Paket kebijakan pemerintah dalam program jaminan kesehatan dinilai sangat merugikan peserta BPJS kesehatan dan tidak sesuai perintah UU SJSN dan UU BPJS.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, hal itu terlihat dengan masih banyaknya pasien peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang ditolak berobat, obat yang dibatasi oleh pihak Rumah Sakit (RS) bahkan pelayanan yang diberikan minim.
Said mengungkapkan, beberapa kebijakan pemerintah yang dianggap merugikan peserta BPJS antara lain, pengaturan tarif dalam permenkes nomor 69 tahun 2013 yang mengakibatkan RS atau klinik merasa dirugikan karena tarif yang dibayarkan pemerintah dan BPJS sangat murah.
“Pengaturan tarif tersebut membuat RS atau Klinik menyiasatinya dengan membatasi pelayanan terhadap pasien BPJS atau menolak pasien baru yang sudah melampaui batas biaya kapitasis ysng diberikan BPJS ke RS/Klinik,” kata Said ketika dihubungi, Selasa (11/3/2014). Selain itu, kebijakan lainnya adalah sistem paket pelayanan yang dikenal dengan INA CBGs ini juga penyebab pemberian obat oleh RS atau klinik kepada pasien BPJS dibatasi bahkan untuk penyakit kronis sekalipun.
INA CBGs sendiri mengatur batas waktu rawat inap dan paket obat yang diberikan terhadap satu jenis penyakit tertentu akibatnya pasien BPJS tidak tuntas pengobatannya dikarenakan RS atau klinik menyiasatinya agar tidak merugi dari sisi pembiayaan. Kebijakan terakhir yang dinilainya salah, adalah terkait dana PBI (penerima bantuan iuran) dari Kementerian Keuangan disalurkan ke Kementerian Kesehatan atau tidak langsung disalurkan ke kas BPJS kesehatan.
“Hal ini menyebakan BPJS kesehatan selalu telat bayar dan menunggak ke RS atau Klinik sehingga banyak RS atau klinik yang menghentikan pelayanannya atau menolak melayani pasien BPJS,” ujar Said Ikbal. Oleh karena itu, tegasnya, KSPI-KAJS menuntut pemerintah menjalankan program Jamkes untuk seluruh rakyat Indonesia sesuai UU yaitu dengan cara mencabut permenkes nomor 69 tahun 2013 dan buat permenkes baru yang mengatur tarif yang wajar.
Menurutnya, pengaturan tarif tersebut juga harus hasil kesepakatan dengan IDI, Asosiasi RS atau klinik, dan stake holder lainnya termasuk mewajibkan RS atau Klinik swasta wajib sebagai provider BPJS. “Selain itu, ganti sistem INA CBGs dengan sistim Fee For Service karena hasil kesepakatan kedua belah pihak antara BPJS kesehatan dengan RS atau Klinik sebagai provider,” jelas dia.
KSPI dan KAJS juta mendesak agar PBI langsung disalurkan ke BPJS kesehatan agar tidak ada lagi telat bayar ke RS atau klinik.(poskotanews.com)
No comments:
Post a Comment