BPJS Layanan-n
Pertanyaan yang dilontarkan Prof Blachos, mantan Presiden World Medical Association sekaligus mantan Presiden Cezch Medical Association sesungguhnya sangat sederhana. Berapa jumlah penduduk Indonesia yang sudah ter-cover sistem asuransi kesehatan?
Antrean warga mendaftar program JKN di kantor BPJS Kesehatan. (inung)
Dengan jumlah penduduk yang lima tahun lalu sudah mencapai sekitar 237 juta, tentu angka 15 juta teramat kecil. Wajar saja jawaban yang dilontarkan Dr Fachmi Idris yang waktu itu menjabat sebagai Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sempat membuat Prof Blaclos terheran.
“Saya sempat tergagap menjawabnya. Mungkin lebih tepat malu. Dari 237 juta jumlah penduduk Indonesia waktu itu, yang punya asuransi sekitar 15 juta,” kata Fachmi yang kini menjabat sebagai Dirut BPJS Kesehatan.
Fachmi sadar bahwa angka 15 juta untuk total penduduk 237 juta memang teramat kecil. Prosentasenya yang hanya sekitar 7 persen saja menjadi sebuah ironi ditengah makin gencarnya negara lain menerapkan sistem asuransi kesehatan nasional. Sebut saja Malaysia yang sudah memulai programnya sejak 1991, Filipina 1996 dan Korea Selatan sejak tahun 2002.
Beruntung melalui kerja keras pemerintah, akhirnya per 1 Januari 2014 Indonesia berhasil memiliki program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Program yang tergolong ‘terlambat’ dibanding negara lain, menjadi sebuah prestasi luar biasa mengingat hanya dalam hitungan 8 bulan saja, jumlah peserta mencapai 127,3 juta jiwa.
Bagi Fachmi, angka 127,3 juta pada kurun 8 bulan memiliki makna yang penting. Tak sekedar menjadi jawaban atas tantangan yang diberikan dari pertanyaan seorang Prof Blachos lima tahun lalu, tetapi kehadiran BPJS Kesehatan yang lahir bersamaan dengan peluncuran program JKN, menjadi sebuah momentum penting reformasi dibidang layanan kesehatan di Indonesia.
“Akhirnya kita memiliki satu system jaminan asuransi nasional yang sangat membanggakan ini,” jelas Fachmi.
Menkes Nafsiah Mboi mengatakan bahwa suksesnya JKN tak bisa lepas dari BPJS Kesehatan. Lembaga yang merupakan hasil transformasi PT ASkes tersebut, dalam kurun waktu sangat singkat mampu menjadi daya tarik masyarakat untuk terikat dalam satu sistem asuransi kesehatan nasional.
“Banyak masyarakat yang menikmati kehadiran BPJS Kesehatan ini. Sangat banyak, tidak hanya masyarakat miskin atau rawan miskin. Mereka yang tergolong mampu pun ikut menjadi penikmatnya,” jelas Menkes.
Ia mencontohkan sebuah kasus yang menimpa seorang jusrnalis foto. Usai sesi wawancara khusus tentang evaluasi BPJS Kesehatan, jurnalis foto sebuah media nasional tersebut bercerita bahwa sejak ikut BPJS Kesehatan awal Januari 2014, ia tidak perlu membayar mahal biaya perawatan anaknya yang mengidap kanker dan di rawat di RS Dharmais.
“Selama 8 bulan, anaknya si jurnalis foto tersebut dirawat di RS Kanker Dharmais hanya bayar Rp 59.500 per bulan sebagai premi asuransi kelas 1,” sambung Menkes.
Fakta lain yang menjadi indikasi bahwa BPJS Kesehatan sangat dirindukan kehadirannya oleh masyarakat adalah meningkatnya angka kunjungan ke rumah sakit atau fasilitas layanan kesehatan lainnya.
Di rumah sakit Koja Jakarta Utara misalnya, dilaporkan telah terjadi antrean pasien hingga berhari-hari pada awal diluncurkannya program JKN. “Itu artinya masyarakat miskin menjadi memiliki keberanian untuk berobat,” tukas Menkes.
Hingga pekan pertama September 2014, jumlah peserta BPJS Kesehatan sudah mencapai 127,3 juta jiwa. Total iuran peserta BPJS Kesehatan sampai 30 Juni 2014 mencapai Rp 18,412 triliun.
Adapun jumlah fasilitas kesehatan tingkat pertama yang bekerja dengan BPJS Kesehatan 16.831 terdiri atas 9.752 puskesmas, 3.314 dokter praktik, 1.656 klinik pratama, 1.326 klinik TNI/Polri, 778 dokter gigi praktik mandiri, dan 5 rumah sait D Pratama.
Sementara itu terdapat 1.661 fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan yang didalamnya mencakup 17 rumah sakit pemerintah kelas A, 136 RS pemerintah kelas B, 292 RS pemerintah kelas C, 157 RS pemerintah kelas D, 123 RS khusus, 134 RS khusus jiwa, 586 RS swasta, 104 RS TNI, 10 RS Polri, dan 62 klinik utama. Selain itu BPJS Kesehatan juga telah bekerjasama dengan 1.311 apotek dan 790 optikal di Indonesia.
Banyaknya fasilitas layanan kesehatan yang bergabung menjadi provider BPJS Kesehatan tersebut dikatakan Menkes tentu akan memudahkan peserta JKN dalam mengakses layanan kesehatan. Mereka bisa berobat dimana saja asalkan sesuai dengan system rujukan berjenjang sebagaimana aturan main BPJS Kesehatan.
Pada semester pertama beroperasinya BPJS Kesehatan, sekitar 30 perusahaan asuransi swasta juga memutuskan untuk bergabung dengan BPJS Kesehatan.
KENDALA BPJS KESEHATAN
Menkes mengatakan meski tergolong sukses, bukan berarti BPJS Kesehatan tanpa kendala. Di awal-awal bulan kelahirannya, BPJS Kesehatan menuai banyak kritik dan protes. Mulai dari persoalan antrean pasien yang panjang, tariff rawat inap yang minim, hingga berbelitnya mendapatkan obat untuk penyakit kronis. Komplain tersebut tak hanya datang dari peserta, tetapi juga rumah sakit yang menjadi provider BPJS Kesehatan.
“Pelan-pelan setahap demi setahap kami perbaiki, dan Alhamdulillah BPJS Kesehatan makin tertata,” jelas Menkes.
Selain itu masih kecilnya jumlah rumah sakit swasta yang bergabung dalam BPJS Kesehatan juga menjadi tantangan tersendiri dimasa depan. Sebab dengan jumlah peserta yang mencapai 250 juta pada 2019, tentunya BPJS Kesehatan membutuhkan fasilitas layanan kesehatan yang jumlahnya lebih banyak lagi.
Persoalan lain adalah terkait kartu BPJS Kesehatan. Dengan system manual seperti sekarang ini, Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Chazali Situmorang, tak menutup kemungkinan munculnya kasus dobel data peserta dan klaim ganda. Atau malah penggunaan kartu oleh orang lain yang belum mendaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan.
“Masalah ini hanya bisa dikontrol dengan system online. Tetapi sayang jumlah fayankes yang menjadi provider BPJS Kesehatan belum semuanya punya internet,” kata Chazali.
Meski berbagai persoalan masih harus diatasi oleh BPJS Kesehatan, tetapi Menkes yakin pada pasa saatnya nanti BPJS Kesehatan akan menjadi sebuah lembaga yang kuat dan kokoh serta menjadi kebanggaan bangsa Indonesia. (poskotanews.com)
No comments:
Post a Comment