@Wepe2010
Wahyu Priyono
Pegawai BPK RI Perwakilan NTB
Twit malam ini berjudul B a n t u
a n S o s i a l
1. Bantuan sosial (bansos) adalah
pemberian bantuan berupa uang/barang dari pemerintah daerah kepada individu,
keluarga,
2. kelompok dan/atau masyarakat
yang sifatnya tidak secara terus menerus dan bersifat selektif, yang bertujuan
untuk melindungi dari
3. kemungkinan terjadinya resiko
sosial.
4. Pemberian bansos ini dari
keuangan daerah (APBD) diperbolehkan berdasarkan PP 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah dan
5. Permendagri 13 Tahun 2006
tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, yg tlh diubh beberapa kali
terakhir dg Permendagri 21 Tahun 2011.
6. Kedua peraturan tersebut tdk
mensyaratkan calon penerima bansos sdh tercantum dlm APBD yang telah dibahas dn
ditetapkan thn sebelumnya,
7. shg kepala daerah diberi
wewenang u/ menetapkn penerima n besaran bansos pd thn bjln sesuai dg proposal
yg msk dn kebijakan kepala drh.
8. Bantuan sosial tersebut
menjadi salah satu jenis belanja daerah yang menyedot perhatian banyak pihak.
9. Bukan saja masyarakat/kelompok
masyarakat, Gubernur/Bupati/Walikota, dan anggota DPRD yang berkepentingan
dengan bansos,
10. aan ttp BPK, Kejaksaan, dn
KPK jg menaruh perhatian yg ckp intens terhadap pemberian, pengelolaan da
pertanggungjawaban bansos tersebut.
11. Tdk ketinggalan LSM, ICW, dan
media massa ikut menyorot dan mengawasi permasalahan-permasalahan di sekitar
bansos.
12. Bansos mjd ‘menarik’ kra
banyak pihak yg membutuhkannya. Masy/kelompok masyt membutuhkannya utk
kepentingan sosial dn kesejahteraan.
13. Kepala Daerah dan DPRD
membutuhkannya untuk memberikan perhatian dan kesejahteraan kepada rakyat yang
dipimpinnya.
14. Dengan demikian rekening
bansos memiliki resiko bawaan yang cukup tinggi untuk disalahgunakan atau
diselewangkan.
15. Hal ini dpt terlihat dr
permslhn2 terkait bansos baik yg mjd temuan BPK maupn yg diblow-up di media
massa dn diproses o/ APH.
16. Permasalahan-permasalahan
sekitar bansos antara lain pemberian bansos tidak sesuai dengan ketentuan
17. atau prosedur pencairan,
bansos tdk diterima a/ diterima sebagian o/ yg berhak seperti tercantum dlm
proposal, dn proposal bansos fiktif
18. Di samping itu, bantuan
sosial ditengarai oleh LSM, ICW, dan APH digunakan sebagai alat ‘politik
pencitraan’ oleh kepala daerah,
19. terutama kepala
daerah In-cumbent yang akan mencalonkan kembali dalam ajang
pemilukada.
20. Bisa juga disalahgunakan
untuk para tim sukses yang dianggap telah berjasa dalam menggolkan kepala
daerah yang sedang menjabat.
21. Dlm rangka menindaklanjuti an
mengeliminir permasalahan2 tsb dn krn blm jelasnya aturan ttg pelaks. hbh dn
bantuan sosial di daerah,
22. Kemendagri mengeluarkan
Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan
Sosial yang Bersumber dari APBD.
23. Dg permendagri ini pemberian
bansos hrs terencana dari awal pd tahun sebelumnya mll pembahasan KUA dn PPA).
24. Setiap calon penerima bansos
harus mengajukan permohonan kepada kepala daerah.
25. Jika disetujui, akan menjadi
dasar pencantuman alokasi anggaran dalam rancangan KUA dan PPAS dan diproses
lebih lanjut menjadi APBD.
26. Selanjutnya dicairkan melalui
mekanisme surat keputusan kepala daerah tentang
27. penetapan nama-nama dan
alamat calon penerima bansos serta besaran uang atau bentuk barang yang akan
diterima.
28. Dilihat dari prosedur
penganggarannya, cukup panjang arus birokrasi yang harus dilalui oleh calon
penerima bansos.
29. Prosedur ini tidak
mengakomodasi kebutuhan akan bansos yang betul-betul riil dibutuhkan dalam
keadaan mendadak,
30. seperti kepala keluarga yang
mendadak terkena PHK, orang miskin yang mengalami kecelakaan, musibah
kebakaran,
31. sakit dan butuh biaya
berobat, dan lain-lain keadaan yang tidak dapat diprediksi sebelumnya.
32. Kondisi seperti tersebut
tidak bisa menunggu berbulan-bulan sampai satu tahun untuk meerima
bantuan dari APBD.
33. Untuk mengakomodasi kebutuhan
akan bansos yang sifatnya mendadak atau tidak dapat direncanakan sebelumnya,
34. Pemerintah melakukan beberapa
perubahan dalam Permendagri No. 32 Tahun 2011 dengan mengeluarkan Permendagri
No. 39 Tahun 2012,
35. yang antara lain menambahkan
bahwa bantuan sosial berupa uang kepada individu dan/atau keluarga terdiri dari
36. bantuan sosial kepada
individu dan/atau keluarga yang direncanakan dan yang tidak dapat direncanakan
sebelumnya.
37. Ada pertanyaan, apakah ke2
Permendagri tsb betul2l mampu mencegah terjadinya penyimpangan dan/atau
politisasi bantuan hibah dan bansos?
38. Sebelum diberlakukannya kedua
Permendagri tersebut, kepala daerah memiliki peran sentral dan dominan,
39. karena penentuan siapa yang
akan dibantu dan berapa nilainya menjadi otoritas dari kepala daerah
40. DPRD hanya sebagai penentu
plafon besaran anggaran hibah dan bansos. Inilah yang mungkin menimbulkan
kecemburan anggota DPRD.
41. Dgn keterlibatan DPRD dlm
menganggarkan hibah dn bansos sejak dr pembahasan KUA dn PPAS, peluang
politisasi bansos mungkin msh bisa tjd.
42. Para anggota DPRD yang nota
bene adalah tokoh masyarakat, pembina, ketua, anggota atau simpatisan suatu
organisasi (parpol),
43. akn cenderung memobilisasi
pembuatan proposal bansos sbg bukti tlh memperjuangkan kepentingan
organisasi/masy yg dl mjd konstituennya.
44. Tarik ulur dn negosiasi antar
angg DPRD dn pemda pun akn semakn alot dlm menentukan plafon anggaran dn
nama-nama calon penerima bansos.
45. Dan akhirnya bisa terjadi
pembengkakan dalam peganggaran belanja hibah dan bansos.
46. Utk itu perlu ada antipasti
dari Pemerintah dhi. Kemendagri agar terbitnya Permendagri 32 Tahun 2011 dn
Permendagri 39 Tahun 2012 tsb
47. tidak menimbulkan
penyimpangan baru atau pergeseran penyimpangan dalam pengelolaan bansos.
48. Pengganggaran bansos dalam
APBD juga perlu ada batas maksimal berapa persen dari total belanja daerah yang
dianggarkan.
49. Smg tdk ada lg penyimpangan,
penyalagunaan dn politisasi dlm pemberian bansos, sehingga masy betul2
merasakan manfaatnya. Aamiin.
50. Sekian, Terimas Kasih. Met
Malam All.
(sumber: http://pks-lotim.blogspot.com)
No comments:
Post a Comment