Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) akan mengkaji kebijakan pengganti atas penghapusan kredit pemilikan rumah fasilitas likuiditas pembiayaan (KPR FLPP). Sebagaimana diketahui, skema KPR FLPP untuk rumah tapak akan dihentikan mulai 31 Maret 2015.
Direktur Utama Pusat Pembiayaan Perumahan Kemenpera Budi Hartono mengatakan kebijakan penghapusan KPR FLPP untuk rumah tapak pada tahun depan bukan merupakan harga mati. Sebab, kebijakan pemerintah terutama peraturan menteri sifatnya dinamis. Dengan demikian memungkinkan untuk melakukan kajian tentang kebijakan pemberian subsidi yang tepat.
"Terkait kemungkinan adanya perubahan konsep sebagai pengganti penghapusan KPR FLPP rumah tapak, tentu itu harus melalui kajian dan evaluasi terlebih dulu. Bagaimana pemberian subsidi yang paling tepat," katanya di sela pameran Rumah Rakyat Expo di JX International kemarin (17/9).
Sebelumnya, selama ini pengembang menolak penghapusan tersebut sebab dinilai masih dibutuhkan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Seperti REI Jatim mengusulkan agar konsep KPR FLPP diubah menjadi subsidi uang muka. Menanggapi itu, Budi mengatakan, untuk subsidi uang muka sudah ditangani berbagai lembaga terkait.
"Jadi kalau untuk uang muka sudah ada yang memberi subsidi. Seperti Bapertarum (Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan PNS) ada program pinjaman uang muka untuk PNS. Sedangkan untuk para pekerja swasta bisa mendapatkan pinjaman dari BPJS Ketenagakerjaan dan dan untuk TNI/Polri dari YKPP (Yayasan Kesejahteraan Pendidikan dan Perumahan)," terangnya.
Dituturkan, konsep KPR FLPP ialah dengan memberikan subsidi bunga kredit. Sebab kalau MBR menggunakan skema bunga komersial tentu memberatkan. Oleh karena itu, subsidi bunga kredit ini membuat angsuran ringan dan bebas PPN dan premi asuransi.
staf Ahli Menteri Bidang Pertanahan Dan Tata Ruang Kemenpera Arief Setiabudi Chani mengatakan sejatinya penghapusan KPR FLPP untuk rumah tapak untuk merangsang pengembang membangun rumah susun. Kondisi ini dilatarbelakangi harga tanah di perkotaan yang kian mahal.
"Selama ini rumah tapak bersubsidi yang dibangun kebanyakan jauh dari pusat kota, sehingga akses pembeli ke pusat kota makin sulit. Di sisi lain, komponen tanah terhadap harga rumah sebesar 50-60 persen. Padahal kami ingin memperbanyak suplai hunian untuk mengatasi backlog yang pada 2010 tercatat 13,6 juta. Bahkan sekarang diperkirakan mencapai 15 juta," tandasnya.
Sejak program KPR FLPP diluncurkan Oktober 2010 hingga sekarang, hunian yang terbangun mencapai 309.900 unit rumah dengan nilai RP 13,3 triliun. Dalam penyalurannya, PPP Kemenpera bekerja sama dengan 9 bank umum nasional dan 15 bank pembangunan daerah. (www.jpnn.com)
No comments:
Post a Comment