Abdullah bin Zubair datang menemui ibunya, Asma' binti Abu Bakar, pada hari dia gugur. Dia melihat orang-orang putus harapan, takut dan tidak percaya padanya, bahkan mereka tidak berpihak padanya dan pada para petingginya.
Dia
berkata, "Ibuku! Orang-orang telah mengabaikan aku, bahkan anak dan
keluargaku. Yang tersisa hanyalah sedikit orang yang memiliki rasa sabar
sedangkan orang-orang memberiku sesuatu yang tidak aku inginkan dari dunia. Bagaimana pendapatmu?"
Asma' menjawab, "Demi Allah, kau lebih tahu tentang dirimu. Jika kau
tahu dirimu benar dan kau menyeru pada Allah, teruskanlah. Sahabat-sahabatmu
telah terbunuh untuk itu dan kau tidak mungkin bermain-main dengan anak-anak
Bani Umayyah. Jika kau menginginkan dunia, kau adalah hamba yang paling buruk!
Dirimu akan hancur dan orang yang terbunuh bersamamu juga akan hancur. Bila kau katakan kau dalam kebenaran, ketika teman-temanmu lemah dan
itu bukan perbuatan orang yang merdeka, juga bukan sikap orang yang taat
beragama, berapa lama kau akan tinggal di dunia? Maka mati lebih baik. Demi Allah,
satu tebasan pedang dalam kemuliaan lebih aku sukai daripada satu cambukan dalam kehinaan."
Abdullah
mengadu, "Aku takut kalau mereka membunuhku, mereka akan menyalibku."
Asma'
berkata, "Anakku, kambing itu tidak merasakan apa-apa saat dikuliti
setelah dia disembelih." Lalu Abdullah mendekat kepadanya dan mencium
kepalanya.
Kemudian
Abdullah berkata, "Demi Allah, ini keputusanku. Demi Allah, aku tidak akan
tunduk pada dunia. Aku tidak mau mendengar pendapatmu, tetapi kuatkanlah
hatiku. Ibu, lihatlah. Kalau aku terbunuh pada hari ini, janganlah kau terlalu
bersedih, serahkanlah aku pada Allah SWT. Anakmu tidak berbuat satu
kemungkaran, juga perbuatan keji dan tidak melanggar hukum Allah, tidak menipu,
tidak mendzalimi orang Islam dan orang dzimmi. Dan aku tidak pernah meridhai kedzaliman
yang dilakukan anak buahku, tetapi aku mengingkarinya. Tidak ada sesuatu yang
lebih berpengaruh padaku selain ridha Tuhanku. Ya Allah, aku tidak mengatakan
ini untuk mensucikan diriku. Kau lebih tahu dariku, tetapi aku mengatakannya
sebagai ta'ziyah untuk ibuku agar dia merelakan aku."
Asma'
lalu merespon, "Aku berharap pada Allah agar dukaku padamu menjadi satu
kebaikan jika kau tetap maju. Dalam diriku ada kesulitan sampai aku melihat ke mana kau akan melangkah."
Abdullah
berpesan, "Ibu, semoga Allah membalasmu dengan kebaikan! Doakanlah aku
selalu."
Jawab Asma', "Pasti." Kemudia dia berkata, "Ya Allah,
rahmatilah qiyamullailnya pada malam yang panjang, rasa takut dan hausnya dalam
perang dan dalam puasa, budi baiknya pada kedua orang- tuanya. Ya Allah, aku
serahkan urusannya pada-Mu. Aku ridha pada keputusan-Mu, kuatkanlah aku dalam
urusan Abdullah dengan pahala orang-orang bersabar dan bersyukur." Dan
Abdullah pamit padanya lalu pergi.
Al-Hajjaj menyalib Abdullah bin Zubair untuk balas dendam dan
menakut-nakuti. Kemudian dia mengirim utusan ke ibu Abdullah, Asma' binti Abu
Bakar. Asma' menolak menemuinya, lalu al-Hajjaj kembali mengirim utusan dengan
ancaman, "Kau datang atau aku akan mengirim orang untuk menarik
rambutmu." Asma' tetap menolak dan menegaskan, "Demi Allah,
aku tidak akan menemuinya sampai dia mengirim orang untuk menarik
rambutku." Akhirnya al-Hajjaj tunduk pada keteguhannya, lalu dia berangkat
untuk menemui Asma'.
Saat bertemu Asma’, Al-Hajjaj bertanya, "Apa pendapatmu, bagaimana Allah
akan menolong kebenaran dan memenangkannya?"
Asma' menjawab, "Mungkin dengan memberi kemenangan pada orang yang
bathil atas kebenaran dan pendukungnya."
Al-Hajjaj kembali bertanya, "Bagaimana menurutmu, apa yang telah aku
lakukan pada musuh Allah?"
Asma' pun menjawab, "Aku melihatmu telah merusak hidup anakku di dunia
dan dia akan merusak hidupmu di akhirat."
Al-Hajjaj kemudian berujar, "Anakmu telah melakukan kejahatan di
Baitullah dan Allah SWT berfirman:
"Dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara dzalim,
niscaya akan kami rasakan kepadanya sebahagian siksa yang pedih." (QS Al-Hajj [22]: 25).
Semoga Allah memberinya siksa yang
pedih!”
Asma' menukas, "Kau dusta. Dia adalah bayi pertama yang lahir dalam
keadaan Islam di Madinah. Rasulullah Saw senang dan beliau memegang kepalanya dengan
tangannya. Hari itu orang-orang Islam bertakbir sampai Madinah bergetar karena
gembira. Dia berbakti pada kedua orang-tuanya, rajin berpuasa, qiyamullail,
berpegang pada kitab Allah, mengagungkan kesucian Allah serta memusuhi orang
yang mendurhakai-Nya. Rasulullah Saw pernah bercerita kepada kami bahwa di
Tsaqif ada pendusta dan penghancur. Kami telah melihat sang pendusta, sedangkan
sang penghancur aku tidak meragukan lagi, bahwa itu engkau."
Lantas al-Hajjaj keluar dalam keadaan sedih, berharap kalau tadi dia tidak
menemui Asma' untuk menyombongkan dirinya telah membalas dendam.
Inilah Asma' yang telah lanjut usia 100 tahun dan inilah al-Hajjaj, orang
yang kejam pada puncak kemenangan dan kedzalimannya. Iman dalam hati Asma'
membuat al-Hajjaj di mata Asma' semakin mengecil dan mengecil seperti menjadi
sesuatu yang teramat kecil bagai debu. Dan iman membuat Asma' di mata al-Hajjaj
bertambah besar dan tinggi sehingga menjadi sesuatu yang amat besar bak raksasa.
Perbuatan
al-Hajjaj pada Asma' sampai ke telinga Abdul Malik bin Marwan. Lalu dia menulis
pada al-Hajjaj bahwa dia mengingkari perbuatannya. Dia berkata, "Apa yang
telah kau lakukan pada anak orang yang saleh?" Lalu dia berpesan agar
al-Hajjaj berbuat baik pada Asma'. Al-Hajjaj pun menemui Asma' dan bertutur, "Ibu, Amirul mukminin
berpesan kepadaku untuk berbuat baik padamu. Apa yang kau perlukan?"
Asma' menjawab, "Aku bukan ibumu, tetapi aku ibu orang yang disalib di
atas bukit. Aku tidak memerlukan apa-apa."
Akhirnya, Abdullah yang disalib diturunkan dari kayu salib dan diserahkan
pada ibunya. Dan Asma' mengurus, mengkafani, menshalati dan melepasnya di
kuburan untuk bertemu lagi di akhirat dengan ayahnya Zubair, kakeknya Abu
Bakar, neneknya Shafiyah, dan bibinya Aisyah r.a. Demikianlah, musibah yang
besar dihadapi dengan jiwa yang lebih besar dan iman yang lebih kuat. Abdullah
bin Umar dan anaknya yang disalib tiba di hadapannya. Abdullah berpesan, "Tubuh ini bukan apa-apa. Yang ada di sisi Allah adalah ruh.
Bertakwalah kepada Allah dan bersabarlah."
Asma'
menjawab, "Baiklah. Bukankah Dia telah menghadiahkan kepala Yahya bin
Zakaria pada orang yang durhaka dari Bani Israil?"
Setelah
kematian anaknya, Asma' hidup tidak lama, sekitar 100 hari atau kurang dari
itu, sampai dia menyusul anaknya pada tahun 73 Hijriah. Usianya mencapai 100
tahun dan giginya tidak ada yang copot dan dia tidak pikun.
Urwah
berkisah, "Aku dan saudaraku mendatangi Asma' sekitar 10 malam sebelum Abdullah terbunuh. Asma' dalam keadaan sakit. Lalu
Abdullah bertanya, ‘Bagaimana keadaanmu?’ Dia menjawab, ‘Aku sedang sakit.’ Abdullah berkata, ‘Ada kesembuhan dalam kematian.’ Asma' berucap, ‘Kau
ingin aku mati? Janganlah.’ Lalu dia tertawa. Lanjut Asma’, ‘Demi Allah, aku tidak mau mati,
sampai datang salah satu padamu, kau akan terbunuh dan aku akan bersabar atau
kau akan menang dan aku akan senang. Janganlah kau usulkan satu rencana padaku,
lalu kau tidak setuju. Tetapi terimalah, karena kau membenci kematian’." Kisah lanjut Urwah,
"Ternyata saudaraku yang terbunuh dan itu membuatnya bersedih."[1]
Wanita Pasukan Laut
Dari
Anas bin Malik r.a., dia berkata, "Jika datang ke Quba, Rasulullah Saw
menemui Ummu Haram binti Malhan, lalu beliau dijamunya. Ummu Malhan menjadi
istri Ubadah bin al-Shamit. Pada suatu hari, Rasulullah Saw datang dan Ummu
Haram menjamunya. Lalu Rasulullah Saw tidur kemudian bangun sambil tertawa.
Ummu Haram bertanya, ‘Apa yang membuat kau tertawa, wahai
Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Ditampakkan padaku, sebagian
umatku berperang di jalan Allah, mereka berlayar di pinggir laut ini seperti
raja-raja yang memakai baju besi.’ Ummu Haram meminta, ‘Wahai Rasulullah, doakan
aku agar aku menjadi bagian dari mereka.’ Lalu beliau berdoa, menaruh kepalanya,
lalu tidur, kemudian bangun lagi sambil tertawa. Ummu Haram bertanya lagi, ‘Apa
yang membuatmu tertawa?’
Beliau menjawab, ‘Ditampakkan padaku, sebagian umatku berperang di jalan Allah,
mereka berlayar di pinggir laut ini seperti raja-raja yang memakai baju besi.’ Ummu
Haram berpesan, ‘Mohonlah pada Allah agar aku termasuk dari mereka.’ Rasulullah
Saw menjawab, ‘Engkau termasuk yang terdahulu’."
Pada masa Mu'awiyah, Ummu Haram menaiki perahu lalu terjatuh dari bighalnya
ketika keluar dari laut dan tewas.[2] Perang itu dalam rangka penaklukan Ciprus tahun 28 Hijriah. Mu'awiyah bin
Abi Sufyan memeranginya pada masa Utsman bin Affan. Saat mereka pulang dari
perang, seekor bighal yang berwarna kelabu didekatkan pada Ummu Haram untuk
dinaiki, Ummu Haram siap-siap hendak naik, terjatuh dan lehernya patah, sampai
kemudian tewas.
No comments:
Post a Comment