Hal itu mengemuka dalam diskusi Publik “Menilai Agenda Pembangunan
Kesehatan Capres dan Cawapres tahun 2014-2019”yang dilaksanakan MerDesa
Institute bekerjasama dengan Prisma Resources Center di Jakarta.
Hadir dalam diskusi antara lain dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Pergizi Pangan Indonesia, Kementerian Kesehatan, Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, dan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal.
“Kami disini merumuskan sejumlah persoalan di bidang kesehatan yang harus menjadi perhatian presiden terpilih nanti, karena masih banyak sekali hal yang harus dibenahi,” kata Asisten Deputi Urusan Sumber Daya Kesehatan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal Hanibal Hamidi dalam siaran pers di Jakarta, Rabu (25/6/2014).
Sejumlah masalah di bidang kesehatan antara lain belum meratanya pelayanan bukan saja untuk tenaga kesehatan tetapi juga untuk peralatan kesehatan, yang menjadi modal dasar mengejar ketertinggalan Indonesia untuk mencapai target-target MDGs.
Jika dirumuskan, menurut Hanibal, hal yang krusial adalah adanya kebutuhan untuk melahirkan kebijakan yang revolusioner yakni merekonstruksi sistem kesehatan nasional yang mengintegrasikan sejumlah peraturan perundangan antara lain UU No 52 Tahun 2009 tentang Undang Undang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, UU No 40/2003 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional , UU No 24/2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, dan UU No 36/2009 tentang Kesehatan.
Hal kedua, kata dia, guna menunjang masalah kesehatan nasional harus didukung oleh sejumlah infrastruktur antara lain ketersediaan sarana air bersih dan sanitasi, yang notabene merupakan kewenangan di Kementerian Pekerjaan Umum. Hal ketiga yakni masalah keterjangkauan bahan pangan yang terkait dengan kewenanga di Kementerian Pertanian.
“Jadi, memang kebijakan di bidang kesehatan terkait dengan kebijakan di instansi lainnya. Di sinilah perlu adanya koordinasi antarlembaga. Namun, agar sasaran program tepat guna, harus dipikirkan juga pihak mana yang bertanggung jawab, apakah kementerian Kesehatan, Kesra, ataukah lembaga baru,” paparnya.
Menurut dia, jika masalah kesehatan tidak ditangani secara serius, pada akhirnya akan berdampak pada kualitas sumber daya manusia, karena jumlah angka kematian yang tinggi, harapan hidup yang semakin rendah.
Hanibal mengungkapkan, salah satu program dan kebijakan yang digagas Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal dan yang saat ini sedang berlangsung di bidang kesehatan adalah Kebijakan Perdesaan Sehat.
“Kebijakan Perdesaan Sehat merupakan pilihan pendekatan penajaman bagi upaya percepatan pembangunan kualitas kesehatan berbasis perdesaan di daerah tertinggal,” katanya.
Menurut dia, apabila seluruh perdesaan tercapai derajat kesehatan yang menjadi sasaran dan target pembangunan nasional, maka dapat dipastikan seluruh kabupaten dan kota, provinsi dan Nasional akan dapat mancapai sasaran dan target kinerja pembangunan kesehatan.
“Kebijakan ini sekaligus diharapkan akan menjadi pintu masuk untuk mewujudkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan berbasis perdesaan,” ujarnya.
Guna mengoordinasikan pelaksanaan pembangunan Perdesaan Sehat pada 158 kabupaten daerah tertinggal, telah dibentuk 7 Manajemen Wilayah pembangunan Perdesaan Sehat di 7 regional pulau besar.
Manajemen pelaksanaan pembangunan Perdesaan Sehat di tingkat Provinsi dan Kabupaten dikoordinasikan oleh Perguruan Tinggi yang didukung dengan distribusi 200 Sarjana Kesehatan sebagai Relawan Pembangunan Perdesaan Sehat di 200 Wilayah Kerja Puskesmas di 22 Provinsi pada 84 kabupaten sasaran prioritas. (www.pikiran-rakyat.com)
Hadir dalam diskusi antara lain dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Pergizi Pangan Indonesia, Kementerian Kesehatan, Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, dan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal.
“Kami disini merumuskan sejumlah persoalan di bidang kesehatan yang harus menjadi perhatian presiden terpilih nanti, karena masih banyak sekali hal yang harus dibenahi,” kata Asisten Deputi Urusan Sumber Daya Kesehatan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal Hanibal Hamidi dalam siaran pers di Jakarta, Rabu (25/6/2014).
Sejumlah masalah di bidang kesehatan antara lain belum meratanya pelayanan bukan saja untuk tenaga kesehatan tetapi juga untuk peralatan kesehatan, yang menjadi modal dasar mengejar ketertinggalan Indonesia untuk mencapai target-target MDGs.
Jika dirumuskan, menurut Hanibal, hal yang krusial adalah adanya kebutuhan untuk melahirkan kebijakan yang revolusioner yakni merekonstruksi sistem kesehatan nasional yang mengintegrasikan sejumlah peraturan perundangan antara lain UU No 52 Tahun 2009 tentang Undang Undang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, UU No 40/2003 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional , UU No 24/2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, dan UU No 36/2009 tentang Kesehatan.
Hal kedua, kata dia, guna menunjang masalah kesehatan nasional harus didukung oleh sejumlah infrastruktur antara lain ketersediaan sarana air bersih dan sanitasi, yang notabene merupakan kewenangan di Kementerian Pekerjaan Umum. Hal ketiga yakni masalah keterjangkauan bahan pangan yang terkait dengan kewenanga di Kementerian Pertanian.
“Jadi, memang kebijakan di bidang kesehatan terkait dengan kebijakan di instansi lainnya. Di sinilah perlu adanya koordinasi antarlembaga. Namun, agar sasaran program tepat guna, harus dipikirkan juga pihak mana yang bertanggung jawab, apakah kementerian Kesehatan, Kesra, ataukah lembaga baru,” paparnya.
Menurut dia, jika masalah kesehatan tidak ditangani secara serius, pada akhirnya akan berdampak pada kualitas sumber daya manusia, karena jumlah angka kematian yang tinggi, harapan hidup yang semakin rendah.
Hanibal mengungkapkan, salah satu program dan kebijakan yang digagas Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal dan yang saat ini sedang berlangsung di bidang kesehatan adalah Kebijakan Perdesaan Sehat.
“Kebijakan Perdesaan Sehat merupakan pilihan pendekatan penajaman bagi upaya percepatan pembangunan kualitas kesehatan berbasis perdesaan di daerah tertinggal,” katanya.
Menurut dia, apabila seluruh perdesaan tercapai derajat kesehatan yang menjadi sasaran dan target pembangunan nasional, maka dapat dipastikan seluruh kabupaten dan kota, provinsi dan Nasional akan dapat mancapai sasaran dan target kinerja pembangunan kesehatan.
“Kebijakan ini sekaligus diharapkan akan menjadi pintu masuk untuk mewujudkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan berbasis perdesaan,” ujarnya.
Guna mengoordinasikan pelaksanaan pembangunan Perdesaan Sehat pada 158 kabupaten daerah tertinggal, telah dibentuk 7 Manajemen Wilayah pembangunan Perdesaan Sehat di 7 regional pulau besar.
Manajemen pelaksanaan pembangunan Perdesaan Sehat di tingkat Provinsi dan Kabupaten dikoordinasikan oleh Perguruan Tinggi yang didukung dengan distribusi 200 Sarjana Kesehatan sebagai Relawan Pembangunan Perdesaan Sehat di 200 Wilayah Kerja Puskesmas di 22 Provinsi pada 84 kabupaten sasaran prioritas. (www.pikiran-rakyat.com)
No comments:
Post a Comment