Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berharap Rancangan Undang-Undang (RUU) Perasuransian dapat membuat pembedaan antara asuransi wajib dan asuransi sosial.
Asuransi sosial tegas OJK, tidak perlu tunduk kepada undang-undang.
Direktur Pengawasan Perasuransian OJK Darul Dimasqy mengatakan, asuransi wajib maupun asuransi sosial perlu diberikan pembedaan guna meningkatkan potensi keduanya. Oleh sebab itu, OJK mengusulkan asuransi sosial tidak harus tunduk kepada UU Perasuransian jika undang-undang tersebut disahkan oleh Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI periode 2009-2014.
“Kami berharap, asuransi wajib masih harus tunduk RUU Perasuransian. Tetapi, kalau asuransi sosial tidak perlu,” ujar dia di Jakarta, belum lama ini.
Asuransi wajib Darul menegaksan, harus tunduk pada UU dalam rangka kompetisi. Namun, OJK tidak menginginkan adanya persaingan di antara perusahaan asuransi sosial.
Asuransi sosial merupakan asuransi yang menyediakan jaminan sosial bagi masyarakat dan dibentuk oleh pemerintah. “Karena itu, asuransi sosial antara lain Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan PT Jasa Raharja tidak bisa komersial seperti halnya asuransi wajib,” tutur dia.
Hingga saat ini RUU Perasuransian masih terus dibahas oleh Kementerian Keuangan (Kemkeu), Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), OJK, dan Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS). Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non Bank OJK Ngalim Sawega sebelumnya mengungkapkan, DPR dan pemerintah sepakat membagi daftar inventaris masalah (DIM) dalam tiga buku.
Dari 426 DIM usulan pemerintah pada buku satu, jelas Ngalim, disepakati 297 DIM tetap di buku satu. Buku dua berisi 268 DIM dan buku tiga berisi 20 DIM. “Pembatasan buku satu sudah selesai disepakati, sementara buku dua baru dibahas sampai 188 DIM,” ungkap dia. (www.beritasatu.com)
No comments:
Post a Comment