Saturday, March 22, 2014

Belenggu

Dahulu di Basrah ada seorang jariyah yang dipanggil Asma' al-Abidah. Dia memiliki kecantikan, mata yang indah, lidah yang manis dan tuannya memiliki kekayaan yang berlimpah. Suatu hari, dia melewati majlis Shalih al-Murri yang sedang menasehati orang. Dia berhenti di samping kaum wanita yang sedang mendengar nasehatnya. Secara kebetulan, Shalih sedang berbicara tentang huru-hara hari kiamat dan sifat neraka dan siksaan, adzab, rantai dan belenggu yang disiapkan Allah untuk para penghuninya. Jariyah itu melihat orang-orang berteriak dan menangis. Hatinya sedih, akalnya lenyap, air matanya mengalir, dia bertambah galau dan bingung.  
Lalu Shalih al-Murri menoleh ke arahnya dan dia melihat air mata jariyah itu lantas dia bertanya tentangnya. Mereka menjawab, "Itu Asma'." Kemudian dia menoleh dengan wajahnya dan mendatanginya dengan panah nasehatnya, dia berseru, "Wahai wanita yang berteriak dengan suara yang merdu, aku melihatmu takut pada kiamat seakan-akan kau tahu akan dosa-dosamu, karena itu kau takut. Kau telah membuat lelah malaikat penjaga dan penulis selama bertahun-tahun. Kau begadang dalam kemaksiatan dari waktu ke waktu, dengan suaramu yang merdu berapa pemuda kau permalukan. Dengan kecantikanmu kau perdayai, dengan keburukan amalmu kau buat dia tidak bisa tidur, dengan ketaatannya pada Tuhannya dan shalatnya kau buat sibuk denganmu. Malaikat penjagamu menyaksikan perbuatanmu yang buruk, mereka bersedih atas dosa-dosamu, maka segeralah bertaubat sebelum datang penyesalan, takutlah sebelum kaki tergelincir."
Jariyah itu berkata, "Wahai Shalih, dulu aku bodoh dan lalai, bingung untuk memperbaiki keadaanku, aku tidak tahu kalau kiamat itu akan sedemikian dahsyat. Bahkan tuanku senang nyanyian dariku dan cengkok suaraku. Aku bertaubat kepada Allah SWT yang selama ini aku belum pernah mengucapkannya."
Lalu Shalih menukas, "Wahai Asma', ketahuilah bahwa orang yang meninggikan suaranya dengan bernyanyi, dia sengaja bermaksiat pada Tuhannya dan tempatnya di neraka yang hitam yang akan melelehkan badan dan membuatnya hina dan letih."
Lantas Asma' berseru, "Wahai Shalih, sekarang sudah jelas, kebatilan telah pergi dan bersembunyi, kebenaran datang dan pemenuhan janji semakin dekat." Lalu dia pergi ke rumahnya dan bertemu dengan budak tuannya. Dia berkata kepada budak itu, "Wahai budak, simpan rahasiaku. Ambil pakaianku ini dan berikan jubahmu, jangan kau buka rahasiaku pada siapa pun." Kemudian dia melepas apa yang dia pakai, dia memakai jubah budak itu, dia memotong rambutnya dan masuk ke sebuah rumah kosong milik tuannya. Dia bangun malam, berpuasa, berdoa di waktu sahur dengan tangis dan istighfar. Tuannya mencarinya di semua tempat dan dia bersedih berpisah dengan jariyahnya.
Ketika Asma’ telah bercampur dengan pucat pasi, layu dan kurus, dia mendatangi tuannya. Puasa dan bangun malam telah membuatnya kurus. Sedih dan cinta memadamkan kecantikannya. Dia memberi salam, tuannya membalas dan bertanya, "Kau siapa?"
Asma’ menjawab, "Aku kekasih hatimu dan kesenangan jiwamu, aku jariyahmu, Asma'."
Tuannya bertanya lagi, "Apa yang membuatmu begini?"
"Keburukan maksiat, takut pada neraka dan huru-haranya," jawab Asma’.
Tuannya berkata, "Demi Allah, kalau kau tidak kembali dari keadaan ini dan kau pakai pakaianmu, lalu kau tinggalkan khayalan ini, aku berjanji aku akan menyiksamu dengan berbagai macam siksaan."
Asma' mengingatkan, "Tuanku, pukulanmu akan lenyap, sedangkan adzab Tuhanku tidak terputus dan tidak lenyap untuk selamanya. Lakukan apa yang ingin kau lakukan."
Ketika tuannya mendengar itu, dia menyuruh para budaknya mengikatnya dengan kuat, lalu dia memukulnya dengan cambuk sangat keras. Asma’ mengangkat kepalanya ke langit dan berseru, "Wahai yang Maha Agung, wahai yang memiliki Asmaul Husna, wahai Penolong setiap hamba, tolonglah aku dan lindungi aku. Wahai Teman orang yang binasa, wahai penolong orang yang susah dalam rahasia dan bisikan."
Tatkala tuannya mengangkat cambuk untuk memukulnya, tangannya kaku dan dia merasa ada yang menariknya dari belakang. Dia menoleh tapi tidak melihat siapa-siapa. Tiba-tiba ada suara menyerunya, "Wahai musuh Allah, lepaskan wali Allah." Lalu dia berteriak sampai pingsan dan darah mengalir dari tangannya. Asma' bangkit lalu mengusap darah dari tangan tuannya lalu dia berujar, "Kasihan kau, kau harus mentaati Tuhanmu, bertaubatlah dari dosa-dosa dan kesalahanmu."
Saat tuannya sadar, dia berkata, "Wahai belahan jiwaku, aku tidak menyangka kau akan sampai pada kedudukan ini. Demi Allah, aku tidak akan berbeda jalan denganmu, temanilah aku." Kemudian keduanya sepakat untuk beribadah dan taat serta keduanya rela hidup di dunia dengan qana'ah.

Allah SWT Melihat Kita
Dikisahkan oleh Abdullah bin Zaid bin Aslam dari ayahnya dari kakeknya Aslam, dia bercerita, ketika dia bersama Umar bin Khattab berkeliling Madinah, tiba-tiba Umar merasa lelah lalu bersandar di samping sebuah dinding di kegelapan malam. Tiba-tiba Umar mendengar seorang wanita berkata kepada anaknya, "Anakku, campurkan susu ini dengan air." Lalu anak itu berkata, "Ibu, apakah kau tidak tahu keteguhan Amirul Mukminin saat ini?" Ibunya menjawab, "Apa keteguhannya, anakku?" Anaknya menjawab, "Dia menyuruh seorang penyeru, lalu dia berseru agar susu tidak dicampur dengan air." Lantas ibunya menyuruh, "Campurkan susu ini dengan air, kau berada di tempat yang tidak diketahui Umar dan penyerunya."
Anak kecil itu berujar kepada ibunya, "Ibu, aku tidak akan mentaatinya di depan orang banyak lalu menentangnya saat sendirian." Umar mendengar semua itu, lalu berkata, "Aslam, tandai pintu dan tempat ini."
Kemudian Umar melanjutkan rondanya sampai pagi. Pagi harinya, dia berkata, "Aslam, pergilah ke tempat semalam, lalu lihatlah siapa yang berbicara dan siapa yang diajak bicara. Apakah mereka punya suami?" Lalu Aslam mendatangi tempat itu dan melihat seorang wanita yang menjanda. Itu pasti ibunya, karena tidak ada laki-laki di sana. Lalu Aslam menemui Umar dan menceritakan padanya. Kemudian Umar memanggil anaknya dan mengumpulkan mereka. Lalu Umar bertanya, "Apakah ada di antara kalian yang ingin menikahi seorang wanita? Kalau saja ayahmu ini masih berhasrat pada wanita, tidak satu pun di antara kalian yang akan mendahuluiku menikahi wanita itu."

Lalu Abdullah menjawab, "Aku sudah punya istri." Abdurrahman berujar, "Aku juga sudah punya istri." Ashim berucap, "Ayah, aku tidak punya istri. Nikahkanlah aku." Lalu Umar mengirim utusan ke wanita itu dan menikahkannya dengan Ashim. Mereka dikaruniai seorang anak perempuan yang kemudian melahirkan Umar bin Abdul Aziz.

No comments:

Post a Comment