Dokumen
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meresmikan Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (RS PON) atau National Brain Centre Hospital di Jalan MT Haryono, Cawang, Jakarta, Senin (14/7). RS ini merupakan RSN pusat pertama yang menangani masalah kesehatan dan penyakit otak serta saraf di Indonesia.
Namun, Menteri Kesehatan (Menkes), dr. Nafsiah Mboi, SpA, MPHdr. Nafsiah Mboi, SpA, MPH, mengatakan RS bertaraf Internasional ini sudah terintergrasi dengan menggunakan sistem konsultasi antar managemen RS dalam menentukan pasien akan dirawat di RS PON ataupun RS lainnya se - Indonesia. Hal itu, lanjut Menkes, bertujuan agar pasien yang menderita penyakit otak atau saraf tidak dipersulit dan bisa ditangani serta tidak kehilangan haknya dalam mendapatkan pelayanan kesehatan masyarakat.
"Konsultasi. Misalnya, orang sakit jantung dan stroke itu di konsultasikan di RS Harapan Kita untuk jantungnya, disini (RS PON) dengan saratnya. Dengan itu satu jam saja, bisa diambil keputusan dirawat di RS harapan kita atau di RS POM, tergantung dari penyakit yang dominan," kata Menkes.
Menkes menambahkan, pasien yang ditangani di RS PON tidak hanya melayani sampai tahap pengobatan dan perawatan saja. Melainkan, pasien di obati sampai proses rehabilitas contohnya bagi penderita stroke. Sebab, selain promotiv dan preventif, pemerintah juga memiliki tanggungjawab dalam upaya kuratif dan rehabilitatif. "RS ini juga akan bermitra dengan jaringan Internasional sekaligus BPJS Kesehatan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat di Indonesia," tuturnya.
80 Persen Pasien JKN
Ditempat yang sama, Direktur Utama (Dirut) RS PON, dr. Mursyid Bustami, Sp. S(K), KIC, mengatakan, pihaknya sudah melayani pasien JKN BPJS Kesehatan. Meskipun, RS ini baru beroperasi pada Maret lalu. Bahkan, dia mengaku 80 persen pasien yang dilayani pihaknya adalah pasien JKN. "1 February lalu kita buka pendaftaran bagi peserta JKN, Maret kita mulai operasional. Peserta dari bulan ke bulan mengalami peningkatan," kata dr. Mursyid.
Dia juga menuturkan, dalam sistem JKN BPJS Kesehatan, berlaku sistem rujukan bertingkat, yakni apakah rujukan dari RS atau Puskesmas. Disamping itu, katanya, pihaknya juga bersedia melayani seluruh pasien meskipun pasien tidak terdaftar sebagai peserta JKN. "Kalau ada kasus-kasus darurat, stroke misalnya tanpa surat rujukan, dari mana asalnya, ini tempat yang tepat," ujarnya.
Perlu diketahui, RS PON ini berdiri diatas lahan seluas 11.955 m2 di kawasan MT Haryono Cawang, Jakarta. RS ini digagas sebagai upaya untuk dapat mengatasi permasalahan kesehatan otak dan saraf dengan menjadi pusat rujukan nasional serta mengembangkan pendidikan dan penelitian di bidang saraf. Pemancangan tiang pertama pembangunan RS PON dilakukan pada 1 November 2011 dan telah dilakukan soft launching pada 1 Februari lalu.
Bangunan RS PON memiliki 11 lantai terdiri dari beberapa kategori ruang rawat inap, yakni 2 kamar president suite, 18 kamar VVIP, 36 kamar VIP, 36 tempat tidur kelas I, 22 tempat tidur kelas II, serta 275 tempat tidur kelas III sebagai ruang rawat inap bagi pasien peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN yang dijalankan BPJS Kesehatan. (www.harianterbit.com)
Namun, Menteri Kesehatan (Menkes), dr. Nafsiah Mboi, SpA, MPHdr. Nafsiah Mboi, SpA, MPH, mengatakan RS bertaraf Internasional ini sudah terintergrasi dengan menggunakan sistem konsultasi antar managemen RS dalam menentukan pasien akan dirawat di RS PON ataupun RS lainnya se - Indonesia. Hal itu, lanjut Menkes, bertujuan agar pasien yang menderita penyakit otak atau saraf tidak dipersulit dan bisa ditangani serta tidak kehilangan haknya dalam mendapatkan pelayanan kesehatan masyarakat.
"Konsultasi. Misalnya, orang sakit jantung dan stroke itu di konsultasikan di RS Harapan Kita untuk jantungnya, disini (RS PON) dengan saratnya. Dengan itu satu jam saja, bisa diambil keputusan dirawat di RS harapan kita atau di RS POM, tergantung dari penyakit yang dominan," kata Menkes.
Menkes menambahkan, pasien yang ditangani di RS PON tidak hanya melayani sampai tahap pengobatan dan perawatan saja. Melainkan, pasien di obati sampai proses rehabilitas contohnya bagi penderita stroke. Sebab, selain promotiv dan preventif, pemerintah juga memiliki tanggungjawab dalam upaya kuratif dan rehabilitatif. "RS ini juga akan bermitra dengan jaringan Internasional sekaligus BPJS Kesehatan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat di Indonesia," tuturnya.
80 Persen Pasien JKN
Ditempat yang sama, Direktur Utama (Dirut) RS PON, dr. Mursyid Bustami, Sp. S(K), KIC, mengatakan, pihaknya sudah melayani pasien JKN BPJS Kesehatan. Meskipun, RS ini baru beroperasi pada Maret lalu. Bahkan, dia mengaku 80 persen pasien yang dilayani pihaknya adalah pasien JKN. "1 February lalu kita buka pendaftaran bagi peserta JKN, Maret kita mulai operasional. Peserta dari bulan ke bulan mengalami peningkatan," kata dr. Mursyid.
Dia juga menuturkan, dalam sistem JKN BPJS Kesehatan, berlaku sistem rujukan bertingkat, yakni apakah rujukan dari RS atau Puskesmas. Disamping itu, katanya, pihaknya juga bersedia melayani seluruh pasien meskipun pasien tidak terdaftar sebagai peserta JKN. "Kalau ada kasus-kasus darurat, stroke misalnya tanpa surat rujukan, dari mana asalnya, ini tempat yang tepat," ujarnya.
Perlu diketahui, RS PON ini berdiri diatas lahan seluas 11.955 m2 di kawasan MT Haryono Cawang, Jakarta. RS ini digagas sebagai upaya untuk dapat mengatasi permasalahan kesehatan otak dan saraf dengan menjadi pusat rujukan nasional serta mengembangkan pendidikan dan penelitian di bidang saraf. Pemancangan tiang pertama pembangunan RS PON dilakukan pada 1 November 2011 dan telah dilakukan soft launching pada 1 Februari lalu.
Bangunan RS PON memiliki 11 lantai terdiri dari beberapa kategori ruang rawat inap, yakni 2 kamar president suite, 18 kamar VVIP, 36 kamar VIP, 36 tempat tidur kelas I, 22 tempat tidur kelas II, serta 275 tempat tidur kelas III sebagai ruang rawat inap bagi pasien peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN yang dijalankan BPJS Kesehatan. (www.harianterbit.com)
No comments:
Post a Comment