Kalau Anda tidak bermalam di rumah kerabat atau sahabat, kemungkinan besar hotel yang Anda tempati adalah di Enggal. Kalau benar begitu, tempat makan pertama yang paling dekat adalah Cak Umar. Menunya adalah sate kambing. ayam, sop kambing, dan soto ayam. Letaknya di Jalan Radin Intan, berjarak satu ruko dari Apotek Enggal. Tanya saja ke tukang parkir, pasti tahu. Cak Umar membuka cabang di Jalan Gajah Mada, dekat simpang empat/ lampu merah Pasar Tugu.
Di Bandar Lampung ada setidaknya dua penjual sop kambing yang lezat. Selain Cak Umar, ada Mat Raji–kedua-duanya memang orang Madura. Mat Raji buka lapak di Satelit, dekat Stadion Pahoman. Ini tempat awalnya berjualan. Sekarang Mat Raji punya cabang di ruko di Jalan Sudirman, persis di depan Shereen–toko roti paling laku di Bandar Lampung. Saya paling sering makan sop kambing Mat Raji. Selain enak, bau kambingnya tidak terendus sama sekali. Di sini Anda juga bisa pesan sate dan soto ayam. Jangan terlalu malam kalau mau merasakan sop kambing Mat Raji karena biasanya sudah habis. Jam kerja Mat Raji (hanya yang di dekat Stadion Pahoman) setelah pukul 17.00.
Naik sedikit ke atas, mendekati Stadion Pahoman, belok kiri, ada juga penjual sate yang sedap. Sayangnya, tempat ini tidak menyediakan sop kambing. Tapi mereka menjual soto. Tempat ini pun ramai pengunjung.
Salah satu makanan kegemaran warga Bandar Lampung adalah ketoprak. Dengan gampang Anda bisa menemukan pedagang kuliner khas Cirebon itu. Nah, ketoprak paling beken di Bandar Lampung adalah ketoprak Romo. Semula ia berdagang di depan Gelalel di Jalan Sudirman, tapi sekarang bergeser sedikit, hanya bilangan langkah kaki. Buka sore sekitar menjelang pukul 18.00, Anda harus agak sabar menunggu giliran karena pada waktu tertentu–biasanya pada saat jam makan malam–pelanggan Romo tumplek.
Selain ketoprak, warga Balam (akronim Bandar Lampung) senang juga makan nasi uduk. Tak heran, di semua jalan utama Anda bisa melihat tempat makan nasi uduk. Terdapat beberapa lokasi yang bisa Anda datangi. Pedagang uduk paling senior adalah Mat Kribo. Ya, memang rambutnya kribo. Dia pasang tenda di Jalan Kartini, di pasar Tanjungkarang. Kalau menelusuri jalan itu, tenda Mat Kribo ada di kiri Anda. Mat Kribo pernah jadi raja nasi uduk beberapa tahun lalu. Sekarang terlihat masa emasnya sudah lewat, tapi kelezatan uduknya tetap bertahan.
Sejajar dengan tenda Mat Kribo, tapi beberapa meter sebelumnya, berdiri tenda nasi uduk Mang Udin. Ini pedagang uduk seangkatan dengan Mat Kribo dan kedua-duanya dahulu berjualan di ruko. Namun, sewa ruko yang meninggi, memaksa mereka pakai tenda. Begitu pengakuan Mang Udin.
Pengusaha uduk yang rupanya paling maju di Balam adalah Toha. Tempatnya masih di Jalan Kartini, beberapa meter dari Mat Kribo dan di kanan jalan. Dua cabang Toha terletak di Jalan Antasari dan Jalan Diponegoro. Tiga tempat itu ada di ruko.
Satu lagi tempat penggemar uduk meluruk adalah Uduk Dedi. Letaknya di Jalan Pattimura, Telukbetung. Jalan ini sambungan Jalan Diponegoro. Kalau tiga nama pedagang uduk tadi adalah pemain lama, Dedi tergolong orang baru di kancah perudukan Lampung. Konon, meroketnya uduk Dedi karena harganya agak miring. Entahlah, saya tak pernah sempat membanding-bandingkan harga mereka.
Bandar Lampung sebenarnya terdiri atas dua kota, yaitu Tanjung Karang (atau Tanjungkarang) dan Teluk Betung (atau Telukbetung). Dulu memang merupakan dua kota terpisah, tapi sekarang sudah disatukan menjadi Balam.
Nah, di Teluk (begitulah warga Bandar Lampung menyingkat Telukbetung) ada seorang penjual mi. Namanya Khodon. Mi rebus dan mi gorengnya luar biasa nikmatnya. Kalau Anda mampir atau sekadar lewat Bandar Lampung, usahakan singgah ke Pak Khodon. Pokoknya, seperti kata Pak Bondan: Maknyuuuss! Letaknya di dekat Toserba Chandra Teluk. Tanya sembarang orang di mana Chandra Teluk, pasti tahu. Jangan lebih dari pukul 20.00 ya. Paling baik sebelum atau tepat sesudah magrib supaya kebagian.
Dari tiga makanan kegemaran warga Lampung, dua sudah disebutkan. Yang ketiga adalah mie ayam. Warga Balam sering menyebutnya mie pangsit meski yang dimaksud adalah mie ayam tanpa pangsit. Yang paling top adalah Mie Ayam Koga. Letaknya persis seperti namanya, yaitu di Pasar Koga. Kalau Anda dari pasar Tanjungkarang ke arah Unila (Universitas Lampung), lokasinya di kanan Anda.
Karena tempatnya selalu saya lewati kalau ngantor, dulu saya pelanggan tetap Mie Koga. Sekarang tidak lagi. Rasanya memang enak. Hanya saja, Anda yang muslim/ muslimah perlu sedikit waspada karena berdasarkan pengalaman pribadi saya, pedagangnya menjual juga mie babi. Khawatirnya alat masak yang digunakan sama. Sejak itu saya tidak lagi ke sana. Btw, istri saya juga stop makan di Mie Koga, tapi karena tidak tahan mencium bebauan tak enak, yang bikin mual katanya, yang disimpulkannya bau hewan tersebut.
Tempat makan mie ayam paling tua sebenarnya di Jalan Pangkal Pinang, Pasar Karang. Dulu nama juragannya Awie. Entah ke mana Awie sekarang–barangkali sudah wafat. Dulu memang mie ayam Awie paling enak. Sekarang kesan saya, sudah seperti mi untuk orang lapar saja karena seporsinya sampai mbludak, seperti mau tumpah minya dari mangkuk. Masih ada mi ayam yang enak juga dekat Mie Awie, yaitu Mie Simpur. Disebut begitu karena memang lokasinya di Simpur. Ciri khasnya adalah minya diberi toge.
Kalau Anda berada di sekitar Terminal Rajabasa atau Kampus Unila, coba cicipi mi ayam jawanya Mas Yon. Selain mi ayam, Mas Yon menyediakan baso. Lokasinya semula tepat ketika orang masuk ke dua jalur Unila, sebelah kiri. Sejak lahan itu dibangun (Unila sedang mendirikan rumah sakit pendidikan di sana), Mas Yon bergeser ke seberangnya. Warga Unila jadi pelangga utama Mas Yon, tapi banyak juga pegawai dan karyawan yang terlihat makan di situ. Menurut lidah saya, inilah versi mi ayam dorong paling nikmat.
Nah, itulah beberapa lokasi kuliner nikmat lagi murah meriah di Balam. (http://wisata.kompasiana.com/)
No comments:
Post a Comment