepada satu perempuan.”[5]
Pembaiatan
tersebut terjadi pada waktu penaklukan kota Makkah (fathu Makkah).
Setelah Rasulullah selesai membaiat kaum laki-laki, beliau membaiat kaum
perempuan. Salah satu dari mereka adalah Hindun bin ‘Utbah yang pada saat itu
mengenakan cadar dan menjauh dari pandangan Rasulullah lantaran terbayang
dengan apa yang pernah dia perbuat terhadap Hamzah. Hindun khawatir
Rasulullah akan menghukumnya. Tatkala mereka mendekat kepada Rasulullah untuk
berbaiat, beliau meminta, “Berjanjilah kepada saya untuk tidak menyekutukan
Allah dengan suatu apapun.”
Hindun lalu
mengucap, “Demi Allah engkau telah mengambil janji atas kami sesuatu yang tidak
engkeu ambil dari kaum laki-laki.”
Kemudian
Rasulullah bernasehat, “Janganlah kalian mencuri!”
Hindun
bersaksi, “Demi Allah, dulu saya pernah mengambil harta Abu Sufyan sedikit demi
sedikit dan saya tidak
tahu apakah harta itu halal bagi kami atau tidak?”[6]
Seketika Abu Sufyan langsung berkata (dia
menyaksikan apa yang Hindun katakan),
“Adapun harta yang kamu ambil tempo dulu,
statusnya merupakan harta yang halal bagimu.”
Kemudian Rasulullah bertanya, “Benarkah kamu
adalah Hindun putri ‘Utbah?”
“Ya,”
jawab Hindun.
“Ya Allah, ampunilah dosa yang telah berlalu.
Semoga Allah mengampunimu,” ujar Rasulullah melanjutkan nasehatnya, “Dan mereka
tidak melakukan perbuatan berzina.”
Hindun
merespon, “Orang merdeka tidak berzina.”
Rasulullah
melanjutkan pesannya, “Janganlah kalian membunuh anak-anak kalian.”
Hindun
menyatakan, “Sungguh kami telah mendidik anak-anak kami semenjak kecil, hingga
kamu dan para sahabatmu membunuh mereka di perang Badar, ketika mereka sudah
besar.” Mendengar hal itu, Umar bin Khattab langsung tertawa, sampai dia hanyut
terbawa oleh tawanya.
Pesan
lanjut Rasulullah, “Dan mereka tidak berbuat dusta yang mereka ada-adakan
antara tangan dan kaki mereka. Demi Allah sesungguhnya berbuat dusta adalah hal
buruk dan dalam sebagian pengampunan terdapat contoh yang baik.”
Kemudian Rasulullah bernasehat, “Dan mereka tidak durhaka kepadaku.”
Hindun
berkata, “Dalam kebaikan.”[7]
Lalu
Rasulullah meminta Umar bin Khattab, “Baiatlah mereka dan mintakan ampunan,
karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun dan Maha Belas kasih.”
Umar
membait mereka. Rasulullah pun tidak berjabat tangan dengan perempuan dan tidak
memegang perempuan selain yang telah Allah halalkan kepada beliau atau
perempuan mahram.[8]
Dan
benar bahwa Hindun berkata kepada Nabi Saw, “Di muka bumi ini tidak ada
keluarga berkemah (ahlu khibâ’) yang lebih saya benci selain keluargamu.
Sampai kemudian ketika saya masuk Islam, tidak ada keluarga yang sangat saya
muliakan selain keluargamu.”
Kemudian
Rasulullah menimpali, “Dan kepadamu saya juga seperti itu, demi Dzat (Allah SWT)
yang memegang kendali diri saya.”[9]
[1]Diriwayatkan oleh Imam Muslim
(1696).
[2]Diriwayatkan oleh Imam Bukhari
(1283) dan Imam Muslim (627).
[3]Di sini kalimat ‘tangan dan kaki’
digunakan sebagai pengganti dari diri seseorang.
Dikarenakan perbuatan mayoritasnya adalah hasil dari kaki dan tangan, atau
kedustaan adalah hasil perbuatan hati yang ada di antara tangan dan kaki,
kemudian diungkapkan melalui lisan.
[4]Dari Ummu Salamah al-Anshari,
sesungguhnya kaum perempuan bertanya kepada Nabi Saw, “Kebaikan apa yang kami
tidak boleh mendurhakainya?” Rasulullah menjawab, “Jangan kalian meratapi
kematian.” Abdullah bin Humaid berkata, “Ummu Salamah adalah Asma’ putri
Yazid bin al-Sakan. Sunan al-Tirmidzi (3307) dan Ibnu Majah (1579).
[5]Diriwayatkan oleh Imam Ahmad
(2874), Ibnu Hibban (4536) dan al-Hakim (4/71).
[6]Dalam Shahih Bukhari dan Muslim
disebutkan bahwa Hindun berkata kepada Rasulullah, “Abu Sufyan adalah laki-laki
kikir, tidak memberikan saya dan anak-anak nafkah yang mencukupi, kecuali dari
harta yang saya ambil tanpa sepengetahuannya. Apakah apa yang saya lakukan ini
berdosa?” Rasulullah menjawab, “Ambillah harta dari suamimu secukup nafkah buatmu
dan anak-anakmu dengan baik.” Bukhari (5364), Muslim (1714), Abu Daud (3532),
al-Nasaî (8/246), Ibnu Majah (2293), al-Darimi (2259) dan Imam Ahmad (6/39, 50,
206), semua hadits ini diriwayatkan dari Aisyah.
[7]Sudah disebutkan sebelumnya.
[9]Dikomentari oleh Imam Bukhari
(3825), disambung oleh al-Baihaqi dalam kitab Dalâ’il (5/100). Lihat, Fath al-Bâri (7/175).
No comments:
Post a Comment