Saturday, May 24, 2014

Taubatnya Seorang Pelajar di Tangan Gurunya



Wanita yang bertaubat ini bercerita:
"Aku tidak tahu dengan kata-kata apa aku tulis ceritaku atau dengan kalimat apa aku tulis kenangan lama yang aku tidak ingin itu terjadi.
Dulu aku sangat suka mendengarkan musik sampai aku tidak tidur dan tidak bangun kecuali mendengar musik. Sinetron dan film selalu aku tonton di waktu aku menganggur. Aku selalu menontonnya sampai subuh. Saat Allah SWT turun ke langit dunia dan Dia berkata, "Apakah ada yang meminta ampunan, aku akan mengampuninya. Apakah ada yang meminta, aku akan memberikannya? Sedangkan aku begadang hanya untuk menonton film yang tidak ada manfaatnya. Perhiasan dan dandananku seperti dandanan remaja-remaja yang lalai seumuranku, cerita barat, pakaian yang pendek dan ketat, kuku panjang, meremehkan hijab dan sebagainya.
Pada kelas dua SMA, datang seorang guru kimia. Dia adalah seorang guru yang baik, akhlaknya yang mulia, banyaknya dia menyebut kebaikan dan menghubungkan kimia dengan agama telah menarik diriku kepadanya. Satu kali pernah kakiku melangkah menghampirinya tetapi aku tidak tahu untuk apa? Rupanya itu hanyalah sebuah permulaan. Kemudian aku menemuinya satu atau dua kali. Ketika dia melihatku menerima, dia menasehatiku untuk menjauhi musik dan menonton sinetron. Aku berkata, "Aku tidak dapat melakukannya." Dia berkata, "Demi aku." Aku menjawab, "Oke, demi engkau. Aku terdiam sejenak, lalu berkata, "Tidak, bukan demi engkau, tetapi karena Allah SWT. Insyaallah." Dari situ dia tahu ada jiwa perlawanan dalam diriku. Dia berkata, "Hendaknya menjadi perlawanan antara kamu dan syaitan, kita lihat siapa yang akan menang."
Itulah akhir pertemuan pada hari itu. Keadaanku masih seperti semula. Aku mendengarkan dari jauh suara artis dalam sinetron. Apakah aku akan mendekat dan menontonnya? Kalau begitu, syaitan telah mengalahkanku. Sejak saat itu aku meninggalkan musik dan sinetron. Kurang lebih satu bulan kemudian, aku kembali mendengarkan musik dan syaitan dengan sedikit tipu dayanya mampu mengalahkanku lantaran imanku yang lemah.[1]
Pada tahun ketiga atau tahun terakhir, datang guru baru. Aku tidak kuat pada pelajarannya, kata-katanya yang fasih dan nasehat-nasehatnya. Dia adalah guru bahasa Arab. Lalu pada awal ujian mata pelajaran Nahwu (Grammar), aku dikejutkan dengan hasil yang sangat buruk. Di ujung kertas jawaban, guru itu menuliskan beberapa kalimat tentang niat yang ikhlas dalam mencari ilmu dan perlunya aku meninggalkan usahaku dalam belajar. Bumi seakan-akan menghimpitku karena aku tidak terbiasa mendapat nilai yang buruk. Tapi, barangkali apa yang kamu benci itu lebih baik untukmu.
Aku langkahkan kakiku menemui guruku dan dengan kebenaran apa kalimat-kalimat itu tertuju kepadaku? Lalu dia berbicara kepadaku tentang niat yang ikhlas dalam mencari ilmu dan lain sebagainya. Hari berikutnya, salah seorang temanku mengabarkan bahwa guruku ingin bertemu denganku, namun aku tidak peduli. Secara tidak sengaja aku bertemu dengannya saat dia keluar dan dia memegang sebuah mushaf kecil. Dia menyalamiku dan meletakkan mushaf itu di tanganku. Dia menggenggam tanganku dan berkata, "Ini bukan hadiah untukmu, tetapi amanah, jika kau mampu mengembannya. Kalau tidak, kembalikan mushaf ini kepadaku. Kata-katanya menghunjam dalam jiwaku, tetapi aku tidak menyadari betapa beratnya amanah itu kecuali setelah aku bertemu dengan salah seorang teman yang salehah.
Temanku itu bertanya, "Apa yang dia inginkan dari dirimu?" Aku menjawab, "Dia memberiku mushaf ini dan dia berkata ini adalah amanah. Lalu wajah temanku itu berubah. Dia berkata, "Apakah kau tahu arti amanah? Kau tahu apa tanggung jawab pada kitab ini? Kau tahu perkataan siapa ini? Perintah siapa ini?" Saat itulah aku merasakan beratnya amanah ini. Al-Quran al-Karim adalah hadiah terbesar yang diberikan kepadaku. Aku amat tekun membacanya dan dengan segenap kekuatan dan kesungguhan aku tinggalkan musik dan sinetron. Hanya saja, dandananku belum berubah. Guru itu telah berubah kedudukannya dalam diriku dan aku menyembunyikan rasa cinta dan hormat padanya. Hal ini bersamaan dengan keinginan untuk mengambil manfaat dari pelajarannya dan dia mengaitkan pelajaran dengan ancaman terhadap keinginan Barat yaitu kebebasan dan menyingkirkan kitab Allah SWT.
Setiap pekan, dia menulis satu ayat al-Quran untuk kami di pojok papan tulis dan meminta kami mengamalkan hukum yang ada dalam ayat tersebut. Demikianlah, nasehatnya terus berjalan, ditambah dengan nasehat beberapa orang teman, sampai aku meninggalkan model rambut ala Barat karena itu tidak sesuai dengan pemudi Muslim yang beriman, dan itu bukan termasuk sifat Ummul Mukminin. Alhamdulillah, keadaanku semakin baik dan aku mantap memakai hijab secara sempurna dengan menutup dua telapak tangan dan kedua kaki. Setelah sebelumnya, aku dan seorang temanku memandang rendah memakai kaus kaki sampai kami memakainya di atas sepatu untuk menghina dan menertawakan pemandangan itu.
Aku menyelesaikan SMA-ku dan aku masuk ke Universitas Islam al-Imam Muhamad bin Saud, Saudi Arabia. Suatu hari aku bersama seorang teman pergi ke pemandian orang mati. Aku melihat orang sedang memandikan seorang pemudi berusia 23 tahun dan aku tidak dapat menggambarkan apa yang aku lihat. Dia di balik ke kiri dan ke kanan untuk dimandikan dan dikafankan, dia dingin seperti es. Ibu, saudari dan kerabatnya ada di situ. Apakah dia akan melihat mereka, lalu bangun, melihat untuk terakhir kali, memeluk dan berpamitan dengan mereka? Atau kau akan melihatnya menyampaikan pesan terakhirnya? Sama sekali tidak.
Ibunya mencium kedua pipinya dan keningnya dengan menangis dia berkata, "Ya Allah, kasihilah dia. Ya Allah, luaskanlah jalan masuknya. Ya Allah, jadikanlah kuburannya sebagai taman surga. Aku memaafkanmu, anakku." Kemudian dia menutup kain pada wajahnya dengan kain kafan.
Alangkah susahnya pemandangan itu dan alangkah indah nasehat yang diberikan. Sebentar kemudian, dia diletakkan di liang lahad, lalu ditimbun tanah dan ditanya tentang setiap detik dalam hidupnya. Demi Allah, meskipun ditulis dengan beberapa kalimat, aku tidak akan sanggup menggambarkan peristiwa itu. Peristiwa itu memberikan banyak perubahan dalam hidupku dan membuatku zuhud di dunia yang fana ini. Aku sampaikan pada setiap guru dan da'iyah bahkan kepada setiap Muslimah untuk tidak meremehkan nasehat. Berkata dengan baik sehingga walaupun semua pintu di wajahnya telah tertutup, yakinlah bahwa pintu Allah SWT selalu terbuka.
Aku juga sampaikan kepada semua saudariku yang masih lalai dari mengingat Allah, tenggelam dalam kelezatan dan nafsu duniawi, kembalilah kepada Allah, saudariku. Demi Allah, kebahagiaan yang paling tinggi adalah dalam ketaatan kepada Allah SWT. Juga kepada orang yang melihat dalam hatinya ada kekerasan, atau dia tidak bisa meninggalkan dosa, pergilah ke tempat pemandian orang mati, lalu lihatlah mereka saat dimandikan dan dikafankan. Demi Allah, itu adalah nasehat yang paling agung, dan cukuplah kematian itu menjadi nasehat. Aku bermohon kepada Allah SWT untukku dan untuk kalian husnul khatimah.
Saudari kalian, Ummu Abdullah.[2]


[1]Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya tipu daya syaitan itu adalah lemah." (QS An-Nisa' [4]: 76).
[2]Al-'Aidûn Ila Allah (4/61-65).

No comments:

Post a Comment