Makna
otonomi khusus bagi Papua adalah kewenangan khusus bagi Pemda Provinsi Papua
Barat untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang0undangan dalam kerangka
NKRI. Makna lainnya adalah Pemda Provinsi Papua Barat memiliki tanggung jawab
dalam meningkatkan kinerja penyelenggaraan Pemda dan mengelola kekayaan sumber
daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Papua. Pelaksanaan otsus
sendiri di Papua selama ini belum efektif, ada kendala dalam aspek regulasi,
kelembagaan, aparatur, pemberdayaan masyarakat, manajemen pemerintahan dan
pemekaran daerah.
Perdasus
tentang pembagian dana otsus antara Provinsi dengan Kabupaten/Kota hingga saat
ini belum selesai. Pelaksanaan pembagian dana otsus masih berpedoman pada
peraturan gubernur Papua sehingga sebagian masyarakat menilai belum transparan
dan belum menyentuh kebutuhan dasar masyarakat asli Papua. Tersendatnya
penyelesaian Perdasus tentang pemilihan gubernur dan wakil gubernur turut
menjadi tinjauan aspek regulasi. Sedangkan dari aspek kelembagaan adalah kurang
harmonisnya hubungan antara Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP),
Dewan Perwakilan Rakyat Papua Barat (DPRPB), dan Majelis Rakyat Papua (MRP).
Keberadaan MRP selama ini belum optimal dalam menjalankan tugas dan fungsinya
sebagai representasi kultural yang memperjuangkan kepentingan masyarakat adat,
perempuan, dan agama.
Dari
aspek aparatur Pemda, meskipun telah dilakukan langkah-langkah pengembangan
kapasitas aparatur Pemda, namun belum memadai dalam mendukung peningkatan
kinerja Pemda. Perlu disusun secara komperhensif program pengembangan kapasitas
aparatur pemda dalam bentuk “program diklat” yang disertai “program pemagangan”
dalam rangka meningkatkan kemampuan aparatur pemda Provinsi Papua dan Provinsi
Papua Barat. Upaya pengembangan kapasitas aparatur Pemda semakin penting
dilakukan, karena adanya peningkatan jumlah aparatur sejalan dengan bertambahnya
daerah otonom baru, yang sejak era reformasi telah bertambah menjadi 40
Kab/Kota, yang semula hanya 9 Kab/Kota. Hingga saat ini masyarakat asli Papua
belum terjangkau secara memadai dalam pelayanan kesehatan, pendidikan, dan
perekonomian, serta terbatasnya penyediaan prasarana dan sarana publik,
sehingga masih rendahnya tingkat kesejahteraan sebagian masyarakat asli Papua. Masyarakat
asli Papua merasa terisolasi, terbelakang, dan tertinggal dibandingkan dengan
masyarakat Indonesia pada umumnya, baik yang berdomisili di Papua maupun di
wilayah lainnya.
Menurut
aspek manajemen pemerintahan daerah, belum terwujudnya sinergi program antara
program pemda provinsi dengan program pemda kabupaten/kotakarena belum
efektifnya koordinasi perencanaan. Belum dilaksanakan secara efektif juga
program-program pembangunan yang diamanatkan di dalam UU No. 21 Tahun 2001
khususnya pada bidang pendidikan, kesehatan, sosial, lingkungan hidup, serta
kependudukan dan ketenagakerjaan yang belum banyak dirasakan manfaatnya oleh
masyarakat asli Papua. Dari aspek pemekaran daerah, kebijakan moratorium
pemekaran daerah mulai berlaku sejak tanggal 3 Agustus 2009. Namun, usulan
pemekaran daerah di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat sampai saat ini
masih terus bertambah. Berdasarkan data yang ada saat ini, terdapat 54 usulan
pembentukan DOB yang terdiri dari 7 usulan pembentukan provinsi, 43 usulan pembentukan
kabupaten, dan 4 usulan pembentukan kota. Hingga saat ini, usuan tersebut belum
ditindaklanjuti.
Upaya Pemerintah untuk Pelaksanaan Otonomi Khusus
Papua
Sejak
berlakunya otsus Papua, pemerintah telah melakukan berbagai kebijakan untuk
meningkatkan efektivitas pelaksanaan otsus Papua. Upaya yang dilakukan
pemerintah, antara lain:
·
Penyelesaian
regulasi sesuai amanat UU Otsus Papua, yakni:
1.
PP No. 54 Tahun
2004 tentang Majelis Rakyat Papua (diubah dengan PP No. 64 Tahun 2008)
2.
PP No. 19 Tahun
2010 tentang Gubernur sebagai wakil pemerintah (diubah dengan PP No. 23 Tahun
2011) yang berlaku secara umum termasuk di Papua.
·
Fasilitasi
penyusunan Perdasi dan Perdasus
1.
Perdasi: 6
Perdasi sudah selesai dan 16 Perdasi belum selesai
2.
Perdasus: 3
Perdasus sudah selesai dan 10 Perdasus belum selesai
3.
Upaya
Fasilitasi: Provinsi Papua telah berkonsultasi dengan Kemendagri 4 rancangan
Perdasus dan 2 rancangan Perdasi, sedangkan Provinsi Papua Barat telah
berkonsultasi 1 rancangan Perdasus dan 1 rancangan Perdasi
4.
Kemendagri
mendorong Pemda Papua dan Papua Barat agar segera menyelesaikan Perdasi dan
Perdasus
·
Fasilitasi
penataan kelembagaan khususnya untuk pembentukan Majelis Rakyat Papua (MRP)
1.
Telah
diterbitkan PP No. 54 Tahun 2004 tentang MRP. Pemerintah juga telah
memfasilitasi pengisian anggota MRP periode 2005-2010.
2.
Untuk pengisian
anggota MRP 2011-2016, telah ditetapkan Kepmendagri No. 161-223 Tahun 2011
tanggal 31 Maret 2011 dan telah dipisahkan antara MRP Provinsi Papua dan MRP
Provinsi Papua Barat serta telah terpilih pimpinan masing-masing MRP.
3.
Pengangkatan anggota
DPR Papua (11 orang) juga telah difasilitasi sebagai pelaksanaan putusan MK
Nomor 116/PUU-VII/2009 melalui fasilitasi penyusunan Perdasus yang hingga saat
ini masih dalam proses di daerah.
4.
Penyelesaian
Perdasi pembentukan sekretariat MRP Provinsi Papua Barat juga turut
difasilitasi.
5.
Penguatan kelembagaan
MRP Provinsi Papua dan Papua Barat melalui program pengembangan kapasitas
terutama untuk meningkatkan pemahaman mengenai wewenang, tugas dan fungsi MRP.
·
Pengembangan
kapasitas aparatur pemda
1.
Untuk
meningkatkan kompetisi aparatur Pemda dalam penyelenggaraan pemerintahan, telah
dilakukan kegiatan-kegiatan seperti Diklat, seminar, workshop, studi banding,
dan lain-lain.
2.
Mendirikan IPDN
di kota Jayapura yang diresmikan pada 9-10 Desember 2011 oleh Mendagri. Kuota
siswa/i IPDN tersebut masyoritas terdiri dari orang asli Papua sebanyak 167
siswa.i. pada kesempatan tersebut dilakukan penandatanganan MoU untuk kerja
sama pengembangan kapasitas aparatur Pemda antara pemerintah pusat dengan pemda
Provinsi Papua.
·
Pengelolaan dana
otsus untuk pembangunan Papua
1.
Pada APBD
Provinsi Papua dan Papua Barat, kontribusi dana otsus terhadap total pendapatan
yaitu Papua 49,39% dan Papua Barat 61,65%.
2.
Bila
dibandingkan dengan Provinsi lain yang memiliki jumlah penduduk yang hampir
sama, perbandingan antara APBD Papua dengan Sulawesi Tenggara pada tahun 2011
sebesar 459,61%, sedangkan perbandingan antara APBD Papua Barat dengan Maluku
Utara pada tahun 2011 sebesar 467,24%.
3.
Tren alokasi
dana otsus di Papua dan Papua Barat dibandingkan dengan provinsi lain
menunjukkan bahwa kedua provinsi tersebut mendapat perhatian lebih.
4.
Dana otsus yang
telah diberikan pemerintah jauh lebih besar (Rp 28,927 Trilliun) daripada hasil
yang diberikan Papua dan Papua Barat (Rp 18 Trilliun).
·
Penataan daerah
atau pemekaran daerah
1.
Dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mendekatkan pelayanan kepada
masyarakat, telah dibentuk daerah otonom baru yang semula 9 kabupaten/kota
menjadi 40 kabupaten/kota (29 di Papua dan 11 di Papua Barat).
2.
Saat ini masih
dalam tahap pengkajian atas usulan pembentukan daerah otonom baru yang
berjumlah 7 provinsi dan 47 kabupaten/kota yang pelaksanaannya masih menunggu
selesainyarevisi UU No. 32 Tahun 2004 yang juga mengatur mengenai pokok-pokok
desain besar penataan daerah (desertada).
No comments:
Post a Comment