Para legislator masih saja ingin mengintervensi pengelolaan dana Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) ketenagakerjaan meskipun para wakil rakyat mengetahui lembaga ini bukan kasir pemerintah maupun partai politik.
Direktur Umum BPJS Ketenagakerjaan Amri Yusuf menyatakan pengalaman itu dialami selama periode DPR 2009-2014.
Menurut dia publik telah mengetahui dana jaminan sosial tidak bisa digunakan lagi secara sembarangan. Penegasan ini dianggap penting untuk mengubah persepsi bahwa BPJS bukan kepanjangan tangan pemerintah atau partai politik seperti masa lalu.
"BPJS Ketenagakerjaan mengelola Rp 178 trlliun, tidak bisa asal investasi, atau asal investasi sesuai rekomendasi anggota DPR yang menitip proposal," kata dia, Jumat (17/10/2014).
Bicara dalam forum The 3rd Indonesia Public Relation Award and Summit dan The 1st Indonesia Media Reaearch Awards and Summit, dia menyatakan manajemen BPJS selalu dipanggil rapat kerja dengan DPR setiap bulan selama 2009-2014. Setiap usai rapat, para legislator menitipkan proposal dari para relasinya untuk mendapatkan kucuran dana BPJS.
"Kami terima saja proposal dari para anggota DPR, urusan diterima atau ditolak permohonan mereka, kita proses melalui survei terhadap lembaga yang direkomendasi anggota dewan," kata dia.
Dia menegaskan era Jamsostek sempat terjadi tekanan dari berbagai pihak yang berkepentingan untuk mengakses dana jaminan sosial milik pekerja. Kondisi itu, sempat menimbulkan ekses, direksi Jamsostek dihukum.
"Siapapun pemimpin BPJS saat ini harus patuh peraturan investasi. Kami sempat dituduh mendanai calon presiden tertentu pada kampanye pemilihan presiden 2014. Kami katakan itu tidak mungkin karena semua investasi dan pengeluaran dana jaminan sosial harus melalui mekanisme standar dan transparan," kata dia. (www.pikiran-rakyat.com)
No comments:
Post a Comment