Muhamad
bin Ja'far al-Qanthari menceritakan bahwa Dzunun berkata, "Ketika aku berjalan di pinggir pantai,
tiba-tiba aku melihat seorang jariyah yang memakai pakaian lusuh. Dia sangat
kurus. Lalu aku mendekatinya untuk mendengar ucapannya. Aku melihat dia sedang
bersedih dan menangis. Angin bertiup kencang dan ombak berdebur keras. Lalu dia
berteriak kemudian jatuh ke tanah.” Ketika dia siuman, dia meratap dan
berkata, "Tuhanku, dengan-Mu orang yang menyendiri dalam khalwat. Demi
keagungan-Mu ikan berenang di laut yang meluap, dengan kesucian-mu ombak
berdebur. Engkau-lah yang disujudi oleh gelapnya malam, terangnya siang,
bintang yang berputar, laut yang berdebur, bulan yang bersinar dan segala
sesuatu ada ukurannya di sisi-Mu.
Wahai
teman orang-orang baik dalam khalwat mereka
Wahai
yang paling baik yang dicatat sejarah
Muhamad memohon, "Tambahkanlah." Dia berkata, "Pergilah dari
hadapanku!" Kemudian dia menengok ke langit dan mengucap:
Aku mencintai-Mu dengan dua cinta, cinta kasih
Dan cinta karena kau pantas untuk itu
Adapun cinta kasih adalah
Cinta yang aku disibukkannya dari selain-Mu
Adapun cinta yang kau pantas menerimanya
Kau buka tabir penutup sehingga aku melihat-Mu
Tidak ada pujian untukku dalam cinta yang ini dan yang itu
Tetapi segala puji bagi-Mu dalam yang ini dan yang itu
Kemudian dia berteriak keras, lantas dia meninggal
dunia. Muhamad merasa kagum dengan apa yang dilihat pada wanita itu. Lalu Muhamad melihat
beberapa orang wanita yang memakai baju bulu domba datang dan membawanya, memandikannya, kemudian mengkafaninya. Lalu mereka
berkata kepadaku, "Majulah. Imami kami." Lantas Muhamad maju dan
mengimami shalat. Kemudian mereka membawanya pergi.
Aku Tahu Apa yang Pernah Aku Perbuat!
Diceritakan oleh Muhamad bin Ahmad al-Susi al-Syamsyathi bahwa dirinya mendengar
Dzunnun al-Mishri berkata, "Ketika aku berjalan di pinggir Sungai Nil, aku bertemu dengan seorang jariyah
yang sedang berdoa, ‘Wahai yang ada pada lisan orang-orang yang
berbicara. Wahai yang ada pada hati orang-orang yang ingat. Wahai yang ada pada
pikiran orang-orang yang pandai, Engkau tahu apa yang telah aku lakukan. Wahai
yang diharapkan oleh orang yang berharap.’ Kemudian dia berteriak dan tidak
sadarkan diri.”
Sabar atas Musibah
Dari seorang asal Bani Tsa'lab, al-Ashmu'i mendengar cerita, "Aku
berada di sebagian daerah Nejed. Aku ingat kalau aku memiliki satu kemah dari
kulit di sana. Lalu aku menuju kemah itu. Tiba-tiba ada suara para wanita
sedang meratap. Aku mendekati mereka dan menanyakan keadaan mereka.” Mereka
mengungkapkan, "Manfusah binti Zaid
al-Fawaris ditinggal mati anaknya. Saat jenazah anaknya itu berada di pangkuannya dan dia berkata, ‘Demi
Allah, kau pergi lebih dulu di depanku lebih aku sukai daripada kau mati
belakangan. Kesabaranku padamu lebih kuat daripada
kesedihanku padamu. Bagian musibah tidak akan menempati tempatmu dan akan
mewariskan kerusakan seperti tempat tidurmu. Kalau berpisah denganmu adalah
penyesalan, maka mengharapkan pahalamu adalah baik’." Kemudian dia berkata, "Alangkah indahnya
Amr bin Ma'dikarab saat berkata:
Kami
adalah kaum yang air mata kami tidak menetes
Untuk
orang yang mati di antara kami
walaupun punggung akan patah
Aman
Dari
Ibrahim bin Muhamad al-Makhzumi, "Seorang wanita dari Bani Makhzum yang
dipanggil Atikah menangis sampai buta.” Lalu dia dicela karena itu dan
dikatakan kepadanya, "Apakah ada sesuatu setelah kau buta?" Dia
menjawab, "Yang seharusnya ditakutkan dari mereka adalah air matanya
kering sampai dia tahu kalau dia aman dari neraka." Dia terus menangis
sampai wafat.
Huru-hara Telah Datang
Ibnu
Abid Dunya meriwayatkan dari seorang dari Bani Sadus bahwa ada seorang wanita tua tinggal di kampung. Mereka tidak bertemu dengannya tetapi orang tua mereka bertemu dengannya.
Dia dipanggil Munirah. Jika malam tiba dia berkata, "Telah datang huru-hara,
telah datang kegelapan, telah datang ketakutan yang semua ini tidak serupa
dengan hari kiamat." Lantas dia bangun dan terus shalat sampai
subuh.
No comments:
Post a Comment