Dari Masma' bin Ashim, bahwa para ahli ibadah berbeda pendapat tentang kewalian. Sebagian dari mereka berkata, "Jika seorang hamba berhak mendapat kewalian, dia tidak menginginkan sesuatu kecuali dia akan mendapatkannya, baik dalam urusan dunia maupun dalam urusan akhirat." Sebagian yang lain berpendapat, "Wali itu tidak bermaksiat, kecuali dia tidak mendapatkan sesuatu dari dunia yang diinginkannya dan dia harus mendapatkannya dengan mencarinya.” Seakan-akan mereka berkata, "Dia cukup berdoa, pasti akan dikabulkan." Sebagian yang lain menyatakan, "Orang yang berhak mendapat kewalian tidak akan pamer karena haknya dari akhirat dikurangi."
Mereka
terus membicarakan hal itu. Lalu mereka sepakat untuk datang menemui seorang
wanita dari Bani 'Adiy yang dipanggil Amatul Jalil
binti Amr al-Adawiyah. Dia sangat tertutup lantaran
kesungguhannya dalam ibadah. Mereka pun mendatanginya. Masma' berkata,
"Hari itu aku bersama sahabat-sahabatku, lalu kami meminta izin dan dia
mengizinkan, kemudian mereka memaparkan perbedaan pendapat yang terjadi di antara mereka.” Amatul Jalil berpendapat, "Waktu bagi wali adalah waktu untuk meninggalkan dunia
karena dia tidak memerlukannya." Lalu dia berpaling ke arah Kilab dan berujar, "Demi diriku, siapa yang bercerita padamu atau memberitahumu
bahwa dia wali, tetapi masih ada keinginan selain Allah SWT, maka janganlah kau mempercayainya."
Masma'
berkata, "Aku mendengar ada yang berteriak dari sudut-sudut rumah."
Demikianlah Qira’ah dan Berdiri
Abu
Khaladah berkata, "Aku sama sekali tidak
melihat seseorang, baik laki-laki maupun wanita,
yang lebih kuat dan lebih sabar dalam melakukan qiyamullail selain Ummu Hayyan
al-Sulamiyyah. Hal itu lantaran bilamana dia melakukan
qiyamullail di masjid kampungnya, seakan-akan dia itu pohon kurma yang ditiup
angin ke kanan dan ke kiri."
Makki
al-Bashri berkata, Sawwadh al-Sulamiyyah bercerita kepadaku, "Ummu Hayyan
pernah membaca al-Quran sepanjang waktu dan dia hanya berbicara setelah Ashar
untuk meminta keperluannya."
Manfaat Musibah
Terkisah dari Abdul Mu'min bin Abdullah al-Qisi, "Ummu Ibrahim, seorang
wanita yang ahli ibadah, pernah memukul unta dan dia
mematahkan kakinya.” Lalu datang orang-orang untuk turut
berduka. Dia berkata, "Kalau tidak ada musibah dunia, di akhirat kita akan
menjadi orang yang bangkrut."
Menyesali yang
Telah Berlalu
Dikatakan Rabah bin Abi al-Jarh, "Aku melihat Bahriyah, seorang wanita
yang ahli ibadah.” Bahriyah menangis dan mengucap, "Aku meninggalkan-Mu ketika aku masih segar dan
mendatangi-Mu ketika aku telah layu, maka terimalah kelayuan atas apa yang
telah luput darinya."
Bahriyah
memiliki kecantikan yang pudar gara-gara lapar. Pernah
selama 40 hari dia tak memakan sesuatu pun kecuali sedikit kacang humush. Dia
sangat bersungguh-sungguh dalam ibadah dan memiliki majlis untuk berdzikir.
Jika dia berbicara, dia akan gemetar dan ketakutan.
Ilmu dan Syahwat
Ahmad
bin Abu al-Hawari berkata bahwa seorang wanita tua penduduk Basrah bercerita kepadanya, "Aku mendengar Bahriyah berkata, ‘Jika hati meninggalkan syahwat, maka dia
akan mendapat 1000 ilmu yang akan mengikutinya dan membawa semua yang dia
inginkan’."
Wara’
Rabah
bin al-Jarah bercerita,
"Aku melihat Ummu al-Harisy, seorang wanita yang ahli ibadah dan mempunyai
seorang suami yang menjadi tentara. Dia tidak mau memakan makanan suaminya dan
dia menyiapkan makanannya sendiri. Suaminya tidak menerimanya sampai dia mau
makan bersamanya. Lalu Ummu Harisy duduk seolah-olah dia makan dan
meletakkan jarinya di luar nampan."
Zuhud dan Ibadah
Diriwayatkan oleh Muhamad bin Qudamah, "Telah sampai kepada
kami bahwa seorang wanita yang dipanggil Hasanah meninggalkan kenikmatan dunia
dan melakukan ibadah dengan giat. Dia berpuasa pada siang hari dan menghidupkan
malam. Di rumahnya tidak ada sesuatu, setiap kali dia haus, dia pergi ke sungai
untuk meminum air sungai dengan telapak tangannya.”
Hasanah
ini seorang yang cantik. Seorang wanita pernah berkata kepadanya,
"Menikahlah!" Dia menjawab, "Carikan seorang laki-laki yang
zuhud dan tidak membebaniku dengan urusan dunia sedikit pun. Aku rasa kau tidak
akan mampu mencarinya. Demi Allah, jiwaku tidak mau menyembah dunia dan aku
tidak mau bersenang-senang dengan ahli dunia. Jika kau dapati seorang laki-laki
yang menangis dan bisa membuat menangis, dia berpuasa dan menyuruhku berpuasa,
dia bersedekah dan menganjurkanku untuk bersedekah dan aku merasa senang. Kalau
tidak ada yang seperti itu, maka aku tidak mau."
Beberapa Berita Zajlah al-'Abidah
Ahmad
bin Sahal al-Azadi berkata, "Beberapa orang Qari' mendatangi Zajlah, lalu
mereka berbicara agar dia menyayangi dirinya.”
Kemudian Zajlah berkata, "Apa urusanku dengan menyayangi diriku? Itu
adalah hari-hari yang cepat berlalu, maka siapa yang kehilangan pada hari ini,
maka dia tidak akan mendapatkannya besok. Demi Allah, saudaraku. Aku shalat
untuk-Nya dengan anggota tubuhku yang kurang, aku berpuasa sepanjang hidupku
dan aku menangis sebanyak air mata yang ada di kedua mataku." Katanya lebih lanjut, "Siapa di antara kalian yang menyuruh hambanya dengan sesuatu lalu hamba itu
suka menguranginya?"
Dari
Ibad bin Ibad atau Abu Utbah al-Khawash, "Kami menemui Zajlah yang ahli
ibadah. Dia berpuasa sampai hitam tubuhnya, menangis sampai penglihatannya
kabur, shalat sampai bungkuk dan dia shalat dalam keadaan duduk. Lalu kami memberi
salam kepadanya, kemudian kami ingatkan dia dengan ampunan Allah. Kami ingin
meringankan urusannya. Dia terisak lalu berkata, ‘Aku tahu akan diriku. Hatiku telah luka. Demi Allah, aku tidak
ingin Allah menciptakanku dan aku tidak menjadi sesuatu yang diingat.’ Lalu dia memulai shalatnya dan kami pun pergi meninggalkannya.”
Khilaib
bin Isa bin Abi Hajar bercerita,"Zajlah
tidak pernah memandang ke langit dan dia pergi ke pantai untuk mencuci pakaian
orang-orang yang ikut dengannya."
No comments:
Post a Comment