Tuesday, May 13, 2014

PROFIL KEMISKINAN DAERAH PADANG PARIAMAN




 
3.1.   KONSEP  KEMISKINAN
Kemiskinan adalah isu yang kompleks dan multidimensional, karena banyaknya pendekatan yang dilakukan terhadap kondisi yang disebut miskin, maka  banyak definisi tentang kemiskinan.  Menurut Bank Dunia (2000),  pada umumnya definisi kemiskinan mengacu kepada ide dasar bahwa kemiskinan adalah masalah “kekurangan” dalam “kesejahteraan”.
Badan Pusat Statistik (BPS) mendefinisikan kemiskinan sebagai suatu situasi dimana suatu standar kehidupan yang “layak” tidak tercapai. Dalam menentukan standar kehidupan yang “layak”,  BPS melakukan pengukuran kemiskinan menggunakan pendekatan kebutuhan dasar, dengan pendekatan ini kemiskinan diapandang sebagai ketidak mampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan (diukur dari sisi pengeluaran). 
Dengan pendekatan ini kemudian ditentukan Garis Kemiskinan (yang merupakan gabungan dari Garis Kemiskinan Makanan dan Garis Kemiskinan non-Makanan), penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan dikategorikan penduduk miskin. Cara penentuan penduduk miskin semacam ini disebut penentuan kemiskinan absolut.
Dalam konteks strategi penanggulangan kemiskinan ini, kemiskinan dipandang sebagai kondisi di mana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak terpenuhi hak-hak dasarnya secara layak untuk menempuh dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Cara pandang kemiskinan ini beranjak dari pendekatan berbasis hak yang mengakui bahwa masyarakat miskin, baik laki-laki maupun perempuan, mempunyai hak-hak dasar yang sama dengan anggota masyarakat lainnya. Kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan pemenuhan hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, dalam menjalani kehidupan secara bermartabat.
Hak-hak dasar terdiri dari hak-hak yang dipahami masyarakat miskin sebagai hak mereka untuk dapat menikmati kehidupan yang bermartabat dan hak yang diakui dalam peraturan perundang-undangan. Hak-hak dasar yang diakui secara umum antara lain terpenuhinya pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan, dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial ekonomi dan politik, baik bagi perempuan maupun laki-laki. Hak-hak dasar tidak berdiri sendiri tetapi saling mempengaruhi satu sama lain sehingga tidak terpenuhinya satu hak dapat mempengaruhi pemenuhan hak lainnya.
Dengan diakuinya konsep kemiskinan berbasis hak, maka kemiskinan dipandang sebagai suatu peristiwa penolakan atau pelanggaran hak dan tidak terpenuhinya hak. Kemiskinan juga dipandang sebagai proses perampasan atas daya rakyat miskin. Konsep ini memberikan pengakuan bahwa orang miskin terpaksa menjalani kemiskinan dan seringkali mengalami pelanggaran hak yang dapat merendahkan martabatnya sebagai manusia. Oleh karena itu, konsep ini memberikan penegasan terhadap kewajiban negara untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak-hak dasar masyarakat miskin.
Kemiskinan merupakan fenomena yang kompleks, bersifat multidimensi dan tidak dapat dengan  mudah dilihat dari suatu angka absolut saja. Luasnya wilayah dan sangat beragamnya budaya masyarakat menyebabkan kondisi dan permasalahan kemiskinan di kota/kabupaten  menjadi sangat beragam.
Masyarakat miskin pada umumnya ditandai dengan ketidak berdayaan dan ketidak mampuan dalam hal : (1) memenuhi kebutuhan – kebutuhan dasar seperti pangan dan gizi , sandang, papan, pendidikan dan kesehatan basic need dalam kehidupan , (2) melakukan kegiatan produktif (unproductiveness)  (3)menjangkau akses sosial dan ekonomi (inaccessibility), (4)menentukan nasibnya sendiri dan selalu mendapat perlakuan diskriminatif, mempunyai perasaan ketakutan dan kecurigaan serta sikap apatis dan fatalistik (vulnerability) dan (5)senantiasa merasa mempunyai martabat dan harga diri yang rendah (no fredom pro poor) seperti yang dikemukakan oleh Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPM) pada tahun 2002.
Kemiskinan menurut Badan Pusat Statistik (BPS) adalah apabila terdapat rumah tangga yang memiliki ciri-ciri yang memenuhi  14 indikator  BPS, 14 indikator adalah sebagai berikut:
1.     Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang
2.     Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/ bambu/ kayu murahan
3.     Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/ rumbia/ kayu berkualitas rendah/ tembok tanpa plester
4.     Tidak memiliki fasilitas buang air besar/ bersama-sama dengan rumah tangga lain
5.     Sumber Penerangan Rumah Tangga tidak menggunakan listrik
6.     Sumber air minum berasal dari sumur/ mata air tidak terlindungi/ sungai /air hujan.
7.     Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/ arang/ minyak tanah
8.     Hanya mengkomsumsi daging/ susu/ ayam satu kali dalam seminggu
9.     Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun
10.  Hanya sanggup makan sebanyak satu/ dua kali dalam sehari
11.  Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di Puskesmas/ poliklinik
12.  Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 0.5 ha, buruh tani, nelayan, buruh perkebunan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah Rp.600.000 (enam ratus ribu rupiah) per bulan
13.  Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/ tidak tamat SD/ hanya SD
14.  Tidak memiliki tabungan/ barang yang mudah dijual dengan nilai Rp.500.000.-(lima ratus ribu rupiah), seperti: Sepeda motor (kredit/ non kredit), emas, ternak, kapal motor atau barang modal lainnya.
Dalam konteks strategi penanggulangan kemiskinan, kemiskinan didefinisikan sebagai kondisi di mana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak terpenuhi hak-hak dasarnya dalam mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat.
Hak-hak dasar tersebut terdiri dari hak-hak yang dipahami masyarakat miskin sebagai hak mereka untuk dapat menikmati kehidupan yang bermartabat dan hak yang diakui dalam peraturan perundang-undangan.
Hak-hak dasar yang diakui secara umum antara lain meliputi terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakukan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik, baik bagi perempuan maupun laki-laki.
Hak-hak dasar tidak berdiri sendiri sendiri tetapi saling mempengaruhi satu sama lain sehingga tidak terpenuhinya satu hak dapat mempengaruhi pemenuhan hak lainnya.
Penghargaan, pemenuhan dan penghormatan hak dasar pada masyarakat miskin akan dapat terlaksana dengan baik, apabila terdapat pemerintahan yang adil, berpihak pada kebutuhan orang miskin, pada upaya penanggulangan kemiskinan sangat diperlukan komitmen pemerintah untuk  mewujudkan pemenuhan hak hak dasar masyarakat miskin.
Pemerintah yang tidak adil akan menyengsarakan masyarakat, hal ini dikarenakan pemerintah yang tidak adil akan menghasilkan kebijakan yang akan menguntungkan bagi sebagian golongan saja, sedang golongan yang lain menjadi sengsara, golongan tersebut biasanya orang miskin. Sehingga dapat dikatakan bahwa kebijakan adalah produk dari seseorang yakni pemimpin pemerintahan , maka kemiskinan dapat dikatakan sebagai akibat dari adanya orang yang tidak baik.

3.2.   KONDISI  UMUM  KEMISKINAN DAERAH
Data Makro
1.  Persentase dan Jumlah Penduduk Miskin
a)  Posisi Relatif
Kondisi kemiskinan Kabupaten Padang Pariaman berdasarkan data Susenas 2011 mencapai 44.633 jiwa atau 11,26% dari total jumlah penduduk Kabupaten Padang Pariaman. Kondisi ini sudah jauh menurun dibandingkan dengan persentase kemiskinan sebelumnya pasca gempa tahun 2009. Kondisi kemiskinan Padang Pariaman terhadap konstelasi nasional memang sudah di atas kondisi nasional sebesar 11,66%, tapi termasuk di bawah kondisi Propinsi yang sudah mencapai 8,00% pada tahun 2011. Namun begitu kondisi kemiskinan dibandingkan dengan tiga tahun yang lalu menujukkan tren progress pengurangan kemiskinan yang cukup signifikan. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 3.1
Kondisi kemiskinan dari tahun 2009 hingga 2011 di Kabupaten Padang Pariaman
NO
URAIAN
2009
2010
2011
1
Jumlah penduduk
392.941Jiwa
393.571 jiwa
397.062 jiwa
2
Jumlah penduduk miskin
48.764 jiwa
46.677 jiwa
44.633 jiwa
3
Persentase penduduk miskin
12,41%
11,86%
11,26%
     Sumber: Hasil Susenas diolah
Dari tabel tersebut terlihat bahwa rata-rata tiap tahun terjadi pengurangan kemiskinan sebanyak 2000 jiwa atau sekitar 400 KK terentaskan dari kemiskinan.
Gambar 1 : Persentase Kemiskinan di Kabupaten Padang Pariaman dalam Konstelasi Nasional dan Propinsi Sumater Barat
Mencermati beberapa kondisi di atas, jelas bahwa Kabupaten Padang Pariaman melakukan pengurangan kemiskinan rata-rata 0,38% per tahunnya. Hal ini dapat dilihat pada tabel 3.2 mengenai target pengurangan kemiskinan di Kabupaten Padang Pariaman dalam Konstelasi Sumatera Barat dari tahun 2009 hingga 2011.
Tabel 3.2
Target pencapaian Pengurangan Kemiskinan Kabupaten Padang Pariaman dalam Konstelasi Sumatera Barat
Profil kemiskinan itu sendiri di Kabupaten Padang Pariaman tahun 2011 berdasarkan data PPLS dapat di petakan sebagai berikut:
b)  Perkembangan Antar Waktu
Tahun 2011 tingkat kemiskinan Padang Pariaman sebesar   11,26 % angka ini masih di atas tingkat kemiskinan  Provinsi  Sumatera Barat yaitu sebesar 8,99%, akan tetapi masih dibawah rata-rata nasional yaitu sebesar 12,36%. Tingkat kemiskinan di Padang Pariaman selalu menunjukkan penurunan dari tahun ke tahun dan pada tahun 2012 tingkat kemiskinan menjadi 10,13 %.
 
Walaupun tingkat kemiskinan ini mengalami penurunan pada periode 2002-2012 akan tetapi hal ini tetap perlu mendapat perhatian khusus dari pemerintah dan stakeholder terkait mengingat kecenderungan tingkat kemiskinan yang naik turun. Sangat diharapkan upaya penurunan kemiskinan yang dilakukan dapat memperbaiki kondisi sosial ekonomi masyarakat umum nya dan tingkat kemiskinan khususnya secara permanen.

c)   Analisis Efektifitas
Pada periode 2008-2012 tingkat kemiskinan Kabupaten Padang Pariaman mengalami penurunan walaupun penurunannya melambat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa program-program  penanggulangan kemiskinan yang dilakukan belum efektif untuk mengurangi jumlah penduduk miskin dan menurunkan tingkat kemiskinan di Kabupaten Padang Pariaman.







d)  Analisis Relevansi
Pada tahun 2009-2012, Tingkat kemiskinan Kabupaten Padang Pariaman relevan dengan tingkat kemiskinan Provinsi dan Nasional. Artinya tingkat kemiskinan Kabupaten Padang Pariaman mengikuti arah tingkat kemiskinan provinsi dan nasional yang mengalami penurunan.



















2.  Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Keparahan (P2)
a)  Posisi Relatif Indeks Kedalaman Kemiskinan
Indeks Kedalaman Kemiskinan (Poverty Gap Index-P1) merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan. Pada tahun 2012 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Kabupaten Padang Pariaman sebesar 1,45 % sudah berada dibawah indeks P1 Nasional yang menunjukkan angka 1,90 % akan tetapi diatas indeks P1 Provinsi Sumatera Barat yaitu sebesar 1,24 %.













b)  Perkembangan Antar Waktu Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)
Perkembangan indeks P1 Kabupaten Padang Pariaman dari tahun 2009 sampai 2011 memperlihatkan grafik yang tidak stabil.
 









c)   Analisis Efektivitas Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)
Pada Periode 2002-2011 indeks P1 Kabupaten Padang Pariaman memperlihatkan kecenderungan meningkat yang berarti bahwa terjadi kenaikan indeks P1 pada kurun waktu tersebut, hal ini menggambarkan bahwa upaya penurunan kemiskinan yang dilakukan di Kabupaten Padang Pariaman kurang efektif untuk menurunkan indeks P1.
 















d)  Analisis Relevansi Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)
Indeks P1 Kabupaten Padang Pariaman pada periode 2002-2011 menunjukkan kecenderungan menurun, hal ini relevan dengan perkembangan indeks P1 Nasional dan Provinsi yang mengalami penurunan pada periode tersebut.
 


















3.  Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)
a)  Posisi Relative Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)
Indeks Keparahan Kemiskinan (Poverty Severity Index-P2) yang memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin. P2 Kabupaten Padang Pariaman pada tahun 2011 0,40 berarti bahwa masih terdapat ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin di Kabupaten Padang Pariaman, hal ini juga menunjukkan karakteristik penduduk miskin Kabupaten Padang Pariaman cenderung homogen.


b)  Perkembangan Antar Waktu Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)
Perkembangan indeks P1 Kabupaten Padang Pariaman dari tahun 2009 sampai 2011 memperlihatkan grafik yang tidak stabil.
 















c)   Analisis Efektifitas Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)
Pada tahun 2002-2011 trendline indeks P2 Kabupaten Padang Pariaman mengalami kecenderungan tidak stabil, hal ini berarti upaya-upaya penanggulangan kemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah kurang efektif dalam mengurangi indeks P2 di Kabupaten Padang Pariaman.




 














d)  Analisis Relevansi Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)
Indeks P2 Kabupaten Padang Pariaman pada periode 2002-2011 menunjukkan kecenderungan menurun, hal ini relevan dengan perkembangan indeks P2 Nasional yang mengalami penurunan pada periode tersebut dan Provinsi yang menunjukkan grafik yang stabil pada periode tersebut.
 
















Untuk melihat perbandingan kondisi kemiskinandi Kabupaten Padang Pariaman dengan Kabupaten Kota di Sumatera Barat pada Tahun 2011 dapat kita lihat pada tabel berikut ini:
Tabel 3.3
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin, P1, P2 dan Garis Kemiskinan Menurut Kabupaten/Kota, Tahun 2011

Kode
Kabupaten/Kota
Jumlah
Persentase
P1
P2
Garis
Penduduk
Penduduk
Kemiskinan
Miskin (000)
Miskin
(Rp/Kap/bulan)
01
Kab. Kep. Mentawai
14,6
18,85
3,94
1,37
199.324
02
Kab. Pesisir Selatan
42,4
9,75
1,81
0,45
268.226
03
Kab. Solok
39,5
11,29
1,62
0,37
279.674
04
Kab. Sawahlunto/Sijunjung
20,3
9,94
1,16
0,26
259.890
05
Kab. Tanah Datar
22,6
6,57
0,65
0,10
260.419
06
Kab. Padang Pariaman
44,6
11,26
1,61
0,40
276.741
07
Kab. A g a m
43,3
9,39
1,29
0,28
241.355
08
Kab. Lima Puluh Koto
35,2
9,96
1,23
0,24
266.277
09
Kab. Pasaman
26,8
10,42
1,45
0,32
242.217
10
Kab. Solok Selatan
15,5
10,61
1,39
0,31
235.630
11
Kab. Dharmasraya
19,6
10,09
1,07
0,20
275.528
12
Kab. Pasaman Barat
33,8
9,14
1,00
0,20
275.461
71
Kota Padang
50,9
6,02
0,80
0,17
326.705
72
Kota Solok
4,0
6,72
1,06
0,26
299.798
73
Kota Sawahlunto
1,4
2,34
0,25
0,05
220.402
74
Kota Padang Panjang
3,5
7,25
0,60
0,15
293.519
75
Kota Bukit Tinggi
7,3
6,49
0,99
0,26
308.569
76
Kota Payakumbuh
12,0
10,09
1,41
0,30
309.671
77
Kota Pariaman
4,5
5,66
0,46
0,08
288.773
13
SUMATERA BARAT
441,8
8,99
1,50
0,43
-

Dari uraian diatas dapat disimpulkan gambaran profil kemiskinan di Kabupaten Padang Pariaman sebagaimana matriks berikut :

Tabel 3.4
Analisis Indikator Utama Kemiskinan Daerah


PERSPEKTIF
Posisi Relatif Tahun Terakhir
Perkembangan Antar-Waktu
Efektivitas
Relevansi
Keterkaitan
INDIKATOR
Persentase Penduduk Miskin (%)
No. 2  tertinggi dari 19 Kab/Kota dan lebih rendah dari capaian Prov.
11,26 %
Belum efektif
Relevan dengan capaian Prov. & Nas

Jumlah Penduduk Miskin (Jiwa)
No. 2  tertinggi dari 19 Kab/Kota
44.633 jiwa
Belum efektif
Relevan dengan capaian Prov. & Nas
Indeks Kedalaman Kemiskinan (%)
No. 2  tertinggi dari 19 Kab/Kota
0,40 %
Belum efektif
Relevan dengan capaian Prov. & Nas
Indeks Keparahan Kemiskinan (%)
No. 2  tertinggi dari 19 Kab/Kota
1,61 %
Belum efektif
Relevan dengan capaian Prov. & Nas




Data Mikro
Persentase penduduk miskin di Padang Pariaman menunjukan penurunan dari tahun ke Tahun,  pada Tahun 2004 berdasarkan data BPS terhadap penerima BLT  sebanyak 24.683 KK (29 %), Tahun 2005 sebanyak 22.169 KK (26 %) berdasarkan data BPS terhadap penerima Raskin, Tahun 2007 menjadi 14.221 KK (17 %) dari hasil pendataan TKPK, di Tahun 2008 menjadi 13.718 KK (16%). Namun pada tahun 2009 dengan terjadinya Gempa 30 September 2009 yang telah meluluh lantakan Padang Pariaman mengakibatkan peningkatan jumlah KK miskin menjadi 30 %, turun pada tahun 2011 menjadi 28, 1 %. Sedangkan mulai tahun 2011 data kemiskinan yang diakui secara nasional adalah data PPLS yang di keluarkan oleh TNP2K.
Persentase penduduk diatas garis kemiskinan dihitung dengan menggunakan formula (100-angka kemiskinan). Angka kemiskinan adalah persentase penduduk yang masuk kategori miskin terhadap jumlah penduduk. Penduduk miskin dihitung berdasarkan garis kemiskinan. Garis kemiskinan adalah nilai rupiah pengeluaran per kapita setiap bulan untuk memenuhi standar minimum kebutuhan-kebutuhan konsumsi pangan dan non pangan yang dibutuhkan oleh individu untuk hidup layak.
Data kemiskinan yang baik dapat digunakan untuk :
1)  Mengevaluasi kebijakan pemerintah terhadap kemiskinan
2)  Membandingkan kemiskinan antar waktu, antar daerah
3)  Menentukan target penduduk miskin dengan tujuan untuk memperbaiki posisi mereka.
Beberapa pengertian terkait dengan kemiskian antara lain :
1)  Kemiskinan relatif, ditentukan berdasarkan ketidakmampuan untuk mencapai standar kehidupan yang ditetapkan masyarakat setempat sehingga proses penentuannya sangat subjektif.
2)  Kemiskinan absolut, ditentukan berdasarkan ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan pokok minimum. Untuk melihat penduduk miskin dunia, biasanya Bank Dunia menggunakan garis kemiskinan US $ 1 atau US $ 2 per hari.
3)  Kemiskinan struktural (contoh: kemiskinan karena lokasi yang terisolasi, misal orang mentawai, orang tengger dsb). Adalagi kemiskinan kultural (karena faktor adat) seperti suku badui di cibeo (Banten), suku kubu (Jambi), dayak dan sebagainya.
Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung head count index (HCI), yaitu persentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan.
Metode yang digunakan adalah menghitung garis kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen yaitu garis kemiskinan makanan (GKM) dan garis kemiskinan bukan-makanan (GKBM). Perhitungan garis kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan pedesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita perbulan dibawah garis kemiskinan.
Sumber data utama yang dipakai untuk menghitung kemiskinan adalah data SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional). Sebagai informasi tambahan, juga digunakan hasil survei SPKKD (survei paket komoditi kebutuhan dasar), yang dipakai untuk memperkirakan proporsi dari pengeluaran masing-masing komoditi pokok bukan makanan.
Tabel 3.5
Informasi Status Kesejahteraan Rumah Tangga dan Individu                                                                                                                             di Kabupaten Padang  Pariaman
NO
Nama
Kecamatan
Jumlah Individu
Kode
Kec.
Kelompok 1
(paling miskin)
Kelompok 2
Kelompok 3
TOTAL
1
BATANG ANAI
010
706
515
373
1594
2
LUBUK ALUNG
020
568
577
508
1653
3
SINTUK TOBOH GADANG
021
413
449
460
1322
4
ULAKAN TAPAKIS
030
536
500
437
1473
5
NAN SABARIS
040
388
496
486
1370
6
2 X 11 ENAM LINGKUNG
050
199
306
350
855
7
ENAM LINGKUNG
051
176
292
342
810
8
2 X 11 KAYU TANAM
052
446
637
631
1714
9
VII KOTO SUNGAI SARIAK
060
462
659
762
1883
10
PATAMUAN
061
387
546
531
1464
11
PADANG SAGO
062
137
237
289
663
12
V KOTO KP DALAM
070
296
518
514
1328
13
V KOTO TIMUR
071
111
222
388
721
14
SUNGAI LIMAU
080
840
809
698
2347
15
BATANG GASAN
081
217
330
338
885
16
SUNGAI GERINGGING
090
396
678
751
1825
17
IV KOTO AUR MALINTANG
100
598
719
629
1946






23.853
      Sumber: Basis Data Terpadu untuk Program Perlindungan Sosial. Maret 2012














Posisi saat ini Rumah tangga di Kabupaten Padang Pariaman adalah sekitar 89.424 KK, sementara jumlah rumah tangga miskin sebesar 23.853 KK, artinya ada 26,7 % keluarga Kabupaten Padang Pariaman dalam kondisi miskin. Sedangkan untuk keluar dari daerah tertinggal, prosentase KK miskinnya hendaknya tidak boleh lebih dari 18,8%. Artinya daerah memiliki beban 7,9 persen KK harus keluar dari kemiskinan.
Berdasarkan data diatas terlihat bahwa Kecamatan yang paling banyak terdapat KK Miskin adalah pada Kecamatan Sungai Limau , IV Koto Aur Malintang, dan VII Koto Sei Sarik.
Tabel 3.5
Data Kemiskinan berdasarkan Jumlah Jiwa
No
Nama Kecamatan
Jumlah individu
1
Kec. 2x11 Enam Lingkung
                    4.466
2
Kec. 2x11 Kayu Tanam
                    8.695
3
Kec. Batang Anai
                    8.025
4
Kec. Batang Gasan
                    4.813
5
Kec. Enam Lingkung
                    4.592
6
Kec. IV Koto Aur Malintang
                    9.247
7
Kec. Lubuk Alung
                    9.162
8
Kec. Nan Sabaris
                    8.215
9
Kec. Padang Sago
                    2.871
10
Kec. Patamuan
                    7.088
11
Kec. Sintuk Toboh Gadang
                    7.621
12
Kec. Sungai Geringging
                    8.665
13
Kec. Sungai Limau
                  12.991
14
Kec. Ulakan Tapakis
                    8.055
15
Kec. V Koto Kampung Dalam
                    6.862
16
Kec. V Koto Timur
                    3.196
17
Kec. VII Koto Sungai Sariak
                  10.556

JUMLAH
                125.120

Secara lebih terperinci mengenai data kemiskinan Berdasarkan Indikator/Variabel Kemiskinan Padang Pariaman (Desil 1-3) dapat kita lihat pada tabel berikut ini .







No comments:

Post a Comment