Atha' al-Khurasani mengisahkan bahwa ada seorang wanita ahli ibadah yang dipanggil Thafiyah. Dia mendatangi Baitul Maqdis dan beribadah di sana. Wahab bin Munabbah[1] berkata, "Wahai Thafiyah, apa amal yang paling berat bagimu?" Dia menjawab, "Amal yang paling berat bagiku adalah berpikir lama." Wahab bertanya lagi, "Kenapa bisa begitu?" Dia menjawab, "Jika aku memikirkan keagungan Allah dan perkara akhirat, akalku hilang, penglihatanku gelap dan sendi-sendiku lumpuh." Lantas Wahab bin Munabbah berkata, "Jika kau mendapati hal itu, segeralah membaca al-Quran dalam mushaf."
Kedudukan Orang-Orang yang
Ridha
Muhamad
bin Rauh bercerita bahwa suatu
ketika Lubabah, wanita ahli ibadah, berkata di Baitul Maqdis, "Aku
malu pada Allah kalau Dia melihatku sibuk dengan selain-Nya."
Dalam redaksi yang sedikit berbeda, Muhamad bin Rauh menuturkan bahwa suatu waktu Lubabah, wanita ahli ibadah, berkata,
"Aku senantiasa giat dalam ibadah sampai aku merasa tenang dengan ibadah
itu. Jika aku merasa lelah berjumpa dengan makhluk, Dia menemaniku dengan
mengingat-Nya. Jika makhluk membuatku capek, tenggelam dalam ibadah kepada Allah
SWT dan berkhidmah pada-Nya akan membuatku senang.” Seorang laki-laki bertanya, "Aku ingin melaksanakan ibadah
haji, lalu doa apa yang aku ucapkan?" Dia menjawab, "Mintalah pada Allah
dengan dua hal. Dia ridha kepadamu dan menyampaikanmu pada tingkatan
orang-orang yang ridha pada-Nya dan dia menyebutmu di depan para
wali-Nya."
Lezatnya Pahala
Diceritakan oleh Harun bin al-Hasan bahwa dirinya mendengar Salam al-Khawash bertutur,
"Ada seorang jariyah yang tinggal bersama kami, dia dipanggil Zainab. Dia
amat bagus dalam berkhidmah pada Tuhannya. Lalu aku datang untuk memberi salam
kepadanya, dan dia berkata, ‘Wahai Abu Muhamad, sejak beberapa
malam, aku berkhidmah pada Tuhanku dan mataku mengantuk. Lalu aku mendengar
suara:
Shalatmu
adalah cahaya saat manusia tidur pulas
Bangun
dan shalatlah untuk Yang Maha Pengampun dan Maha Pengasih
Salam
berkata bahwa suatu hari dia pergi untuk satu keperluan, lalu terpeleset dan satu jarinya
putus. Lalu orang-orang mengerumuni mereka untuk berbela
sungkawa, lantas dia berkata,
"Saudara-saudaraku, lezatnya pahala telah melupakanku dari sakitnya
kehilangan jari. Semoga Allah memberi keridhaan dan ampunan atas dosa kita yang
telah lalu untukku dan untuk kalian. Bangunlah, lalu kita berkhidmah pada Dzat
yang besok akan kita tuju."
[1]Wahab
bin Munabbih al-Yamani, Abu Abdullah, dapat dipercaya, haditsnya dalam kutub
al-Sittah, dahulu dia termasuk ulama Yahudi kemudian masuk Islam.
No comments:
Post a Comment